Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Dosen "Anak Bawang" Perlu Memperhatikan Tiga Sikap Dosen Senior Ini

17 April 2021   00:57 Diperbarui: 18 April 2021   18:46 1797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia akademisi, khususnya perdosenan, adalah dunia yang keras. Makna kata "keras" ini bisa bermacam-macam. Misalnya, banyak hal serba ada dan apa adanya. Pada situasi tertentu kadang-kadang apa-apa ada. 

Lalu, saking keterlaluannya situasi hubungan antar-dosen malah bisa dianggap ada-ada saja. Dalam berbagai situasi itu, hubungan perdosenan sering riuh-rendah alias dinamis, termasuk ketika datang dosen anak bawang alias dosen baru.

Soal dosen baru ini, situasinya bisa berbeda dengan profesi lain. Dosen anak bawang dalam profesi ini seringkali tidak terduga, bisa mengagetkan, atau malah meresahkan. Ini berkaitan dengan latar belakang yang dimilikinya.

Dosen anak bawang itu bisa saja lulusan dari kampus tetangga yang sering "nyinyir", kampus luar negeri (bisa yang terkenal atau pokoknya luar negeri), dan gelarnya minimal S2 atau magister. 

Kampus kadangkala beruntung mendapatkan dosen anak bawang bergelar doktor, baik dari kampus domestik maupun luar negeri. Apalagi anak bawang bergelar doktor itu memiliki publikasi di jurnal terindeks Scopus bisa menjadi tantangan tersendiri bagi tempat kerja barunya.

Dengan situasi itu, dosen anak bawang sebaiknya "melihat-lihat" para seniornya. Satu pertanyaan penting adalah bagaimana sikap para dosen senior terhadap mereka. 

Tulisan ini tidak hendak menceritakan contoh-contoh penindasan senior kepada pegawai anak bawang itu.

Sebaliknya, ide pokok tulisan ini adalah bahwa dosen baru itu sebenarnya merupakan masa depan dari kampus secara umum atau, lebih khususnya, jurusan/program studi. 

Dalam 10 hingga 20 tahun kemudian, para anak bawang itu yang memimpin lembaganya. Pengalaman semasa menjadi anak bawang itu dapat menjadi model ketika mereka menjadi dosen senior.

Berangkat dari ide inilah, perilaku para senior dalam "menyambut" para dosen anak bawang menjadi sangat penting. Perilaku itu tidak hanya berkaitan dengan hubungan antara kedua pihak itu, namun juga dapat menjadi salah satu unsur yang mewarnai masa depan jurusan atau program studi itu.

http://www.momoestonia.com/
http://www.momoestonia.com/
Setidaknya ada tiga sikap dosen senior yang perlu mendapat perhatian dosen-dosen anak bawang.

Pertama, memahami kebaruan

Dosen anak bawang itu ibaratnya sebuah kebaruan atau novelty di dunia akademik. Para senior yang berpandangan seperti ini layak mendapat perhatian dari dosen anak bawang. 

Senior ini memahami kebaruan tidak hanya dalam penelitian, namun kehidupan keseharian mereka, termasuk keberadaan dosen baru itu.

Dunia ini sudah berubah, sehingga tantangan yang muncul pun berbeda. Karena itu pula, dosen baru yang muncul pun bisa sangat berbeda dengan para senior itu ketika mereka memulai kariernya dulu pada 10, 20, atau bahkan 30 tahun yang lalu. 

Jaringan dan informasi di internet pada masa lalu tidak semasif pada masa kini. Demikian pula networking, misalnya, para dosen anak bawang itu sangat berbeda dari para seniornya.

Tantangan ini menimbulkan peluang-peluang baru yang perlu disikapi dengan perilaku berbeda dengan masa lalu. Kehadiran dosen anak bawang itu menjadi bagian dari upaya menggapai peluang baru itu. 

Setiap dosen memiliki zaman atau momentum keemasannya sendiri-sendiri. Demi masa depan jurusan, maka momentum keemasan dari dosen-dosen di sebuah jurusan perlu dimanfaatkan sebaik mungkin. 

Salah satunya melalui dosen-dosen anak bawang itu. Tugas ini memerlukan dosen senior yang mampu memperhatikan"isi" dari para anak bawang itu.

Kedua, membimbing

Pada awal menapakkan kakinya di kampus, seorang dosen anak bawang atau junior akan menghadapi banyak kenyataan baru. Dari gedung kuliah, ruang jurusan atau program studi, nama-nama pejabat rektorat-fakultas hingga dosen-dosen di jurusan. 

Ada berbagai macam aturan main dari peraturan kepegawaian hingga urusan perkuliahan. Apa saja yang bisa dan tidak bisa dilakukan. Akhirnya adalah soal hak dan kewajiban dosen muda atau anak bawang itu.

Dalam situasi ini, dosen muda itu memerlukan dosen-dosen senior yang bisa membimbing dengan baik dan benar. Pemetaan atas aturan main berdasarkan boleh dan tidak, resiko dan manfaat bisa menjadi awal baik dengan bertanya kepada dosen-dosen senior atau ketua lembaga terkait secara langsung. 

Dalam hal ini, dosen senior bisa menjadi tempat bertanya yang sifatnya bisa lebih informal dan ramah ketimbang para pejabat yang lebih normatif.

Ketiga, bekerja sama

Jika membimbing itu berkaitan dengan aturan main di kampus atau lembaga, maka sikap senior untuk bekerja sama ini lebih berhubungan dengan kegiatan-kegiatan akademis. 

Kegiatan ini dikenal dengan nama Tri Dharma Perguruan Tinggi. Kegiatan itu secara sederhana, meliputi pengajaran, penelitian, pengabdian pada masyarakat, dan penunjang.

Dosen anak bawang pun perlu melihat para senior yang mau mengajak bekerja sama dalam kegiatan-kegiatan akademis. Kerja sama ini menjadi penting dan menarik. 

Para senior memiliki pengalaman dan endapan pemikiran mengenai konsep atau isu-isu tertentu. Sedangkan para dosen anak bawang memiliki pandangan baru mengenai isu-isu lama.

Kerja sama di antara mereka akan melibatkan pula pertukaran-pertukaran ide di antara dosen senior dan anak bawang. Kerja sama atau cooperation di zaman internet ini ternyata bersanding dengan kompetisi atau competition, sehingga muncul istilah baru yang menggabungkan kedua kata itu, yaitu coopetition. Bekerja sama dan berkompetisi pada saat yang sama. 

Kecenderungan coopetition ini tak dapat disangkal terjadi di antara dosen-dosen di kampus. Mereka tampaknya bekerja sama, namun juga sebenarnya berkompetisi.

Ketiga sikap di atas hanya sebagian kecil saja dari kompleksitas hubungan antara dosen senior dan dosen anak bawang. Mudah untuk menuliskannya di sini, tetapi sulit menjalankannya secara langsung. 

Tidak mudah bagi dosen anak bawang untuk menjelajahi perilaku seniornya. Sebaliknya, para dosen senior juga tidak mudah untuk menjalankan ketiga sikap itu.

Catatan historis mengenai kapasitas akademik para senior dan dosen anak bawang itu bisa ditemukan terserak di jagat internet atau di berbagai dokumen di kampus. 

Namun demikian, sikap atau sifat seseorang itu berbeda. Memang ada regularity dari sikap atau sifat seseorang, termasuk dosen senior dan junior atau anak bawang.

Selain itu, tidak ada resep khusus mengenai rumus-rumus hubungan dosen senior dan anak bawang yang baik dan berhasil. 

Ada kebiasaan-kebiasaan yang bisa ditiru dari tempat lain, namun perlu dipertimbangkan untuk melakukan modifikasi sesuai situasi dan kondisi masing-masing.

Persoalan akan selalu ada, namun komitmen untuk maju memerlukan ketiga sikap itu sebagai titik awal bagi hubungan yang lebih baik di antara dosen senior dengan dosen anak bawang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun