Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Ada Banyak Jenis Cancel Culture dalam Hubungan Internasional

14 September 2021   23:59 Diperbarui: 16 September 2021   13:44 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi boycott| Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Adakah peristiwa cancel culture antar-negara dalam hubungan internasional? Jika cancel culture diterjemahkan menjadi aksi boikot, maka hubungan internasional tidak pernah sepi dari aksi boikot.

Dalam konteks hubungan internasional, cancel culture dapat didefinisikan sebagai upaya satu atau beberapa negara atau aktor internasional untuk secara individual atau kolektif memboikot negara lain atau kelompok di negara lain.

Aktor internasional (bisa dalam bentuk negara atau kelompok atau individu) dapat dikenai tindakan boikot karena perilaku yang dianggap tidak sesuai dengan etika internasional yang berlaku para suatu masa atau kurun waktu tertentu. 

Perilaku tidak etis ditetapkan secara internasional melalui sebuah konsensus bersama di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau sepihak oleh negara tertentu, misalnya Amerika Serikat (AS).

Etika itu misalnya seperti demokrasi, hak azasi manusia (HAM), dan penghormatan pada nilai-nilai kemanusiaan secara umum. Negara atau kelompok-kelompok yang diskriminatif, menggunakan kekerasan fisik/bersenjata, melakukan kudeta militer, mempraktekkan radikalisme, dan seterusnya dianggap bertentangan dengan etika internasional itu.

Negara yang diboikot atau di-cancel biasanya menghadapi berbagai macam dampak tak terduga. Konsekuensi itu, misalnya antara lain: tidak ada pengakuan internasional, berkurang/hilangnya kepercayaan publik, negara atau kelompok itu dikucilkan, dihina, dan dipandang rendah oleh negara lain.

Meskipun demikian, negara-negara yang diboikot tetap selalu dimonitor perkembangannya. Sejauh mana berbagai isu berkaitan etika atau norma-norma internasional itu dijalankan atau tetap dilanggar oleh negara yang diboikot itu. Korea Utara dan Myanmar dapat menjadi contohnya.

Dalam konteks hubungan antar-negara, maka aksi cancel culture atau perilaku penolakan atau boikot dapat berlangsung di antara berbagai negara atau aktor non-negara. Berdasarkan perkembangan internasional, fenomena cancellation atau pemboikotan ini dapat dibedakan menjadi beberapa jenis.

1. Berdasarkan negara atau obyek yang dikenai, maka boikot dapat bersifat individual dan kolektif. Negara yang dikenai atau menjadi korban boikot bisa satu atau beberapa negara. Myanmar dan Afghanistan menjadi contoh paling kontemporer dari jenis boikot ini.

Kudeta kelompok militer di Myanmar dan penguasaan kelompok radikal Taliban di Afghanistan menyebabkan banyak negara memboikot. Pemerintahan baru di kedua negara tidak segera mendapat pengakuan dari negara lain. 

Contoh lain adalah Prancis yang diboikot masyarakat Muslim internasional atau Rusia yang diboikot NATO akibat intervensi militernya ke Ukraina.

Walaupun tidak membatalkan pemerintahan baru itu, ketiadaan pengakuan internasional menyebabkan Afghanistan dan Myanmar mendapatkan perlakuan internasional berbeda dari kebanyakan negara lainnya. Contoh mengenai beberapa negara dikenai boikot dapat dibaca di penjelasan di nomer 2.

2. International cancel culture dapat dilakukan oleh satu negara secara sepihak (unilateral) atau beberapa negara berdasarkan kesepakatan kolektif. Sifat kolektif dapat merujuk pada kesepakatan regional dan internasional/global. 

Pelaku boikot bisa berbagai negara yang ditetapkan oleh PBB yang disepakati banyak negara sesuai aturan organisasi internasional itu. Boikot PBB biasanya dicoba dikenakan pada Israel, namun upaya itu langsung dibantah AS melalui hak veto. 

Salah satu pelaku utama boikot secara sepihak adalah AS, baik dengan atau tanpa PBB.

Selain itu, pemberi boikot juga bisa satu atau sejumlah negara yang memboikot. Misalnya AS dan sekutunya terhadap Afghanistan dan Myanmar. 

Beberapa negara lain juga melakukan boikot kepada China, Italia, dan juga Indonesia. Penyebabnya adalah tingginya angka kematian akibat virus Covid-19. Walaupun boikot pandemi ini merupakan prosedur 'biasa, namun negara korban boikot itu biasanya melayangkan protes menentang boikot (sementara) itu.

Sumber: huffpost.com
Sumber: huffpost.com

3. Boikot itu dapat berbentuk sanksi ekonomi dan politik. 

Sanksi politik seperti tidak ada atau penundaan pengakuan terhadap pemerintahan baru di negara lain. Sanksi ekonomi misalnya pembekuan operasi perusahaan sebuah negara di negara yang diboikot atau pembekuan aset-aset berharga milik penguasa militer Myanmar di AS.

4. Penolakan atau boikot dapat dibedakan berdasarkan alasan. 

Alasan boikot secara internasional adalah etika atau norma internasional yang dilanggar atau tidak dijalankan oleh sebuah negara. Korea Utara dapat menjadi contoh sebagai sebuah negara yang diboikot secara internasional. 

Boikot seperti ini bisa dilakukan sebagai tindakan saling balas antara blok Barat yang dipimpin AS dengan blok Timur yang dipimpin Uni Soviet di masa Perang Dingin.

5. Keberhasilan sebuah boikot ditentukan oleh banyaknya jumlah dan sumber daya aktor pendukung, serta ruang lingkup isu yang diangkat. Ketiga faktor ini menentukan keberlangsungan sebuah boikot terhadap negara lain. 

Boikot AS terhadap Korea Utara misalnya dapat dipakai sebagai salah satu contoh ini. Begitu juga boikot AS terhadap persenjataan pada pesawat tempur F15 milik Indonesia.

Dengan ulasan itu, maka boikot atau cancel culture bukanlah merupakan fenomena baru dalam huhungan internasional. Hubungan di antara berbagai aktor dalam hubungan internasional selalu berada di antara titik kerja sama dan konflik. Ketika konflik terjadi, maka konflik dapat diikuti oleh boikot demi kemenangan pihak pemberi boikot itu.

Alih-alih menerapkan konflik, banyak negara atau aktor berupaya keras menjalin kerja sama dan menghindari aksi boikot. Meskipun begitu, tindakan boikot tidak terhindarkan dan kebijakan boikot kadang-kadang berperan efektif dalam mengurangi potensi atau skala konflik dalam hubungan internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun