Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Reorientasi Diplomasi dari SBY ke Jokowi

13 April 2021   00:23 Diperbarui: 13 April 2021   00:30 904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Praktik diplomasi sebuah negara berpotensi memiliki masalah ketika terjadi perubahan pemerintahan. Penyebabnya bisa bermacam-macam, seperti perubahan orientasi politik luar negeri, tantangan internasional yang berbeda, atau kebutuhan perubahan konstelasi politik domestik. 

Salah satu yang menarik dari masa transisi pemerintahan itu adalah pada perubahan pemerintahan dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Joko "Jokowi" Widodo.

Seperti diary diplomasi sebelumnya, tulisan ini bermaksud merekam perubahan orientasi diplomasi Indonesia dari pemerintahan SBY ke Jokowi. 

###


Diplomasi SBY
Dibandingkan tiga pemerintahan sebelumnya setelah reformasi 1998, prestasi pemerintahan Presiden SBY dalam perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri bebas dan aktif memang tidak diragukan lagi. Sepuluh tahun pemerintahan SBY telah memberikan konteks waktu yang berkesinambungan dibandingkan masa Presiden Megawati, Gus Dur, dan Habibie. 

Perbedaan jangka waktu yang terus-menerus ini memang membuat pemerintahan SBY lebih leluasa dalam merumuskan dan menentukan kebijakan luar negerinya. Dua kali masa lima tahun dapat dimenangkan melalui pemilu demokratis. 

Legitimasi politik melalui pemilu itu menjadi modalitas penting bagi stabilitas politik domestik yang lebih kuat. Pada gilirannya, faktor-faktor domestik itu 'memudahkan' SBY dan pemerintahannya untuk menjalankan kebijakan luar negeri Indonesia.

Politik luar negeri pemerintahan SBY berorientasi pada million friends, zero enemy. Dengan orientasi tersebut, kerjasama tidak hanya dilakukan di antara aktor-aktor negara, namun melibatkan juga aktor-aktor non-negara. Perumusan kebijakan seperti ini mengikuti perkembangan dunia pada saat itu bahwa negara bukan lagi satu-satunya aktor dalam hubungan internasional.

Aktor-aktor non-negara juga sangat penting diajak bekerjasama demi menggapai kepentingan nasional Indonesia. Salah satu kepentingan nasional itu adalah peningkatan peran Indonesia dalam hubungan internasional. Negara terbesar di Asia ini harus menunjukkan kepemimpinan tradisionalnya di kawasan Asia Tenggara ini, misalnya, melalui ASEAN.

Peran aktif diplomasi Indonesia di ASEAN dalam 10 tahun pemerintahan SBY telah mengembalikan peran kepemimpinan Indonesia di organisasi regional itu. Selama enam tahun reformasi, fokus ke-4 pemerintahan hanya berkutat pada reformasi ekonomi nasional. 

Pemerintahan SBY memperoleh momentum bersejarah untuk mengembalikan citra diplomasi Indonesia di berbagai forum internasional. Kemampuan diplomasi Indonesia yang menonjol dapat ditemukan melalui keanggotaan aktif pada forum-forum, seperti G7, APEC, MDGs dan berbagai forum multilateral lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun