Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pilihan Anda Menunjukkan Orangtua Macam Apa Anda Itu...

26 September 2020   23:40 Diperbarui: 26 September 2020   23:45 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terus-terang, saya harus mengatakan bahwa ide menulis ini berasal dari tulisan Bapak I Ketut Suweca. Tulisan beliau lah yang membawa saya meng-klik Topik Pilihan Kompasiana. Trimakasih banyak atas ide ini, Pak. Semoga berkenan.

Baiklah. Mari saya mulai.

YouTuber sudah menjadi salah satu pilihan menarik dari banyak cita-cita anak sekarang. Sebuah profesi masa depan. Pakar strategic management semacam Rhenald Kasali atau AB. Susanto menyebutnya sebagai Future profession yang menantang dan prospektif, bukan present apalagi past profession.

Buat orang tua (ortu), dengan 'materi' pendidikan 20 tahun yang lalu di Indonesia, mempunyai anak dengan cita-cita itu tentu saja sangat tidak terduga, jika bukan sesuatu yang menantang. Menantang pikiran dan emosi tentang sesuatu yang tidak atau belum ada di jaman ortu itu seumuran anaknya sekarang. Lalu apa jawaban atau respon orang tua, kalau anaknya mau jadi YouTuber?

Ada banyak pilihan jawaban untuk pertanyaan itu. Pilihan-pilihan ini bisa menunjukkan karakteristik ortu seperti apa yang ada pada anda.

Namun demikian, saya harus menyampaikan kepada anda satu hal paling penting dari pilihan dan karakter ortu ini: apa pun pilihan anda itu tidak untuk mengatakan, mencap, menstigma, apalagi menghakimi, bahwa anda adalah ortu baik atau tidak baik. BUKAN!!!

Saya juga bukan seorang psikolog. Yang saya punya sebagai dasar untuk menulis ini adalah pengalaman sebagai ortu saja. 

Ada tiga pilihan jawaban yang bisa dipertimbangkan di sini.

1. Satu boleh, yang lain tidak
Pilihan pertama. Selalu ada dua sisi dari sesuatu, baik itu dalam bentuk fakta maupun masih berupa ide atau gagasan. Ini tentu saja juga berlaku untuk keinginan anak menjadi YouTuber. Selalu ada baik dan buruk, yang positif dan negatif, ada yang boleh dan yang tidak boleh, setuju dan tidak setuju.

Keduanya bisa saling menafikan, saling menghilangkan, sehingga hanya satu sisi saja yang tetap ada dan bertahan. Bisa yang positif saja yang tetap dipakai, lalu yang negatif dibuang atau dihilangkan, dan seterusnya.

Jadi ada dimensi positif dan negatif bagi seseorang ---termasuk anak--- untuk menjadi YouTuber. Persetujuan ortu hanya melihat pada sisi positif atau manfaatnya saja. Pilihan ini bisa saja diambil ortu, tanpa mempertimbangkan resiko negatifnya.

Pertimbangan sebaliknya juga dapat terjadi. Ortu bisa saja tidak setuju dan melarang anak menjadi seorang YouTuber karena hanya melihat aspek negatifnya saja. Satu sisi saja yang dipakai ortu untuk mempertimbangkan keputusan akhirnya terhadap masa depan anaknya.

2. Yang satu lebih menonjol
Ortu macam ini biasanya menjawab "Ya boleh-boleh saja, tapi...". Nah, titik-titik setelah kata 'tapi' ini harus diisi. Isian titik-titik itu setidaknya bertujuan agar tetap ada interaksi atau komunikasi antara orangtua (ortu) dan anak. Ini pilihan kedua.

Tanpa mengisi titik-titik itu, jawaban ortu adalah boleh atau tidak dan cenderung begitu saja. Setelah dibolehkan maka anak akan meneruskan kegiatannya tanpa perlu berbicara lagi dengan ortu. Jadi, menyertakan kata 'tapi' itu dalam rangka supaya ortu dan anak bisa tetap berkomunikasi. Isu ini menjadi sangat penting di jaman teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Pada pilihan ini kedua aspek baik atau buruk, positif atau negatif, dan seterusnya itu masih ada, tetapi salah satu lebih menonjol, mendominasi, dan lebih banyak dipakai daripada yang lain. Kecenderungan pilihan ini adalah membolehkan atau positif terhadap profesi YouTuber.

Sikap ini lebih cocok diambil ortu pada saat ini. Ibarat bermain layang-layang, maka layang-layang tetap perlu dipegang, walau di saat yang sama dibiarkan bebas terbang mengikuti arah angin. Ada saat-saat tali layang-layang dikendorkan dan ada saat-saat ditarik mendekat.

Bagi orti macam ini, tidak ada yang salah dengan cita-cita atau keinginan anak mau menjadi YouTuber. Tidak perlu juga orang tua langsung menolak keinginan anak menjadi YouTuber. Apalagi orang tua menolak tanpa mencari tahu alasan atau keinginan anak itu. Ada terlalu banyak contoh YouTuber sukses yang bisa dijadikan role model atau panutan.

3. Keduanya tidak boleh
Pilihan jawaban ketiga adalah sama sekali tidak membolehkan anak menjadi YouTuber. Istilahnya: Say No to Become A YouTuber! Tidak ada tawar-menawar antara ortu dan anak. Anak harus mengikuti pandangan ortu, tanpa bisa memberikan pendapatnya. Sebaliknya, ortu langsung menutup pembicaraan dengan keputusan akhir seperti itu.

Ortu mengambil pilihan jawaban ketiga ini bisa dikarenakan tahu banyak atau, bahkan, tidak tahu sama sekali tentang segala aspek positif dan negatif dari profesi YouTuber. Latar belakang pertimbangan dari pilihan ketiga ini sangat menarik. Dua ekstrim berbeda di dua ujung berbeda pada sebuah tali yang sama ternyata sama-sama berjalan ke tengah dengan titik bernama: tidak!

Ketiga pilihan jawaban ini memang menunjukkan karakteristik ortu, namun ---sekali lagi--- tidak untuk mentahbiskan bahwa ortu dengan pilihan jawaban ini baik dan pilihan yang lain adalah tidak baik. Setiap ortu memiliki pertimbangan tersendiri mengenai masa depan anak-anaknya. 

Pengetahuan ortu mengenai apa, bagaimana dan semua aspek tentang YouTuber tidak secara langsung mengantar pada keputusan membolehkan atau tidak membolehkan si anak mewujudkan cita-citanya. Pertimbangan mengenai aspek negatif dari profesi YouTuber bisa juga mendominasi keputusan ortu untuk mengatakan tidak.

Sebaliknya juga bisa terjadi. Ortu setuju sekali anaknya menjadi seorang YouTuber justru karena si ortu itu tidak tahu apa-apa tentang apa itu YouTuber. Ortu menyerahkan keputusan tentang masa depan si anak kepada anaknya sendiri dengan pertimbangan toh si anak sendiri yang menikmati pekerjaan itu.

Saya bisa memahami ortu yang mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan tentang masa depan anaknya. Ada banyak macam pekerjaan di dunia Youtube dengan segala konsekuensinya. YouTuber hanya nama umum saja. Ada profesi lain yang menggunakan Youtube juga.

Selain itu, terlalu sempit ruangan di dalam satu tulisan ini untuk membahas semua profesi online itu. Mungkin saya akan menjadikannya sebagai ide untuk tulisan selanjutnya. 

Jika pun bermanfaat, tulisan ini hanya membantu sedikit saja. Paling tidak, ortu memiliki beberapa pilihan untuk dipertimbangkan. Ada banyak faktor lain yang mungkin masih bisa ditambahkan menjadi pertimbangan juga. Akhirnya, pilihan ada pada anda dan itu menunjukkan orang tua macam apa anda itu...?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun