Bahkan, bahasan mengenai isu tertentu yang sangat sensitif bisa dilakukan dengan bentuk yang berbeda dan ditulis dengan apik. Kompasiana ini ibarat sebuah 'supermarket' atau 'mall', Kita bisa menemukan berbagai macam tulisan, dari yang humor, serius, dan sensitif hingga yang menyedihkan.
Selain itu, banyak tulisan yang bentuknya out of the box alias tidak terlalu terpaku atau terperangkap pada aturan mainnya. Misalnya, satu bait puisi harus memiliki empat baris. Jadi, saya coba memaknai kata kecanduan yang cenderung negatif itu menjadi positif.Â
Sambil membaca, saya mengamati beberapa hal dari tulisan-tulisan inspiratif para Kompasianer. Saya pun mencoba meniru dengan mencoba belajar menulis cerita pendek (cerpen). Saya belajar menulis cerpen ‘yang lebih pendek’ atau yang yang lebih dikenal sebagai cerita tiga kalimat (tatika).
Sebelum saya tutup tulisan ini, saya perlu menyampaikan bahwa cara-cara ini hanya sebagian kecil saja dari melimpah ruahnya cara yang tersedia dan bisa dicari di mesin pencari google atau bing. Cocok atau tidaknya cara tersebut sangat tergantung pada praktek menulis dari penulis itu sendiri. Berlatih menulis setiap hari, satu hingga tiga alinea mengenai berbagai hal yang ada di depan kita akan menjadi ujian tersendiri bagi penulis pemula.
Seorang pelatih menulis mengatakan jika ingin menulis cerpen, maka bacalah 5-7 cerpen setiap hari selama 2 minggu. Dengan cara itu, seorang penulis pemula dapat belajar mengenai banyak hal dari cerpen-cerpen yang dibacanya. Misalnya gaya tulisan, cara menuliskan ide, bentuk cerpen, dan seterusnya. Dari pengalaman membaca banyak cerpen itu, seorang penulis bisa langsung menulis cerpen tanpa harus menunggu waktu 2 minggu itu.
Ada banyak proses dalam kegiatan menulis, tetapi, paling tidak, ada tulisan yang dihasilkan dari situasi ketidaktahuan. Harapannya, situasi itu akan mendorong penulis untuk berkembang dan selalu belajar, sehingga semakin tahu dan paham tentang isu-isu yang hendak ditulis. Soal pilihan kata dan lain-lain yang terkait dengan proses editing substansi dari sebuah tulisan bisa 'diurus' belakangan.Â
Harap diingat, konteks tulisan ini adalah menulis karena ketidaktahuan. Jika ketidaktahuan tentang sesuatu saja bisa dihasilkan sebuah tulisan, apalagi jika kita memiliki pengetahuan. Oleh karena itu, satu tulisan selesai atau jadi dapat menjadi sebuah motivator bagi munculnya tulisan-tulisan selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H