Apa yang bisa dipelajari partai politik (parpol) di Indonesia dari pemilihan presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) 2020? Tulisan ini akan fokus pada isu kebijakan atau politik luar negeri sebagai salah isu penting di pilpres itu.
Namun demikian, kebijakan luar negeri tidak selalu merupakan isu seksi atau banyak mendapat porsi perhatian besar dalam kampanye calon presiden daripada isu-isu domestik. Status AS sebagai negara superpower yang menjadikan kebijakan luar negeri menjadi isu sangat strategis dan mendapat perhatian internasional.
Berbagai negara ingin mengetahui bagaimana presiden terpilih akan mengelola hubungan luar negerinya dengan negara-negara lain. Fokus perhatiannya adalah sejauh mana presiden terpilih berpotensi meningkatkan hubungan bilateral, stabilitas keamanan regional, dan perdamaian global.
Lebih jauh, tulisan ini berkaitan dengan konteks bahwa pilpres AS menunjukkan bahwa kedua parpol di AS (Partai Demokrat dan Partai Republik) menawarkan kebijakan luar negeri berbeda. Tidak salah ketika ada media massa yang menyebutkan bahwa pilpres AS 2020 menerminkan pertarungan kebijakan luar negeri kedua kandidat presiden yang berasal dari dua parpol berbeda.
Mengapa parpol di Indonesia perlu mempelajari kebijakan luar negeri AS (dan juga negara-negara maju lainnya)? Alasan utamanya adalah calon presiden AS yang berasal dari parpol berbeda —-Donald Trump dari Partai Republik dan Joe Biden dari Partai Demokrat—- memiliki platform kebijakan yang berbeda, termasuk dalam politik luar negeri.
Kebijakan luar negeri Presiden Barrack Obama dari Partai Demokrat selama 2 periode pemerintahannya sangat berbeda dengan pemerintahan Donald Trump.Â
Perbedaan kedua parpol besar di AS itu perlu dipelajari dan, bahkan, dimiliki oleh parpol-parpol di Indonesia. Bagaimana mungkin parpol peserta pemilu yang banyak paska-reformasi 1998 ternyata memiliki platform politik luar negeri yang sama?
Tidak adakah perbedaan pandangan di antara parpol di Indonesia mengenai ASEAN, isu kemerdekaan Palestina, isu pelanggaran wilayah kedaulatan, atau isu pengungsi Rohingya? Mengapa Partai Golkar yang nasionalis memiliki platform kebijakan luar negeri yang sama dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan, bahkan, Partai Keadikan dan Sejahtera (PKS)?Â
Ini bukan semata-mata platform parpol harus sama atau berbeda, namun sejarah dan nilai-nilai pendirian parpol yang berbeda itu seharusnya menghasilkan perbedaan dalam sikap parpol merespon berbagai isu nasional maupun internasional.
Contoh AS
Kembali ke parpol di AS. Kebijakan luar negeri Partai Demokrat AS secara umum cenderung berorientasi eksternal, internasional, atau global, mengutamakan diplomasi, dan kerjasama. Partai Demokrat merupakan pendukung kuat nilai-nilai universal, seperti demokrasi, hak azasi manusia (HAM), dan isu-isu lingkungan.
Konsekuensinya, kebijakan luar negeri presiden AS yang berasal dari Partai Demokrat seperti Barack Obama cenderung campur tangan ke kebijakan negara lain yang bertentangan dengan AS.Â
Upaya-upaya diplomatis menjadi mekanisme penting dalam hubungan AS dengan negara-negara lain atau organisasi regional dan multilateral. Meskipun demikian, diplomasi untuk meningkatkan kerjasama pemerintahan AS —-yang berasal dari Partai Demokrat—- itu biasanya disertai persyaratan tertentu, yaitu pelaksanaan nilai-nilai universal. Pelanggaran atas pelaksanaan nilai-nilai universal di sebuah negara akan mempengaruhi kelajutan kerjasama atau bantuan AS kepada negara itu.Â
Sementara itu, Partai Republik lebih banyak berorientasi ke isu-isu domestik. Kepentingan nasional menjadi motif dan tujuan utama dalam politik luar negerinya. Kecenderungan itu semakin menguat ketika AS dipimpin presiden Trump.
Bagi presiden Trump, politik luar negeri AS harus memberikan keuntungan kepada AS. Jika tidak, AS akan mengurangi dan meninggalkan kebijakan luar negeri itu. Trump mengagetkan dunia dengan keluar dari kesepakatan perdagangan bebas Trans Pacific Partnership (TPP) yang sebenarnya merupakan inisiatif Presiden Obama.
Kebijakan AS tidak membayar iuran tahunan keanggotaan di lembaga internasional dan, bahkan, keluar dari keanggotaan di beberapa lembaga internasional baru pertama kalinya terjadi di masa presiden Trump. Apalagi kebijakan itu beresiko membahayakan posisi strategis sekutu terdekatnya, seperti NATO. Sebelum Trump, presiden AS dari Partai Republik tidak sampai bertindak sedrastis itu.Â
Contoh Australia
Contoh lain yang menarik adalah politik luar negeri Australia. Di awal tahun 2000an, kekuatan koalisi Partai Liberal-Nasional seringkali menempatkannya berhadapan langsung dengan Partai Buruh Australia.
Salah satu kebijakan luar negeri yang menarik adalah kebijakan Australia dalam menangani masalah terorisme. Kedua parpol itu sama-sama mendukung kebijakan pemerintahan AS George Bush Jr., yaitu global war on terrorism (GWOT).
Konsekuensinya, Australia yang dipimpin Perdana Menteri John Howard dari partai koalisi Liberal-Nasional mengirimkan pasukannya ke berbagai negara dalam rangka mendukung kebijakan global AS itu.Â
Ketika Kevin Rudd dari Partai Buruh menjadi PM baru dan mengubah kebijakannya. PM Rudd dan Partai Buruh Australia menegaskan kontinuitas dukungan Australia terhadap AS. Namun, Rudd menambahkan bahwa ancaman terorisme telah bergeser dari global terrorrism menjadi home-grown terrorism. Beberapa insiden di Australia menunjukkan peningkatan terorisme yang muncul dan berkembang di see dalam negeri Australia sendiri.Â
Akibatnya, PM Rudd mengubah kebijakan anti-terorisme Australia, yaitu tidak lagi mengirim pasukan Australia ke luar negeri sesuai permintaan AS. Namun sebaliknya, PM Rudd menarik pasukannya Yang berada di berbagai negara secara bertahap pulang ke Australia untuk meningkatkan pertahanan domestik dari home-grown terrorism itu.
Bagi Indonesia
Contoh di atas menunjukkan bahwa perbedaan kebijakan luar negeri tidak semata ada pada tataran kebijakan dan pelaksanaannya, namun juga bisa di tingkat pelaksanaannya saja. Sistem politik AS menempatkan kedua parpol dominan itu memiliki kebijakan luar negeri yang hampir semuanya berbeda.Â
Partai Republik lebih beroreintasi domestik, Partai Demokrat lebih internasionalis. Partai Republik lebih mengutamakan penggunaan kekuatan militer, Partai Demokrat menggunakan nilai-nilai universal untuk ‘mengalahkan’ negara lain.
Partai Demokrat menarik dukungan dan keluar dari kerjasama multilateral yang merugikan kepentingan nasional AS, sedangkan Partai Republik memaksakan penggunakan nilai-nilai universalnya melalui jalan diplomasi dan kerjasama.Â
Sementara itu, contoh perbedaan kebijakan luar negeri di Australia memperlihatkan kesamaan partai penguasa dan oposisi dalam mendukungan anti-terorisme global AS di masa Presiden Bush Jr. Namun demikian, kedua parpol itu berbeda dalam pelaksanaan kebijakan itu karena alasan perkembangan domestik yang berbeda.
Kebijakan luar negeri Indonesia sebenarnya sudah semakin mendapat perhatian dalam pilpres di Indonesia. Sejak pilpres 2014 dan 2019, isu kebijakan luar negeri menjadi salah satu agenda debat calon presiden (capres). Capres Joko ‘Jokowi’ Widodo dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berhadapan dua (2) kali dengan capres Prabowo Subianto (Partai Gerindra) untuk mendebatkan kebijakan luar negeri dan isu pertahanan keamanan.Â
Namun demikian, perbedaan kebijakan di antara kedua capres hanya berhenti di arena debat capres itu saja. Tidak ada agenda dari parpol asal capres terpilih yang dikampanyekan di forum debat itu yang dijalankan oleh presiden terpilih, yaitu Presiden Jokowi.
Mungkin ada pembaca yang menyatakan bahwa kebijakan luar negeri pemerintahan Jokowi pertama (2014-2019) telah menunjukkan perbedaan ketimbang pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Kebijakan luar negeri Presiden Jokowi lebih mengutamakan hubungan bilateral dan tidak lagi menjadikan ASEAN sebagai satu-satunya pilar dalam kerjasama internasionalnya merupakan beberapa buktinya.
Menurut saya, kebijakan luar negeri pemerintahan pertama Jokowi memang benar berbeda. Namun demikian, perbedaan kebijakan itu tidak berasal dari platform parpol Presiden Jokowi berasal. Perbedaan itu tercantum di visi dan misi calon presiden Jokowi dan calon wakil presiden Jusuf Kalla. Banyak orang juga mengetahui bahwa orang yang memberikan atau berperan besar dalam usulan itu tidak berasal dari partai asal Jokowi.Â
Tantangan
Memang ini bukan persoalan salah atau benar dan baik atau buruk, namun ini persoalan mengenai bagaimana parpol di Indonesia memiliki kemampuan untuk mempelajari dan memahami isu-isu internasional. Kecenderungan selama ini lebih banyak porsi perhatian parpol diarahkan pada isu-isu domestik. Akibatnya, parpol mengalami kesulitan ketika harus merespon isu internasional atau ikut mengawasi kerjasama internasional Indonesia dengan negara lain.
Kenyataan ini yang mendorong urgensi parpol di Indonesia perlu memiliki platform kebijakan luar negeri sendiri. Dengan cara ini, anggota-anggota parpol bisa lebih memahami isu-isu internasional, mengetahui pandangan atau posisi parpol sebagai panduan dalam menanggapi berbagai isu internasional.
Pada akhirnya, parpol dan anggotanya memiliki pilihan kebijakan yang dapat dipakai untuk mengambil manfaat dari kerjasama internasional demi kepentingan nasional Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI