Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Analisa 4 Fakta Menarik di Pilkada 2020

9 Desember 2020   04:12 Diperbarui: 9 Desember 2020   18:13 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, Rabu, 9 Desember 2020, pemilihan kepala daerah (Pilkada) akan berlangsung di 270 daerah di seluruh Indonesia. Ke-empat fakta menarik ini berasal dari mesin pencari google; bukan empat besar yang paling menarik, tetapi (menurut saya) menarik untuk diangkat menjadi tulisan yang berkaitan dengan Pilkada 2020. 

Pilkada 2020 ini diselenggarakan secara serentak di 270 wilayah di Indonesia, yang meliputi: sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Sementara itu, periode waktu kampanye berlangsung selama 71 hari, yaitu sejak 26 September hingga 5 Desember 2020.

Keempat fakta itu sangat menarik untuk dianalisa karena berkaitan dengan fakta umum dari pilkada di 270 daerah. Jika kita ingin melihatnya lebih rinci, maka bisa saja ditemukan 270 fakta menarik dari tiap daerah yang menjalani pilkada serentak pada 2020 ini.

Kondisi yang tidak mungkin itu membuat saya mencari cara lain untuk melihat fakta-fakta umum di pilkada 2020 ini.

Keempat fakta menarik itu, antara lain:
1. Pasangan calon (paslon) tunggal terdapat di 25 daerah. Ini berarti masyarakat hanya memiliki satu paslon saja dalam pemilihan. Dalam proses pemilihan, jika calon tunggal yang meraih suara terbanyak dan menang, maka prosesnya akan berjalan seperti biasa.

Jika ternyata tidak ada sengketa, paslon tunggal dapat segera dilantik sebagai calon terpilih.

Namun sebaliknya, jika perolehan suara terbanyak diraih oleh kotak kosong maka pelaksanaan Pilkada di daerah terkait harus diulang sesuai Pasal 54 D ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. (Sumber: liputan6.com)

2. Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) menerjunkan 862 praja utama (dengan rata-rata tiga orang praja di sembilan provinsi, 37 kota dan 224 kabupaten) untuk memantau pelaksanaan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020.

Selain memonitor, para praja ini juga akan menyebarkan kuesioner yang pelaksanaannya akan berkoordinasi dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Dalam Negeri Pemerintahan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. (Sumber: liputan6.com)

3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan daftar calon kepada daerah yang memiliki harta kekayaan paling besar. KPK telah mengumpulkan 10 nama calon kepala daerah yang disebut terkaya.

Daftar tersebut dirilis berdasarkan analisis KPK terhadap Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) para calon kepala daerah sebagai satu di antara syarat mengikuti Pilkada. (Sumber: tribunnews.com)

4. Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan 92 persen warga di 270 wilayah Pilkada 2020 akan ikut memilih pada Pilkada Serentak 9 Desember 2020. Sementara itu, yang menyatakan tidak akan ikut memilih hanya berjumlah 8 persen.

Temuan itu disampaikan Direktur Riset SMRC Deni Irvani saat presentasi temuan survei nasional SMRC bertajuk 'Kesiapan Warga Mengikuti Pilkada di Masa Covid-19' secara daring pada Minggu (6/12/2020).

Delapan persen warga mengaku tak akan memilih dengan alasan beragam. Sebanyak 38 persen dari mereka khawatir tertular atau menularkan Covid-19. Sebanyak 28 persen menyebut pilkada serentak tidak penting dan 27 persen mengatakan tidak ada calon yang meyakinkan. 

Sementara itu, hasil survei juga menyatakan 64% warga di Indonesia berharap Pilkada serentak tetap dilangsungkan pada 9 Desember 2020 dengan protokol kesehatan ketat agar kepala daerah punya mandat dari rakyat.

Hanya 28% yang menilai pemilihan daerah sebaiknya ditunda sampai keadaan Covid-19 terkendali dan kepala daerah ditunjuk oleh pemerintah. (Sumber: suarakarya.id)

Analisa dari empat fakta menarik di atas, antara lain:
Pertama, demokrasi di tingkat lokal (Pilkada) mulai membiasakan diri dengan pasangan calon (paslon) tunggal yang melawan kotak kosong. Masyarakat bahkan harus memahami bahwa kotak kosong bisa memenangkan pilkada, seperti di kota Makassar pada 2018 lalu.

Selama masa kampanye, sosialisasi kotak kosong bisa dilakukan agar masyarakat paham bahwa memilih kotak kosong di daerah yang terdapat calon tunggal tidak dilarang. 

Kedua, dalam konteks ini, memilih kotak kosong berarti berbeda dengan golput atau golongan putih. Di sini, kotak kosong dipandang masih mengakui sistem pemilu, sedangkan golput cenderung tidak percaya atau menolak sistem pemilu.

Ketiga, salah satu pemantau Pilkada 2020 adalah praja IPDN. Selain menambah pemantau Pilkada, kehadiran mereka juga menjadi sarana untuk belajar mengenai praktek demokrasi langsung di tingkat lokal.

Pilkada 2020 merupakan kesempatan terbaik bagi mereka untuk melihat langsung bagaimana perbedaan pilihan dipraktekkan di 270 wilayah. 

Keempat, mereka juga akan melihat bagaimana praktek demokrasi di 25 daerah menunjukkan kompetisi antara paslon tunggal melawan kotak kosong. 

Pengalaman tersebut akan menjadi sesuatu berbeda bagi praja IPDN ketika kompetisi itu ternyata dimenangkan oleh kotak kosong. Pengalaman langsung ini sangat penting ketika mereka lulus dari IPDN. Mereka akan menjadi bagian dari pemerintah (lokal) untuk mengatur dan menjalankan demokrasi secara langsung dengan masyarakat.

Kelima, informasi dari KPK mengenai daftar calon kepada daerah yang memiliki harta kekayaan paling besar menunjukkan biaya atau ongkos pilkada yang mahal. 

Akibatnya peserta pilkada adalah harus orang kaya atau orang-orang yang secara ekonomi tidak bermasalah. Namun demikian, kekayaan paslon ini bukanlah jaminan bahwa mereka tidak melakukan politik uang atau korupsi ketika mereka terpilih dan menduduki jabatan sebagai kepala daerah. 

Keenam, survei SMRC mengungkapkan antusiasme masyarakat mengikuti Pilkada 2020. Angka tersebut sangat tinggi mengingat Pilkada 2020 diselenggarakan pada situasi pandemi yang menuntut pemberlakuan protokol kesehatan di tempat-tempat pemungutan suara (TPS).

Di beberapa daerah, angka positif Covid-19 justru naik menjelang Pilkada 2020 ini. Apakah angka itu juga tinggi di 270 daerah Pilkada 2020? Jika angka tinggi, apakah tingkat partisipasinya masih 92% di 270 daerah itu? Temuan itu tentu saja menarik untuk analisa lebih lanjut.

Ketujuh, angka 92 persen warga di 270 wilayah Pilkada 2020 itu juga menarik. Angka ini sangat berbeda dengan protes terhadap pilkada yang tetap diadakan sedangkan pemilihan kepala desa (Pilkades) 2020 ditunda. Mungkin saja protes tersebut sifatnya elitis atau di sosial media saja. Tingkat kebenarannya masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Ketujuh analisa di atas tentu saja merupakan sebagian dari banyaknya variasi atau perspektif dalam melihat empat fakta menarik. Selain itu, masih banyak fakta bisa diajukan sebagai sesuatu yang menarik untuk menunjukkan gambaran umum dari 270 daerah Pilkada 2020 ini.

Selamat mencoblos.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun