Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Presiden Abdurrahman Wahid dan Diplomasi Persatuan

14 April 2021   01:08 Diperbarui: 14 April 2021   01:10 1791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komitmen pemerintahan Gus Dur terhadap reformasi ekonomi menghasilkan dukungan kembali dari IMF. Lembaga keuangan internasional itu bersikap negatif terhadap Indonesia. Lebih jauh, IMF menarik dukungannya terhadap kebijakan reformasi dari pemerintahan Habibie sebagai akibat dari persoalan ekonom dan politik domestik.

Selain itu, diplomasi persatuan pemerintahan Gus Dur menghasilkan dukungan dan pengakuan atas integrasi nasional Indonesia dari pemimpin negara-negara, seperti anggota ASEAN, Jepang, RRC, negara Timur Tengah, dan sebagainya. Dukungan ini memainkan peran signifikan bagi pemerintah Indonesia berkaitan dengan menguatnya tuntutan desentralisasi dan, bahkan, desakan separarisme.

Melanjutkan Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, dalam hampir dua tahun masa kepresidenan, mengarahkan kebijakan luar negeri Indonesia melalui serangkaian inisiatif bilateral dan multilateral. 

Presiden menghidupkan kembali hubungan dan kerja sama Indonesia dengan banyak negara, dan mengikuti South Summit - G77 di Havana - serta Millennium Summit di New York. Inisiatif penting lainnya dari kepresidenannya adalah pembentukan Dialog Pasifik Barat Daya (the Southwest Pacific Dialogue), yang hingga saat menempatkan pengaruh Indonesia di kawasan itu.

Selain capaian-capaian itu, kebijakan luar negeri pemerintahan Gus Dur ternyata juga menimbulkan kontroversi. Salah satunya adalah rencana pembukaan hubungan bilateral Indonesia dengan Israel. Berbagai perdebatan publik mengenai rencana itu berujung pada pembatalan kebijakan itu. Situasi politik domestik belum memungkinkan hubungan bilateral kedua negara ditingkatkan.

Secara keseluruhan, diplomasi persatuan pemerintahan ini sangat menarik mengingat konteks ekonomi dan politik pada saat itu. Konteks itu tampak pada faktor-faktor domestik dan internasional yang berperan sebagai penentu kebijakan luar negeri sebuah negara, termasuk Indonesia.

###

Jika dibandingkan dengan pemerintahan Habibie, maka pemerintahan Gus Dur lebih leluasa dalam menjalankan diplomasinya. Presiden Habibie lebih memilih selalu berada di Indonesia selama pemerintahannya, tanpa pernah melakukan kunjungan kenegaraan. 

Kebijakan pemerintahan Habibie ini sangat wajar mengingat situasi ekonomi politik yang genting setelah pengunduran diri Presiden Suharto pada 19 Mei 1998. Apalagi stigma bahwa pemerintahan Habibie merupakan kelanjutan dari pemerintahan Suharto menjadi pertimbangan politik Yang penting bagi kebijakan presiden Habibie.

Sebaliknya, presiden Gus Dur tampak berusaha keras mendapatkan dukungan dari berbagai negara melalui kunjungan-kunjungan internasionalnya. Tidak ada jalan lain bagi presiden Gus Dur, kecuali mendatangi negara-negara itu dan meminta komitmen dukungan secara langsung dan berhasil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun