Diplomasi Indonesia tetap berjalan di hari libur ini. Presiden Joko 'Jokowi' Widodo menerima Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo di Istana Bogor pada Kamis (29/10/2020) ini. Sebelumnya, Menlu Pompeo bertemu Menlu Retno Marsudi.
Kunjungan Menlu Pompeo ke Indonesia ini memiliki arti strategis karena dilakukan di bulan-bulan terakhir pemerintahan Presiden Donald Trump. Menurut saya, situasi itu menunjukkan kemungkinan bahwa kebijakan ini akan berlanjut, Â meskipun Joe Biden yang terpilih sebagai presiden baru AS.Â
Pola kelanjutan kebijakan AS di Laut China Selatan (LCS) ini juga bisa menjadi indikasi bahwa perubahan kepemimpinan AS tidak akan serta merta mengubah seluruh kebijakan luar negerinya. Dalam konteks ini, AS tetap memperlihatkan kepentingan globalnya di LCS, walau Presiden Trump menarik diri dari posisi kepemimpinan global AS di beberapa kawasan dan lembaga-lembaga internasional.
Ada tiga isu strategis yang perlu diperhatikan dalam kemitraan strategis AS dan Indonesia melalui kunjungan Menlu AS Pompeo ini. Pertama, kepentingan regional AS yang secara potensial masih sama walaupun Donald Trump diganti Joe Biden.Â
Kedua isu Indo-Pasifik sebagai agenda regional AS dalam melawan hegemoni China. Terakhir, ketiga adalah posisi Indonesia terhadap kedua isu itu.
Pertama, Kepentingan Regional AS
Isu ini sangat penting bagi kedua negara. Menlu Pompeo menegaskan dukungan AS terhadap kedaulatan Indonesia di Laut Natuna Utara dan juga menegaskan penolakan AS atas klaim China di kawasan Laut China Selatan (LCS). Â
Bagi AS, tindakan agresif China di LCS melalui pembangunan pulau-pulau buatan dan pangkalan militer merupakan ancaman militer. Sementara itu, Indonesia menganggap tindakan China itu sebagai militerisasi perairan LCS.
Pernyataan keras AS ini telah dilakukan kesekian kalinya sebagai bagian dari 'perang' opini di berbagai media internasional dengan Menlu China Wang Yi. Kedua menlu bahkan secara terbuka saling meminta negara-negara di Asia Tenggara yang anggota ASEAN untuk mengambil posisi memihak AS atau China.
Konsistensi kebijakan AS dan kehadiran militernya di Asia ini secara jelas merupakan bagian dari upaya mendapatkan dukungan regional dalam menghadapi peningkatan hegemoni China di kawasan Asia. AS melihat Indonesia sebagai satu kekuatan besar di ASEAN yang sangat penting untuk didekati, khususnya dalam menyikapi konflik di Laut China Selatan (LCS).Â
Namun demikian, AS tampaknya kena batunya. AS kesulitan menghadapi Indonesia, sehingga perlu melakukan cara-cara berbeda mendekati Indonesia demi memperoleh dukungannya. Hingga akhir pertemuan dengan Presiden Jokowi siang tadi, Menlu AS tampaknya masih harus berusaha keras mendapatkan dukungan nyata Indonesia.
Hingga sekarang, AS sudah mendapatkan dukungan Filipina; pangkalan militer AS ada di Singapura dan Malaysia. AS mengaggap dukungan dari negara-negara lain di Asia Tenggara lebih mudah didapatkannya. Kabar terakhir, Filipina akan menyaingi China dengan membangun armada lautnya, termasuk kapal penangkap ikan di LCS.Â
Dukungan terhadap atau sikap menerima kehadiran AS ini penting untuk mempengaruhi sikap intervensionis dan konfliktual China di kawasan perairan LCS.
Kedua, Kawasan Indo-Pasifik
Istilah "Indo-Pasifik" menggambarkan visi geopolitik baru Presiden AS Donald Trump untuk Asia, yang menekankan kebangkitan India di hadapan meningkatnya pengaruh China. AS berusaha mendapatkan dukungan dari negara-negara di kawasan Asia, yang mencakup Asia Tenggara, Asia Timur, Â dan India untuk memperkuat posisinya.
AS menekankan arti penting Indo-Pasifik dalam agenda kunjungan Menlu Pompeo ke Indonesia. Menlu AS dan Indonesia sepakat untuk menegaskan komitmen kedua negara  mengenai kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Penegasan ini menambah dukungan yang diberikan Jepang dalam kunjungan Perdana Menteri Yoshihide Suga ke Jakarta (20/10/2020).
Dengan Asia Tenggara sebagai pusat dari kawasan Indo-Pasifik, Indonesia berkepentingan mendorong semua negara besar (major powers) bekerjasama dalam kerangka ASEAN, melalui mekanisme East Asia Summit (EAS).Â
Kesamaan kepentingan antara AS dan Indonesia (termasuk Jepang) didorong oleh kenyataan geopolitik bahwa kawasan Indo-Pasifik mengÂgaÂbungkan kawasan Asia-PaÂsiÂfik dengan wilayah di sekitar SaÂmudera Hindia sebagai seÂbuah kesatuan.
Kunjungan Menlu AS dan PM Jepang dianggap sebagai ancaman keamanan bagi China. Menlu Wang Yi menggambarkan strategi "Indo-Pasifik" Washington secara nyata bertujuan menjadikan Amerika Serikat sebagai mitra strategis. Menlu China ini juga memperingatkan negara-negara Asia mengenai dampak dari strategi AS yang memicu persaingan geopolitik di Laut China Selatan dan bagian lain kawasan itu.
Perebutan pengaruh antara AS dan China di kawasan Indo-Pasifik ini menyebabkan negara-negara anggota ASEAN terpecah-belah dan mengabaikan arti penting kebersatuan dan sentralitas ASEAN. Akibatnya, berbagai negara besar berkepentingan menjadikan kawasan ini sebagai pusat gravitasi perebutan pengaruh mereka.Â
Posisi Indonesia
Indonesia memainkan peran strategis sebagai kekuatan besar di ASEAN. Indonesia juga menjadi satu-satunya negara besar di Asia Tenggara yang belum memberikan dukungan tegas kepada kepentingan regional AS, termasuk dalam rivalitasnya dengan China di LCS. Penyebab utamanya adalah Indonesia memegang (prinsip) politik bebas aktif dalam politik luar negerinya.
AS harus menerima kenyataan pahit bahwa pemerintah Indonesia menolak permintaan Amerika Serikat untuk mengizinkan pesawat pengintai P-8 Poseidon untuk mendarat dan mengisi bahan bakar. Walaupun pendekatan "tingkat tinggi" kepada Menteri Pertahanan (Menhan) dan Menlu Indonesia telah dilakukan, Presiden Jokowi menolak permintaan tersebut.
Bagi Indonesia, AS merupakan salah satu mitra penting, seperti China, Jepang, Rusia, dan negara-negara lainnya. Dalam konteks Indo-Pasifik, Indonesia tidak mendasarkan kebijakannya pada persepsi ancaman keamanan sebagaimana AS dan Jepang.Â
Sebaliknya, Indonesia beepegang pada prinsip kerjasama dengan berbagai pihak. Oleh karena itu, pemerintahan Jokowi ingin terus membangun kemitraan kokoh yang saling menguntungkan dan menghormati dengan AS dan negara-negara lain, termasuk China.
Komitmen kuat kedua negara dalam peningkatan kemitraan ini tampak pada intensitas saling kunjung pejabat mereja, termasuk di masa pandemi ini. Sebelumnya, Menhan Prabowo Subianto berkunjung ke AS (15-19/10/2020) untuk membicarakan kemungkinan pembelian pesawat tempur.
Dalam pernyataan persnya, Presiden Jokowi berpandangan bahwa peningkatan kemitraan strategis AS dan Indonesia tetap menjadi prioritas dalam hubungan bilateral kedua negara. Potensi kerjasama bilateral perlu ditingkatkan tanpa melihat kontinuitas dan perubahan kepemimpinan di AS.Â
Posisi pemerintahan Jokowi ini mendorong Menlu Pompeo berharap dapat bekerja sama dalam cara-cara baru untuk memastikan kemitraan strategis, stabilitas keamanan di Indo-Pasifik, dan melindungi rute perdagangan tersibuk di dunia itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H