Kepribadian Jokowi itu dipandang sebagai salah satu sebab paling masuk akal dari absennya Presiden Jokowi di Sidang Umum PBB sejak ia menjabat pada 2014.
Dalam situasi pandemi pada saat ini, kedua aspek itu, yaitu internasional dan domestik, menjadi faktor yang juga menentukan diplomasi pemimpin sebuah negara.Â
Penerapan protokol kesehatan yang ketat antar-negara telah memaksa hampir semua negara di dunia untuk mengurangi interaksi antar-warganegara. Diplomasi antar-negara tidak lagi dijalankan melalui berbagai forum pertemuan tatap muka secara langsung.Â
Pandemi telah menyebabkan hubungan internasional harus menyesuaikan diri agar tetap berfungsi dalam menjembatani komunikasi di antara para diplomat dan pemimpin negara. Akibatnya, diplomasi antar-negara berjalan secara virtual melalui video conferencing. Perubahan ini tentu saja memerlukan karakter dan cara diplomasi yang berbeda daripada sebelum masa pandemi.
Kemampuan diplomasi untuk menyesuaikan diri dengan struktur internasional di masa pandemi ini berperan dalam menentukan keberhasilan sebuah negara dalam bekerjasama dan berkompetisi dengan negara lain.
Dengan kemampuan itu, sebuah negara mampu bekerjasama secara bilateral dan multilateral untuk mengembangkan sistem tanggapan terhadap pandemi, menemukan vaksin, dan penyediaan vaksin bagi warganegaranya.
Gaya diplomasi Jokowi terhadap pemimpin China Xi Jinping telah memungkinkan Indonesia mendapatkan vaksin lebih cepat daripada negara-negara lain sesama anggota ASEAN. Pragmatisme Jokowi dalam penyediaan vaksin di dalam negeri menjadi salah satu bukti dari keberhasilan diplomasi bilateral antara Indonesia dan China.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H