Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menantang Globalisasi: Virus Mutasi, WNA Dilarang Masuk ke Indonesia!

4 Januari 2021   11:01 Diperbarui: 4 Januari 2021   11:28 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demi melindungi warganegara-nya dari virus mutasi, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) telah melarang warna negara asing (WNA) memasuki wilayah Indonesia sejak 1 hingga 14 Januari 2021. Penyebab utamanya adalah penemuan tiga mutasi baru virus korona di Inggris, Afrika Selatan, dan Nigeria. Virus mutasi ini terindentifikasi pertama kali di Inggris, diberi nama VUI-202012/01, dan berdaya tular lebih tinggi 70 persen.

Dalam waktu singkat penyebaran virus mutasi sudah mencapai Belgia, Italia, Denmark dan Belanda, Jepang, Australia, Malaysia, Vietnam, dan Singapura. Akibatnya, beberapa negara seperti Amerika, Jepang, beberapa negara Eropa, dan Indonesia sudah melarang penerbangan dari Inggris.

'Anak kandung' globalisasi
Virus Corona atau Covid-19 dan virus mutasi barunya adalah ‘anak kandung’ globalisasi. Persebaran pesat Covid-19 ke lebih dari 180 negara anggota PBB ternyata telah menimbulkan ketegangan dalam dinamika globalisasi pada saat ini. Tanpa disangka, globalisasi telah menimbulkan persoalan besar bagi pendukung utamanya selama ini, yaitu negara.

Globalisasi telah memberi jalan bagi virus itu untuk ”membiak” melampaui batas-batas negara. Globalisasi yang ditampilkan dalam wajah kebebasan mobilitas barang, jasa, modal, dan manusia antar-negara menjadi wahana subur bagi persebaran global wabah virus itu. Apalagi manusia sebagai 'alat' dari mobilitas bebas globalisasi justru menjadi pembawa (carrier) dan penyebar (transmitter) virus itu. Akibatnya, wabah Covid-19 telah menebarkan ancaman global ke semua penduduk di seluruh negara di dunia.

Sebagai respon dari persebaran virus itu, negara-negara harus mengambil kebijakan melakukan pencegahan terhadap penyebaran lanjut virus itu. Berbagai negara terpaksa harus menutup pintu-pintu internasionalnya di bandar udara dan pelabuhan laut dari para pendatang. 

Pada 5/3/2020, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengumumkan kebijakan menutup pintu bagi pendatang yang berasal dari atau pernah ke Iran, Korea Selatan, dan Italia. Ini menyusul kebijakan sebelumnya, yaitu penghentian sementara penerbangan dari Indonesia ke berbagai kota di Tiongkok. Beberapa negara bahkan menghentikan penerbangan dari dan ke negara bukan Tiongkok sebagai episentrum awal virus ini.

Mutasi virus Corona pada pertengahan Desember 2020 menjadikannya lebih berbahaya. Berbagai negara memberlakukan lockdown kedua atau, bahkan, ketiga setelah menyusul yang pertama di Maret 2020. Inggris sebagai tempat pertama ditemukannya virus mutasi baru Covid-19 harus menerima akibatnya. Beberapa negara, termasuk Indonesia, menolak kedatangan warga Inggris dan penerbangan dari negara ini mulai minggu terakhir Desember 2020.

Kebijakan-kebijakan semacam ini seakan menjadi protokol internasional yang juga diterapkan berbagai negara dengan tujuan serupa. Demi keamanan nasional, yaitu perlindungan warganegara,  menjadi prioritas penting bagi sebuah negara. Musuh yang harus dicegah masuk wilayah sebuah negara bukan lagi teroris, kelompok bersenjata, atau negara lain, melainkan manusia atau warganegara yang 'ditunggangi' oleh Covid-19.

Upaya unilateral (sepihak) dari negara itu menjadi semakin beralasan atas sah (legitimate) ketika memperhatikan laju persebaran dan jumlah kasus Covid-19 yang semakin memprihatinkan hingga awal 2021 ini. 

Hingga saat ini, Covid-19 terkonfirmasi positif mencapai lebih dari 85 juta kasus di seluruh dunia. Jumlah tertinggi tidak lagi di daratan China, namun episentrumnya telah berpindah ke Amerika Serikat (AS) dengan lebih dari 21 juta kasus hingga hari ini. Jumlah kematian tertinggi secara global juga terjadi di AS, dengan 355 ribu orang dilaporkan meninggal dunia.

Wabah Covid-19 ternyata telah memunculkan episentrum-episentrum baru di luar kota Wuhan (Tiongkok), seperti di Korea Selatan, Iran, Italia, Rusia, dan AS. Persebaran global virus ini telah meluas ke hampir semua negara di dunia, termasuk di benua Afrika.

Menantang Globalisasi
Kini ’anak kandung’ globalisasi itu telah bertransfomasi menjadi musuh terbesarnya. Persebaran Covid-19 ke berbagai negara justru berlangsung dengan cara menunggangi proses globalisasi itu. Perjalanan manusia lintas-negara terpaksa dibatasi. Interaksi langsung antar-manusia dari berbagai negara dalam bentuk kegiatan multilateral (ibadah keagamaan, pertandingan olahraga, pertemuan pemimpin negara) terpaksa dibatalkan. 

Beberapa yang lain masih bisa ditunda atau dipindah ke tempat lain, namun tanpa jaminan akan benar-benar dilakukan. Kegiatan akbar sekelas Olimpiade yang akan diselenggarakan pada pertengahan 2021 ini mungkin perlu dipertimbangkan ditunda lagi sebagai akibat dari mutasi baru virus Corona. 

Hingga kini, kita belum tahu kapan wabah Covid-19 dan mutasinya dapat diatasi dan memberi lampu hijau bagi jalannya berbagai aktivitas seperti sebelum virus ini mewabah. Mutasi virus memberikan indikasi kuat bahwa virus ini sayangnya masih akan berkembang, walaupun berbagai negara telah melakukan vaksinasi kepada warganegara-nya. Konon vaksin yang telah ditemukan belum bisa melawan mutasi terbaru virus Corona.

Keamanan Manusia

Perkembangan ini menempatkan globalisasi berhadapan langsung dengan urgensi keamanan manusia bagi semua negara. Covid-19 tidak menyerang simbol-simbol negara atau tempat-tempat strategis bagi keamanan nasional sebuah negara. Covid-19 telah secara langsung menyerang manusia yang merupakan warganegara dari sebuah negara. 

Manusia ini bisa siapa saja yang berada di dekat kita, tanpa diduga sebelumnya. Varian baru virus SARS-Cov-2 tersebut baru lebih mudah menular dan lebih mudah menyerang anak-anak. Setiap orang dapat dikatakan merupakan ancaman bagi orang lain yang secara fisik berada di jarak paling dekat. Manusia menjadi sumber penyebaran virus. Akibatnya, setiap negara mengambil kebijakan  ‘menutup’ wilayahnya dari potensi persebaran virus ini.

Padahal warganegara tidak hanya tinggal di negaranya sendiri, namun ada yang tinggal di negara-negara lain, misalnya dalam rangka belajar. Dalam situasi ini, perlindungan terhadap warganegara sebuah negara di negara lain juga menjadi perhatian penting bagi berbagai negara. Di awal perkembangannya (Maret hingga April 2020), berbagai negara pun harus melakukan evakuasi secepatnya warganegara masing-masing dari kota itu. Apalagi pemerintah Tiongkok menutup (lockdown) kota itu demi perlindungan kesehatan masyarakat luas.

Luasnya persebaran Covid-19 menunjukkan virus ini tidak sekedar merupakan persoalan kesehatan bagi masyarakat lokal di kota Wuhan, Tiongkok. Banyaknya pendatang dari berbagai negara menjadikan wabah Covid-19 memiliki dimensi global. Tak ayal, negara hadir demi menghambat persebaran global virus ini.  

Perkembangan terbaru terkait virus mutasi segera menimbulkan peringatan bagi negara. Melindungi warga negara dari ancaman virus adalah hak dan, sekaligus, kewajiban negara. Penutupan pintu-pintu lalu lintas internasional dan larangan masuk bagi semua WNA adalah dua di antara banyak contoh perlindungan negara terhadap warganya.

Indonesia pun menantang globalisasi demi mencegah penyebaran virus mutasi baru.

Sumber: 1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun