Setelah lama berdiam diri, ASEAN bakal menggelar sebuah Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) di Jakarta, besok 24 April 2021. Agenda utamanya adalah membangun perdamaian di Myanmar. Sultan Brunei Darussalam, Hassanal Bolkiah sebagai Ketua ASEAN 2021 akan memimpin KTT itu.
Pertemuan ini menjadi KTT ASEAN pertama yang digelar secara tatap muka sejak pandemi COVID-19 menyebar ke seluruh dunia sejak 2020 lalu.
Sebelum KTT Khusus itu, ke-10 Menteri Luar Negeri se-ASEAN menyelenggarakan pertemuan tatap muka. Pertemuan itu berfungsi mempersiapkan dan mematangkan agenda utama KTT ASEAN besok.
Dalam organisasi regional ASEAN, KTT berperan penting sebagai badan pengambil kebijakan tertinggi. Fungsinya adalah membahas, memberikan arah kebijakan, dan mengambil keputusan atas berbagai isu utama. Dengan cara itu, KTT diharapkan dapat merealisasikan tujuan ASEAN dan berbagai kepentingan negara-negara ASEAN.
Dengan agenda utama membahas krisis Myanmar, KTT Khusus ASEAN ini diyakini dapat memberikan harapan bagi perdamaian berkelanjutan di negara itu. Sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021 lalu, sekitar 730 demonstran telah tewas dan ribuan orang ditangkap oleh junta Myanmar. Penangkapan itu bahkan juga dilakukan terhadap beberapa orang asing di Myanmar.
Sementara itu, masyarakat sipil Myanmar tidak pernah mengendorkan tekanan politiknya. Hampir tiap hari berlangsung demonstrasi menentang pemerintahan militer yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing. Protes masyarakat berlangsung semakin tidak terkendali. Akibatnya, beberapa investor asing mulai berpikir mengurangi aktivitas mereka di negara itu.
Beberapa tujuan KTT
Dengan situasi itu, KTT ASEAN menjadi harapan baru bagi pihak-pihak yang berhadapan di Myanmar. Masyarakat sipil telah membentuk Pemerintahan Persatuan Nasional (National Unity Government/NUG). Meskipun NUG mengkritik kehadiran junta militer di KTT ASEAN, NUG tidak bisa menghalangi kedatangan Jenderal Hlaing sebagai perwakilan resmi Myanmar.Â
Sementara itu, keanggotaan ASEAN yang berbasis pada pemerintahan itu mau tidak mau membuat ASEAN mengundang junta militer untuk mengisi kursi Myanmar di KTT itu.
Pada tingkat paling minimal, diplomasi ASEAN telah berhasil menghadirkan junta militer untuk duduk bersama satu meja dengan para pemimpin negara-negara anggota ASEAN lainnya. Kenyataan itu menciptakan struktur kesempatan baru bagi ASEAN untuk meraih tujuan KTT Khusus ini.
Ada beberapa tujuan KTT Khusus ini. Pertama, membahas situasi terkini di Myanmar serta mempertajam isu-isu regional dan internasional yang menjadi kepentingan bersama. Kedua, pembebasan segera dan tanpa syarat pemimpin politik yang ditahan di Myanmar.Â
Ketiga adalah meminta militer Myanmar tidak menggunakan kekerasan terhadap warga sipil yang tidak bersenjata, menyediakan ruang untuk pertemuan yang damai, dan kebebasan berbicara.
Keempat, meminta Myanmar kembali ke meja perundingan untuk menyelesaikan krisis politik ini dan menghindari peningkatan ketegangan.
Terakhir, kelima, memberikan akses ke bantuan kemanusiaan untuk kesehatan dan kesejahteraan rakyat Myanmar dan mengizinkan kembali pengungsi Rohingya ke negara bagian Rakhine dengan cara yang damai, sukarela dan bermartabat.
Efektivitas
Persoalan efektivitas KTT ini memang menjadi pertanyaan dari banyak pihak, baik di dalam maupun di luar kawasan Asia Tenggara. Banyak pihak telah meragukan kemampuan ASEAN dalam menyelesaikan krisis Myanmar ini.Â
Keraguan itu berasal dari beberapa faktor. Faktor pertama, legitimasi politik pemerintahan militer yang diundang ke KTT ini dipertanyakan. Rakyat Myanmar tidak mengakui pemerintahnya yang berkuasa sejak 1 Februari melalui kudeta militer.
Kedua, ASEAN tidak mengundang perwakilan masyarakat Myanmar, misalnya NLD atau NUG. Akibatnya, inisiatif perdamaian ASEAN melalui KTT khusus ini diragukan oleh masyarakat Myanmar. Bahkan Jaringan Organisasi Masyarakat Sipil menolak kehadiran junta militer.Â
Ketiga, tidak semua pemimpin dari ke-10 negara anggota ASEAN akan hadir. Konon, PM Thailand tidak hadir karena krisis Myanmar itu masalah domestik. Presiden Filipina Duterte juga tidak dapat hadir karena masalah pandemi di tingkat domestik.
Kenyataan ini menjadi persoalan bagi soliditas ASEAN dalam menekan pemerintahan militer Myanmar untuk membangun perdamaian.
Keempat, ASEAN melalui KTT ini dipaksa mengambil inisiatif ini untuk menegaskan sentralitas organisasi ini di kawasan Asia Tenggara. Tidak ada jalan lain bagi ASEAN untuk menunjukkan kapabilitasnya sebagai jembatan perdamaian bagi konflik kepentingan di Myanmar.
Keempat faktor itu tampaknya membuat ASEAN tidak dapat optimis mengenai hasil dari pertemuan pertama ini. Kemungkinan terjadi kebuntuan bakal ada, misalnya junta militer Myanmar menolak pembahasan isu-isu tertentu dan hasil KTT ini.Â
Meski demikian, setidaknya KTT ini menjadi langkah konkrit bagi ASEAN untuk bersikap dan melakukan tindakan nyata dalam menyelesaikan krisis Myanmar. ASEAN perlu menyamakan persepsi mereka dengan junta Myanmar demi menyelesaikan konflik yang ada.Â
Dengan tetap menjunjung prinsip non-interference sebagai prinsip utama ASEAN selama ini, KTT khusus ini merupakan upaya terbaik ASEAN pada saat ini. Melalui KTT ini, ASEAN memastikan bahwa negara-negara anggota ASEAN tidak hanya berdiam diri menyaksikan krisis politik yang tengah berlangsung di Myanmar.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H