Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisah Seblak Kasur Sampai di Budapest

20 Februari 2021   09:36 Diperbarui: 20 Februari 2021   09:48 1397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini cuma kisah di masa lampau tentang sebuah seblak. Barang remeh-temeh tapi penting itu harus mengarungi beberapa negara untuk sampai ke tangan pemiliknya.

----

Entah kenapa harus seblak, bukan yang lain yang lebih mudah dibawa. Tahu seblak kan? Oya, seblak ini bukan nama makanan yang pedas bukan kepalang itu lho. Namanya memang sama ya...hehehe... Yang dimaksud di sini adalah seblak kasur.

Memang seblak itu yang diidamkan. Seblak atau tebah itu cuma alat sederhana tapi penting untuk membersihkan debu di kasur atau tempat tidur. Ada seblak yang terbuat dari lidi yang diikat ujungnya atau yang dari rotan. 

Saking pentingnya seblak bagi kebersihan kasur atau tempat tidur, ada teman yang nitip dibelikan seblak kasur.

Mas Sis yang perlu seblak kasur itu. Repot-repot dia nelpon mas Dab sambil mengiba minta dibawakan seblak itu. Masalahnya adalah seblak itu nggak dibawa ke Muntilan, kota kelahirannya. Tapi dibawakan ke Brno!!! Itu kota besar kedua di negara Ceko. Walah...jauh-jauh ke negara Vaclav Havel kok cuma minta dibawakan seblak?!?

Begitulah teman karib mas Dab ini biasanya ingin sesuatu yang ng-Indonesia pas tinggal di luar negeri. Biar bau Indonesia atau Jawa tetap ada di mana pun dia tinggal. Pernah suatu kali dia minta dibawakan teh kotak sosro atau gudeg. Untunglah, waktu itu Mas Sis tinggal di Frankfurt. Imigrasi bandara di sana masih 'membolehkan' dilewati barang-barang seperti itu. 

Pengalaman mas Dab, imigrasi di Eropa lebih longgar ketimbang di Australia. Mana berani mas Dab menenteng gudeg melewati bandara Sydney atau Melbourne, pasti ketahuan imigrasi. Dan barang-barang itu pastinya tidak bisa dibawa masuk ke negeri Kangguru itu. 

Kali ini mas Dab mau ke Budapest, Hungaria. Begitu mendengar selentingan kabar itu, mas Sis langsung nitip seblak kasur itu. Mas Dab membeli seblak yang dari sapu lidi supaya mudah dimasukkan di bagasi. Di sana, ada temannya yang akan memaketkan seblak ke tempat tinggal mas Sis.

-----
Tiba saatnya mas Dab memulai perjalanan ke Budapest. Itu piknik edukasi di awal 2010an. Cuma 7 hari di sana dapat gratisan ikut kursus. Semua pengeluaran dibiayai pihak sponsor. Bawa badan saja, begitu istilah yang biasa dipakai mas Dab. Tempatnya di kampus Central European University (CEU). 

---
Kampus itu milik George Soros. Si Soros ini adalah pialang saham yang dianggap sebagai salah satu penyebab investor asing 'lari' keluar dari Indonesia, sehingga menyebabkan Indonesia terjerembab ke dalam krisis ekonomi 1997. Tapi, si Soros ini pula yang mendanai salah seorang pengusaha di awal 200an. Dia sekarang menjelma menjadi seorang konglomerat berpengaruh dan pemilik salah satu partai politik di negeri +62 ini. 

Dengan uang Soros itu, pengusaha besar itu bisa mendekat ke Presiden Gus Dur. Dia dianggap berjasa menyelamatkan atau membeli banyak perusahan yang limbung gegara krisis. Salah satu perusahaan yang dibeli itu adalah milik salah satu anak keluarga Cendana
---

Berangkat dari bandara Jakarta di malam hari jam 7an. Tiba di Franfurt pagi jam 6an, tapi harus heboh dulu di pemeriksaan imigrasi. Seperti telah diduga sebelumnya, mas Dab sudah siap-siap dengan strategi khusus supaya seblak itu selamat alias tidak dirampas petugas imigrasi. 

Setelah paspor diperiksa, mas Dab dibawa ke ruangan khusus dengan beberapa penumpang lainnya. Laptop dikeluarkan, lalu diperiksa keaslian software. Untungnya, semua software di laptop itu gratisan. Tapi justru setelah itu mulailah kehebohan di bandara.

Hebohnya adalah pas mengeluarkan laptop itu. Petugas menemukan pakaian dalam alias CD. Itu barang-barang pribadi miliki istri dan empat anak mas Dab! Waduh... barang-barang di bagasi itu diodhal-adhul. Petugas itu heran mungkin ya...kenapa ada di koper, padahal orangnya tidak ada. Ya, mas Dab terpaksa menjelaskan pakai bahasa Inggris, sedangkan si petugas menjawab dengan cengkok Jerman yang kaku.

Lha buat mas Dab, pakaian dalam itu harus dibawa untuk obat kangen ke orang-orang di rumah di Ungaran, sebuah kota kecil di Kabupaten Semarang. Sebaliknya juga buat anak-anak tidak kangen ke bapaknya. Wah malu juga dilihatin orang-orang lain di sekitar. Untungnya...sekali lagi...untungnya, itu pemeriksaan software laptop saja. 

Untungnya lagi, tangan petugas imigrasi tidak meraba bagian bawah bagasi tempat si seblak disembunyikan. Barang panjang itu terpaksa dilengkungkan supaya muat di bagasi. Akhirnya, semua pakaian dalam dan seblak itu bisa lolos dari imigrasi bandara Frankfurt. Lega sudah mas Dab.

Tiba di bandara Budapest pagi jam 10an lewat Frankfur jam 6an. Dari bandara, mas Dab langsung dijemput pihak sponsor untuk diantar ke hotel kampus CEU. Masih hari Minggu, masih ada waktu jalan-jalan di sekitar hotel. Secepatnya mas Dab ‘survei’ ke lingkungan di sekitar hotel, siapa tahu ada toko 24 jam atau gerai cepat saji untuk membeli kebutuhan harian.

###


Selama 5 hari kursus di CEU, mas Dab perlu mencari waktu menitipkan seblak kasur itu ke teman mas Sis. Alamatnya beberapa blok dari KBRI Budapest. Dari jadwal kegiatan kursus, cuma hari Senin siang atau sore di hari pertama itu yang waktunya fleksibel.

Mas Dab balik ke hotel untuk mengambil seblak itu. Muncullah masalah bagaimana membawa seblak kasur yang panjang itu. Seblak tidak bisa masuk ke tas selempang, jadinya terpaksa dibungkus koran bekas dan dibawa begitu saja.

Sambil tanya ke sana-sini, mas Dab janjian ketemu mas Andi, sohib mas Sis, di depan KBRI Budapest. Perlu naik 2 tram dan 1 bis umum untuk sampai ke sana. Setelah 2 jam perjalanan, mas Dab turun dari bis pas di depan gedung KBRI dan ketemu mas Andi.

Langsung saja mas Dab memberikan seblak kasur itu ke mas Andi sambil bercerita perjalanan seblak itu dari Semarang ke Budapest.

—-
Sepenggal kisah seblak kasur itu berakhir setelah berpindah ke tangan orang lain. Entah, bagaimana kisah lanjutan perjalanannya ke Brno, Ceko. Entah, bagaimana pula nasib seblak itu ketika sudah sampai di tangan mas Sis.

* Jikalau ada kesamaan nama, tempat, atau cerita, maka itu hanya kebetulan saja. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun