Betapa mudahnya hubungan kasih sayang sebuah keluarga atau sepasang kekasih di masa kini. Di jaman internet yang serba-gawai ini, segala sesuatunya bisa 'dimasukkan' ke dalam gawai. Berbeda-beda bentuk dan nama-nya, yang pasti ada nama yang menyatukannya, yaitu gawai.
Nah, hampir semua perilaku dan hibungan sosial, ekonomi, budaya, dan politik bisa diselenggarakan di atau melalui gawai itu. Perilaku sosial, misalnya, juga bisa difasilitasi dan dipermudah oleh gawai itu. Bahkan hubungan antar-manusia yang privat pun bisa dilewatkan di gawai itu, termasuk hubungan dalam berkisah kasih dan sayang-menyayangi.
Begitu pula ketika muncul masalah dalam hubungan kasih sayang itu, seperti LDR atau Long Distance Relationship. Solusinya tentu saja adalah gawai itu.
Gawai itu telah memainkan peran penting dalam mengatasi masalah kangen atau rindu karena LDR. Jaman yang semakin modern mempengaruhi perilaku interaksi antar-individu. Perilaku saling mengasihi dan menyayangi juga berubah. Dulu segala sesuatunya harus bertemu muka atau setidaknya mendengar suara untuk menunjukkan kasih sayang.
Sekarang gawai bisa mengatasi masalah kangen atau rindu itu. Tinggal membuka gawai, pilih aplikasi telepon atau perpesanan yang bisa menelepon, lalu pilih panggilan video. Bisa juga melalui video conferencing dengan aplikasi zoom dan pilihan lainnya sesuai selera. Selesailah masalah LDR itu dengan pertemuan virtual.
Lalu, bagaimana caranya mengatasi kangen antara orang tua dan anak karena LDR di jaman sebelum ada gawai? Atau ketika gawai itu masih dalam bentuk paling awal, masih mahal, fungsinya masih terbatas hanya untuk menelepon dan berkirim sms dengan biaya masih mahal. Waktu itu belum ada gawai 'sejuta umat', termasuk istilah ini juga belum ada.
Boleh percaya atau tidak... pada masa lalu, solusi kangen gegara LDR itu adalah si suami atau istri yang hendak bepergian membawa pakaian pasangan dan anaknya. Entah dari mana perilaku sosial itu berasal dan kapan bermula.
Sependek pengetahuan saya, perilaku membawa baju anak ini tidak ada dalam tradisi atau budaya Jawa. Entah di budaya lain, mungkin ada yang semacam ini? Mau dikatakan kebiasaan juga bukan, tapi perilaku itu yang ada. Tidak semua percaya, tetapi tidak sedikit yang mempraktekannya. Apakah praktek ini bisa dimasukkan ke dalam kategori local wisdom?
Syahdan, idenya adalah bahwa tubuh dari ayah atau ibu yang tertinggal di baju atau pakaian itu yang dipandang menjadi obat mujarab untuk rasa kangen anak. Konon, membawa baju si kecil dapat mengobati kangen ayahnya atau ibunya ke anak. Sebaliknya, dengan membawa baju anaknya, maka di rumah si buah hati juga tidak mudah rewel karena ditinggal pergi ayahnya atau ibunya bertugas ke luar kota atau luar negeri.
Tuntutan kerja biasanya mengharuskan orang tua untuk berada jauh dari keluarga. Waktunya bisa variatif. Beberapa teman bahkan harus mengalaminya bertahun-tahun menempuh perjalanan Yogya ke Jakarta pulang-pergi setiap minggu. Jumat sore pulang ke Yogya, lalu Minggu sore atau malam harus bergegas balik ke Jakarta.
Saya dan istri pernah 'terpisah' di tiga kota yang beda dengan kedua anak kami ketika mereka masih kecil. Saya harus berada di Melbourne, istri saya di Jakarta, dan anak kami di Yogya bersama kakek-nenek mereka. Saya hanya bisa pulang-pergi ketika libur kuliah. Istri saya harus bolak-balik tiap 1 atau 2 minggu selama 6 bulan.