Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tiga Alasan China Mendukung Palestina dan Akibatnya

20 Mei 2021   12:28 Diperbarui: 20 Mei 2021   14:09 2746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Reuters Photo/Mark Schiefelbein

Dukungan China terhadap Palestina dalam berkonflik dengan Israel menjadi salah satu isu menarik dalam upaya perdamaian antara Palestina-Israel. Dalam Sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), China sebagai Presiden menegaskan urgensi perundingan perdamaian Palestina-Israel melalui resolusi DK PBB. Namun demikian, upaya damai itu diveto Amerika Serikat (AS) beberapa kali. Akibatnya adalah organisasi internasional itu dianggap tidak mampu mengambil langkah kongkrit bagi perdamaian antara Palestina-Israel. 

Dukungan China terhadap kemerdekaan Palestina tampak pada beberapa kesempatan. Pada 2020, Presiden Xi Jinping berbicara secara langsung dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Presiden Jinping menyatakan bahwa China adalah, "teman tulus rakyat Palestina," dan mendukung seruan Palestina untuk negosiasi yang dimediasi internasional dan bersedia mempertimbangkan untuk mengambil bagian di dalamnya.

Selanjutnya, sikap China mendukung Palestina dibuktikan dengan pernyataan Duta Besar China, Zhang Jun, untuk PBB yang secara tegas menentang rencana aneksasi wilayah Tepi Barat oleh Israel.

Dukungan China

Ada tiga alasan yang menjadi pendorong China mendukung kemerdekaan Palestina dan menjadi juru damai bagi konflik Israel-Palestina.

1. Citra Internasional
Upaya China menjadi mediator bagi perdamaian Israel-Palestina bertujuan menaikkan citra internasionalnya. Apalagi dukungan China terhadap Palestina ternyata sekaligus mendapat pengakuan positif dari berbagai negara yang selama ini cenderung menentahg China. Citra internasional ini penting sebagai bukti nyata dari komitmen China terhadap upaya-upaya perdamaian, termasuk antara Palestina-Israel.

2. Persaingan global dengan AS
Inisiatif perundingan damai ini tampaknya menjadi bagian dari persaingan global antara China dengan AS. Bagi China, dukungan terhadap Palestina menjadi upaya diplomasi China dalam mendukung kemerdekaan Palestina. Posisi China ini sangat paradoks dengan AS sebagai pendukung utama Israel yang mem-veto upaya damai PBB yang diinisiasi China.

3. Menegaskan kepentingan regional China di kawasan Timur Tengah.
Dukungan China terhadap kemerdekaan Palestina dan usulan perundingan damai antara Palestina-Israel merupakan langkah kongkrit China menciptakan perdamaian di Timur Tengah. China ingin menegaskan kepentingannya di kawasan ini tidak sekedar dalam aspek ekonomi, namun juga keterlibatannya dalam upaya-upaya perdamaian regional.

Kebijakan BRI

Jika dirunut ke belakang, ketiga alasan itu sebenarnya berujung pada kebijakan Belt and Road Initiative (BRI). Kebijakan itu menjadi landasan strategis bagi kepentingan China di kawasan Timur Tengah, termasuk dukungan kepada Palestina. BRI merupakan program yang diperkenalkan oleh Presiden Tiongkok Xi Jinping pada 2013 dengan nama One Belt One Road (OBOR). Ini merupakan rencana besar pemerintah Tiongkok untuk menghidupkan kembali kejayaan Jalur Sutra (Silk Road) di abad ke-21.

Sejak diinisiasi pada 2013 lalu, BRI telah meraih beberapa capaian. Pertama, BRI telah menarik minat lebih dari 150 negara untuk bergabung. Negara-negara itu terbentang dari Asia Timur, Eropa, hingga Timur Tengah. Capaian kedua, China mampu konektivitas jalur darat dan laut melalui BRI itu. Konektivitas itu menjadi alat diplomasi tersendiri bagi China ke berbagai negara, khususnya bagi kawasan Timur Tengah dan negara Palestina. Peningkatan kehadiran China di kawasan itu diyakini mendorong diplomasi perdamaian dan dukungannya kepada Palestina.

Perkembangan kontemporer itu semaikn menegaskan sejarah keterlibatan China dalam mendukung kemerdekaan Palestina. Sejarah itu bisa ditelusuri hingga tahun 1960an melalui pengiriman senjata kepada Palestine Liberation Organization (PLO) yang dipimpin Yasser Arafat. 

Namun demikian, kita masih menunggu realisasi dari perundingan itu. Bagaimana pun juga realisasi perundingan itu masih menunggu tanggalan dari Israel dan AS. Faktor AS ini sangat penting mengingat negara inilah yang selama ini sangat berkepentingan sebagai mediator antara Palestina-Israel. Penerimaan Israel dan AS menjadi tantangan berat bagi inisiatif perundingan China.

Ketika upaya perundingan damai menemui jalan buntu di tingkat PBB, peperangan di wilayah Gaza dan lainnya tetap berlangsung dengan korban semakin banyak. Republika.co.id mencatat pihak Hamas dan Israel telah terlibat pertempuran sejak Senin (10/5). Otoritas Kesehatan Palestina (16/5) telah memperkirakan bahwa serangan Israel telah membunuh sedikitnya 181 warga Gaza, termasuk 29 wanita dan 52 anak-anak. Lalu, 1.200 orang lainnya mengalami luka-luka.

Sebaliknya, pihak Israel menjelaskan 2.900 roket telah ditembakkan dari Gaza ke Israel sejak awal pekan ini. Sebanyak 10 warga Israel, dua di antaranya anak-anak, tewas akibat serangan tersebut. Israel mengatakan telah melancarkan serangan terhadap lebih dari 672 target militer di Jalur Gaza. Eskalasi pertempuran antara Hamas dan Israel di Gaza berkaitan dengan memanasnya situasi di Yerusalem Timur, termasuk di sekitar Kompleks Masjid al-Aqsa.

Usulan China

Kembali ke inisiatif perundingan damai dari China. Kegagalan PBB sebagai akibat dari veto AS mendorong China menyediakan diri menjadi tuan rumah perundingan damai antara Palestina dan Israel. Walaupun belum jelas mengenai waktu, tempat, agenda perundingan, dan respon pihak-pihak yang bersengketa, tawaran China itu menegaskan keseriusannya menjadi aktor penting dalam isu Palestina-Israel.

Jika China dapat mewujudkan perundingan damai itu, maka dinamika perdamaian antara Palestina-Israel menjadi makin menarik. Pelaksanaan perundingan itu berarti Israel bersedia duduk semeja dengan Palestina. Lalu, AS mau menerima peran China sebagai mediator perdamaian kedua pihak itu.

Pada tataran tertentu, inisiatif perundingan damai itu tidak sekedar memberikan peluang bagi perdamaian di antara kedua pihak yang berkonflik. Lebih jauh, perundingan itu juga menaikkan pamor China sebagai mediator baru dalam konflik berkepanjangan itu.

Sumber: 1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun