Mohon tunggu...
Donal Eryxon
Donal Eryxon Mohon Tunggu... Lainnya - Mencoba menulis

Biasa dan monoton.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Cerita tentang Keyakinan, Bukan Cerita Keyakinan

18 November 2020   10:10 Diperbarui: 18 November 2020   12:05 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar - https://www.huffingtonpost.com/

Namaku Ikson, salah satu mahasiswa di Universitas di kota ini, semester akhir dan sedang mengerjakan skripsi. hidupku datar-datar saja, tidak se-ekstrim yang kuharapkan. Namun teman-teman berkata lain tentang aku, pandangan mereka sinis melihat aku yang sedikit berbeda, karena aku tidak percaya Tuhan, Tidak percaya pada yang namanya Maha tinggi, Maha adil, Maha pemurah, dan semua serba Maha yang mereka rasa harganya leih mahal dibanding yang lainnya.

Aku yakin dengan pilihanku, aku percaya dengan yang dikatakan Nietsche sang filsuf yang Atheist dengan kata-katanya yang lantang "Tuhan sudah mati! Tuhan adalah candu manusia.." aku percaya itu, karena jika kita tidak bisa melakukan sesuatu, kita berhenti berusaha dan hanya berharap dengan mukjizat dan doa kepada sosok yang namanya Tuhan, akhirnya lahirlah para pengemis di simpang lampu merah...

Kalian masih mau argumenku lagi kan? Nah, jika Tuhan memang baik? Knapa dia ciptakan Surga-neraka? memangnya Tuhan itu sosok yang kesepian ya? Mungkin karena tidak ada lagi yang mau dikerjakan, dia ciptakan manusia supaya hariharinya tidak jenuh? Ia toh? 

Lalu, Kalo Tuhan memang menciptakan takdir, buat apa dia ngasi cobaan dan ngasi petuah dogmatis "tidak ada cobaan yang tidak bisa kamu lalui.."? tapi ujung-ujungnya ada banyak orang bunuh diri?dan menurutku Agama yang secara harafiahnya bererti "tidak kacau"sudah mencapai titik state failure, dimana berbanding terbalik tujuan dengan kenyataan bahwa kehidupan manusia sekarang sangat kacau, Dan jika aku diberi plihan oleh Einstein, "everything is a miracle or nothing is a miracle.." aku pasti sudah memilih yang kedua.

Tapi aku tetap menghargai mereka yang beragama..aku toleran pada mereka yang mau sholat, mereka yang berdoa saat teduh, dan mereka yang betul-betul ibadah, dalam otakku juga masih ada yang namanya harmonisasi, tidak semua orang harus seperti aku dan aku tidak mesti seperti mereka..

Seperti itulah aku, walaupun aku aneh dimata mereka, aku juga masih punya teman, Maria Olin dan Bara Omar, Olin adalah Mahasiswi cantik, dan jenius di jurusan ini, wanita yang tidak pernah melepaskan rantai salib yang bertuliskan Kolose 3:2 dan buku renungan alkitab di dalam tasnya. 

Sedangkan Bara, anak ketuunan syeh yang atanya adalah keturunan nabi Muhammad memang tak sejenius Olin, tapi dia dikenal bijak dan santun, baju koko sudah menjadi ciri khas fashion nya aku sering mendengar ayat QS. Al-Qomar : 54-55 yang intinya harus bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa.

Dalam jurusan yang sama, kami selalu sekelompok bersama dalam mengerjakan tugas, bukan berarti kami bertiga mengacuhkan yang lain, namun sepertinya kami bertiga memang sudah sangat klop, sudah sangat melengkapi, tidak ada pertikaian yang berarti bagi kami, seperti pertentangan "Tuhan siapa yang asli?, apakah Tuhan memang ada atau tidak?", itu hanya menjadi adu mulut bagi orang-orang yang masih beranjak pubertas bagi kami.

Tidak ada masalah bagi persahabatan kami saat itu, Namun di awal semester lima ini aku melihat perubahan bagi kedua sosok yang mengagumkan itu, Olin sering kulihat berpipi merah saat kami bertiga berkumpul membahas suatu tugas, dan bara sering terlihat gagap saat berbicara. Aku bingung, apalagi akhir-akhir ini, intenensitas pertemuan kami mulai berkurang, aku jadi lebih sering sendirian.

Walaupun demikian aku tidak lama mencari jawaban keanehan itu, dengan naluri sahabat yang sangat peka akhirnya aku mengetahui ternyata Olin dan Bara sudah saling menaruh hati, kudapati mereka berdua duduk berdampingan di taman sebelah kampus, sekali lagi kutegaskan kalau insting persahabatanku sangat peka, aku bisa membedakan situasi mereka saat itu adalah romansa kasmaran, bukan roman persaudaraan.

Hari berikutnya aku langsung mengintrogasi mereka berdua, ternyata insting alamiku benar, mereka benar sudah resmi berpacaran, namun mereka berdua menyembunyikannya, takut menjadi bahan pembicaraan orang luar. Sebagai sahabat, aku tidak mau mereka salah memilih keputusan, demi kebaikan mereka berdua aku memutusakan kepada mereka agar menjalani hubungan mereka secara serius selama sisa perkuliahan. 

Setelah itu aku mau mendengar keputusan mereka untuk melanjutkan hubungan atau tidak. Karena aku berpikir bahwa pacaran itu tonggak awal menuju pernikahan, buat apa pacaran serius kalau tidak menikah? Itu Absurd!

***
Perkuliahan sudah selesai, 3 bulan mereka menjalani hubungan mereka tanpa ada campur tanganku. Dan pada akhir perkuliahan kami bertiga berkumpul dan berbicara serius tentang hubungan mereka, hubungan yang harusnya terlarang antara Olin dan Bara, dengan penuh emosional mereka berdua mengakui bahwa mereka benar-benar semakin saling mencintai, "gawat, masalah ini bagiku semakin besar..!" lalu aku menanyakan kepada mereka akan komitmen menuju pernikahan, aku menerima jawaban yang buruk. Mereka siap menikah dalam waktu yang dekat ini, dan siap menerima semua konsekuensi..! baik dari keluarga, maupun dari masyarakat sekitar mereka.

Sekarang mereka bagaikan nahkoda yang kapalnya kehilangan navigasi, sebagai sahabat yang baik, aku harus menjadi mercusuar buat mereka. Menurutku salah satu mereka harus mengalah, harus masuk ke salah satu agama yang mereka anut, dan aku tidak pernah berpikir bahwa mereka akan memilih jalan yang kuyakini, seorang Atheist! Menurutku seorang Atheist itu harus banyak menyangkal dan lebih mengandalkan logikanya dibandingkan imajinasi dan pengharapan mereka akan Tuhan dan jalan selamat. Jika mereka memilih jalanku, aku akan menolak tegas!

Sedikit berpikir lebih keras dan lebih lama diwaktu yang singkat dan kritis saat itu membuat aku mendapatkan jalan keluar, aku menyarakan sekaligus memaksa mereka supaya mereka mempelajari keyakinan pasangan mereka selama waktu libur ini, jadi keputusan final akan mereka tentukan, siapa yang akan mengikuti agama pasangannya, tentunya ini akan menjadi jalan keluar yang sangat emosional bagi mereka berdua, mempelajari agama yang secara historisnya sering bertentangan, antara sara dan hagar, antara Ishak dan ismael dan antara kiblat dan vatikan. 

Dan aku sebagai sahabat mereka berdua mungkin bisa memahami perasaan harry potter saat tahu bahwa kedua sobatnya, Ron Weasley dan Hermione Granger ternyata saling jatuh cinta, bahkan yang kualami mungkin lebih dari itu.

***

Dua Bulan kemudian..

Kami kembali berkumpul ditaman, di dalam benakku rasanya mereka berdua sudah jenuh dan muak dengan ajaran-ajaran yang banyak pertentangan diantara mereka, bertentangan dengan ritual keagamaan mereka. aku yakin dengan ide brilianku ini setidaknya bisa menghalangi niat aneh mereka untuk menikah, aku lebih bahagia jika mereka kembali bersahabat dan kembali bersama berdiskusi seperti sedia kala.

apa yang diharapkan berbeda dangan yang ada pada kenyataan, itu adalah defenisi dari masalah, benar, ternyata Olin mau mengalah dan memeluk islam, dia bahkan berkata dengan tegas.. "aku menjadi muamalaf dengan nama baru ku Alima Olin, ini bukan arena paksaan atau karena cinta, aku masuk ke islam karena aku sudah menemukan diamana Tuhanku yang sebenarnya, tidak ada penyesalan ketika aku meninggalkan agamaku yang dulu. 

Aku mau masuk Islam karena aku mendapatkan kesederhanaan saat berdoa, kerendahan hati saat sholat, disini aku sadar sehebat apapun manusia itu tetap sama dimata Tuhan, itu sebabnya disaat sholat hatiku terketuk saat sujud bersama, tidak ada yang berbeda yang mana punggung pejabat dan yang mana punggung pemulung. aku tidak akan menemukan itu saat di gereja. Aku juga sangat begitu berharga saat menutup tubuhku hingga aurat ku tertutup. Aku sudah yakin dengan ini dan tak akan berpaling lagi.

Aku hanya geleng-geleng kepala,"yah setidaknya ada yang mengalah itu lebih baik.." sahutku dalam hati.

Dan setelah itu Bara berbicara:

"Terimakasih kepada keputusanmu Olin, terimakasih pada saranmu Ikson, keputusanku sama seperti yang olin buat, memilih agama yang kupelajari selama dua bulan, aku sekarang sudah dibaptis menjadi seorang kristen seutuhnya dengan nama Immanuel Bara, jika olin mendapatkan kesederhanaan dan tahu bagaimana berharganya tubuhnya aku memilih menjadi pengikut kristus karena persekutuan, aku tidak pernah mendapatkan ini sebelumnya, disini aku diajarkan tentang kasih, tentang dua pasang manusia yang disatukan tidak akan terlepaskan, dari situ aku belajar betapa berharganya yang diberikan Tuhan dan disini aku betul-betul dijanjikan keselamatan oleh Yesus, hal yang tidak pernah diberikan oleh penyebar agamaku sebelumnya, sekali lagi kutegaskan aku sama seperti olin, tidak merasa terpaksa tidak demi orang yang kucinta, tapi dari sudut hatiku!".

Kali ini aku betul-betul pusing menghadapi mereka berdua, saat aku berharap satu diantara mereka yang mengalah, mereka malah saling kompak mengalah, aku tak tahu skenario telenovela apa yang pernah mereka baca. Tapi mulai disitulah hatiku mulai terketuk, tak ada logika saat mengenal Tuhan, karena logika yang dimiliki tak akan bisa mendefenisikannya, aku sudah melihat dari mata-kepalaku sendiri, mereka berjumpa Tuhannya disaat situasi harus menuntut logika penuh perhitungan, dan ternyata mereka menjawabnya tanpa logika. Kembali aku teringat kata-kata Einstein "cahaya itu ada, namun jika ditanya mengapa gelap ada, itu karena gelapan adalah objek saat cahaya tidak dapat masuk" hal itu sama seperti tidak adanya kehadiran Tuhan pada jiwa kita, membuat kita tidak percaya Tuhan itu ada.

Mungkin aku harus membuka hatiku untuk membiarkan Tuhan masuk kedalamnya..

Untuk Alima Olin dan Immanuel Bara, aku sudah lepas tangan, aku hanya bisa berharap saat menikah nanti, mereka semakin menyatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun