Partai Demokrat menarik dukungan dan keluar dari kerjasama multilateral yang merugikan kepentingan nasional AS, sedangkan Partai Republik memaksakan penggunakan nilai-nilai universalnya melalui jalan diplomasi dan kerjasama.Â
Sementara itu, contoh perbedaan kebijakan luar negeri di Australia memperlihatkan kesamaan partai penguasa dan oposisi dalam mendukungan anti-terorisme global AS di masa Presiden Bush Jr. Namun demikian, kedua parpol itu berbeda dalam pelaksanaan kebijakan itu karena alasan perkembangan domestik yang berbeda.
Kebijakan luar negeri Indonesia sebenarnya sudah semakin mendapat perhatian dalam pilpres di Indonesia. Sejak pilpres 2014 dan 2019, isu kebijakan luar negeri menjadi salah satu agenda debat calon presiden (capres). Capres Joko ‘Jokowi’ Widodo dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berhadapan dua (2) kali dengan capres Prabowo Subianto (Partai Gerindra) untuk mendebatkan kebijakan luar negeri dan isu pertahanan keamanan.Â
Namun demikian, perbedaan kebijakan di antara kedua capres hanya berhenti di arena debat capres itu saja. Tidak ada agenda dari parpol asal capres terpilih yang dikampanyekan di forum debat itu yang dijalankan oleh presiden terpilih, yaitu Presiden Jokowi.
Mungkin ada pembaca yang menyatakan bahwa kebijakan luar negeri pemerintahan Jokowi pertama (2014-2019) telah menunjukkan perbedaan ketimbang pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Kebijakan luar negeri Presiden Jokowi lebih mengutamakan hubungan bilateral dan tidak lagi menjadikan ASEAN sebagai satu-satunya pilar dalam kerjasama internasionalnya merupakan beberapa buktinya.
Menurut saya, kebijakan luar negeri pemerintahan pertama Jokowi memang benar berbeda. Namun demikian, perbedaan kebijakan itu tidak berasal dari platform parpol Presiden Jokowi berasal. Perbedaan itu tercantum di visi dan misi calon presiden Jokowi dan calon wakil presiden Jusuf Kalla. Banyak orang juga mengetahui bahwa orang yang memberikan atau berperan besar dalam usulan itu tidak berasal dari partai asal Jokowi.Â
Tantangan
Memang ini bukan persoalan salah atau benar dan baik atau buruk, namun ini persoalan mengenai bagaimana parpol di Indonesia memiliki kemampuan untuk mempelajari dan memahami isu-isu internasional. Kecenderungan selama ini lebih banyak porsi perhatian parpol diarahkan pada isu-isu domestik. Akibatnya, parpol mengalami kesulitan ketika harus merespon isu internasional atau ikut mengawasi kerjasama internasional Indonesia dengan negara lain.
Kenyataan ini yang mendorong urgensi parpol di Indonesia perlu memiliki platform kebijakan luar negeri sendiri. Dengan cara ini, anggota-anggota parpol bisa lebih memahami isu-isu internasional, mengetahui pandangan atau posisi parpol sebagai panduan dalam menanggapi berbagai isu internasional.
Pada akhirnya, parpol dan anggotanya memiliki pilihan kebijakan yang dapat dipakai untuk mengambil manfaat dari kerjasama internasional demi kepentingan nasional Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H