Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Sweet Karma, Bisa Menulis Artikel Opini Koran Karena Dikejar Deadline

14 Februari 2021   05:53 Diperbarui: 14 Februari 2021   06:11 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSc_jmjNVKlPCqKgTgmUGpLCmfVqqTe-IdLng&usqp=CAU

Ketika tiba-tiba tercenung gara-gara kekenyangan makan hidangan Imlek, ingatan saya melayang ke awal-awal menulis artikel opini untuk koran atau harian di awal 2010an. Wah pengalaman ini bisa dimasukkan ke kategori sweet karma di topik pilihan Kompasiana.

Menulis artikel opini untuk koran merupakan sesuatu yang baru bagi saya dan teman-teman sejawat dosen di tempat saya pada waktu itu. Sebuah kemewahan jika tulisan dapat dimuat di rubrik atau kolom opini di sebuah koran. 

Siapa yang tidak ingin tulisannya dimuat di sebuah koran dan namanya dikenal di seantero wilayah. Jika korannya nasional, maka nama dikenal se-Indonesia. Begitu pula jika korannya regional atau lokal, popularitas nama akan mengikuti.

Namun demikian, menulis artikel opini di koran tidaklah semudah membalik telapak tangan. Terlalu banyak cara mudah yang jauh dari kenyataan mengenai sulitnya menembus meja redaksi surat kabar. Bagi saya, upaya coba-coba yang sudah berkali-kali menyebabkan saya kapok tidak mau mencoba lagi. Percuma. Sudah banyak mikir, nulisnya juga susah, ternyata tidak dimuat. Akhirnya, malah kecewa dan marah-marah.

Rasa kapok itu diikuti dengan keengganan menanggapi tawaran seorang teman baik agar membuat tulisan opini. Tiga hingga empat kali dia menawari saya. Hingga saya berpikir dia serius dengan tawaran ini. Saya pun mencobanya dan mulai 'berkenalan' dengan deadline atau tenggat waktu. 

Awalnya memang dikejar-kejar deadline. Saya sempat gusar ke teman itu karena hanya diberi waktu 2 jam untuk menulis artikel opini di sore hari. Jam 14.00an informasi untuk menulis itu diberikan. Tulisan harus selesai pada jam 16.00 dan dikirimkan ke imelnya.

Selama 2 jam itu, saya harus fokus dengan isu yang hendak ditulis, mencari informasi atau data yang berkaitan dengan fakta-fakta pendukung bagi argumen tulisan saya. Yang paling sulit adalah pada tahap menuliskan ide, argumen, dan fakta-fakta pendukung.

Setelah beberapa kali menulis, artikel opini ternyata bisa diselesaikan sebelum tenggat waktu itu. Senang rasanya bisa menulis dan selesai tanpa melebihi tenggat waktu yang diminta.

Yang menarik adalah bahwa tulisan itu tidak dijamin untuk dimuat. Beberapa kali tulisan saya ditolak alias tidak dimuat. Tulisan harus tetap melalui meja editor atau redaksi yang ketat. 

Kenyataan ini tentu saja di luar dugaan. Memang setiap koran memiliki bagian editor yang mengawal isi tulisan opini agar sesuai dengan syarat dan ketentuan dari koran tersebut.  

Dalam pemikiran saya, pemberian informasi mengenai permintaan artikel opini akan disertai dengan kemudahan proses screening tulisan. Pikiran saya salah ternyata. 

Sebaliknya, kenyataan ini justru bagus sekali. Walaupun ada permintaan tulisan dari teman, namun tulisan itu tetap harus berkualitas baik sesuai dengan standar koran tersebut.

Menulis artikel opini untuk koran memang gampang-gampang susah. Dianggap gampang karena isu yang akan ditulis memang bidang 'kerjaan' selama ini. Isu-isu internasional memang menjadi perhatian, walaupun masing-masing dosen memiliki spesialisasi studi. Spesialisasi saya, misalnya, adalah politik luar negeri Indonesia, ASEAN, dan isu-isu hubungan internasional di Asia Tenggara.

Ada teman yang lebih fokus pada kajian Amerika Serikat, China, Uni Eropa, dan seterusnya. Singkatnya, kebutuhan mengenai artikel opini yang membahas hubungan internasional dapat ditemukan pengajarnya di tempat saya bekerja.

Meski begitu, menulis artikel opini juga bisa dikatakan sulit karena tidak/belum pernah atau tidak biasa menulisnya. Ruang tulisan artikel opini yang hanya 700-900 kata menjadi sangat terbatas dan sulit bagi orang yang terbiasa menulis paper akademik sebanyak 25-20 halaman. Oleh karena itu, kemampuan menulis artikel opini koran kadang-kadang memerlukan latihan rutin.

Sekarang dikejar deadline menjadi sesuatu yang biasa. Malah sebaliknya, saya yang mengejar atau mencari-cari deadline sendiri. Namun ini tidak berarti proses menulis berjalan lancar. Ada kalanya hambatan muncul tak disangka dan tak dinyana justru menjelang deadline yang saya buat sendiri. 

Latihan menulis karena dikejar-kejar deadline itu yang membuat saya bisa menulis artikel opini untuk koran. Itu pengalaman sweet karma saya. Sekarang, semua tulisan itu dimigrasikan ke bentuk online di Kompasiana:)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun