Mohon tunggu...
Lucy Yolanda
Lucy Yolanda Mohon Tunggu... Guru - Guru di SMPN 2 Baleendah

Lukislah harimu dengan tulisan yang bermakna :)

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Sebuah Opini: Cintailah Cinta

21 Mei 2023   09:38 Diperbarui: 21 Mei 2023   09:55 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Saya turut prihatin mengenai maraknya kasus perceraian yang sedang terjadi di Indonesia, khususnya di kalangan selebritas dan kini sedang menjadi sorotan. Di masyarakat, kasus ini tengah mengalami  lonjakan yang cukup signifikan. Hal ini terjadi semenjak pandemi kemarin (2021) dan setelah dua tahun terakhir, tepatnya setelah libur Lebaran 2023, dapat dibuktikan dengan terjadinya fenomena antrean panjang di beberapa kantor KUA di beberapa daerah.

Menurut survey sebuah lembaga swasta dan media online, 75% penyebabnya adalah karena masalah komitmen, 50% perselingkuhan, dan kekerasan.

Tentu hal ini harus menjadi perhatian bagi kita, karena secara tidak langsung dapat menjadi contoh untuk kalangan muda dan bagi yang belum menikah. Lonjakan perceraian ini dapat mengurangi kesakralan pernikahan itu sendiri dan berdampak traumatis.

Maka dari itu, ilmu pernikahan termasuk parenting, psikologi, dan ilmu agama sangatlah penting kita miliki sebagai dasar pengetahuan dan pemahaman dalam 'melangkah'. Ibaratnya, untuk mengoperasikan sebuah alat ataupun kendaraan saja perlu pengetahuan bagaimana cara penggunaannya agar berfungsi dengan baik dan efektif. Begitupun dengan berumah tangga. Bukan hanya melampiaskan tujuan pribadi, melainkan menyatukan tujuan dua insan yang berbeda, baik ide, perasaan, kehendak, dan cita-cita. Tentu memerlukan seni serta managemen khusus agar tercipta keselarasan mencapai tujuan yang diinginkan.

Di dalam ajaran Islam, sebuah indikator/ciri apabila tujuan rumah tangga tercapai akan timbul sifat sakinah, mawadah, dan rahmah. Hal ini biasanya berpengaruh pada kualitas hidup mereka yang baik, bahagia, dan lebih produktif.

Sayangnya Ilmu rumah tangga cukup dianggap tabu di kalangan milenial. Tidak salah kiranya bagi kita yang sudah berumah tangga pun tentu memerlukannya sebagai pedoman. Hal ini merupakan salah satu upaya pencegahan yang dapat meminimalisasi terjadinya kasus perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga.

Dan bagi kaula muda sebagai upaya mempersiapkan mental agar lebih siap mengarungi 'perjalanan' rumah tangga yang kompleks dan akan mereka jalani seumur hidup. Atau boleh dikatakan, pernikahan adalah sebuah dedikasi seumur hidup.

Mungkin beberapa hal berikut dapat memberi sedikit pencerahan mengenai rumah tangga:

1. Suami dan istri seyogyanya memiliki hubungan simbiosis mutualisme (saling melengkapi dan menguntungkan satu sama lainnya). Sama-sama merendahkan ego dan berpikir panjang. Sebab dan akibat yang akan terjadi, kebaikan serta kemungkinan-kemungkinan lain dalam menghadapi suatu hal. 

Janganlah bertindak berat sebelah/tidak adil karena hal tersebut sudah termasuk kedalam sebuah kezaliman.  Musyawarah dan komunikasi yang baik adalah hal yang tepat untuk mengatasi segala persoalan. Bersikap terbuka demi memperoleh ketentraman dalam rumah tangga. Kembalikan kepada aturan baku yang dapat menjadi maslahat/keuntungan/kebaikan bersama.

2. Selalu berpegang pada komitmen/visi-misi awal saat memutuskan untuk menikah dengan pasangan kita. Suami tahu apa hak dan kewajibannya begitupun istri.

3. Utamakanlah keluarga. Jadikanlah rumah dan keluarga sebagai baiti jannati dan satu-satunya tempat kembali. Seorang kepala rumah tangga yang baik adalah yang mengutamakan istri dan anak-anaknya terlebih dahulu. Sedekah yang paling utama Tuhan isyaratkan kepada istri dan anak-anak. Rezki yang diberikan akan lebih berkah dan berlipat pahalanya. 

Bolehlah membantu orang lain atau keluarga dengan sewajarnya asal tidak menimbulkan kecemburuan serta membuat keretakan dalam rumah tangga itu sendiri. Ingatlah wahai suami, segala yang terjadi pada rumah tangga, yang paling pertama dimintai pertanggungjawabannya adalah suami sebagai pemimpin. 

Maka, jadilah suami/ayah yang baik, adil, dan dicintai keluarga. Kebahagiaan anak dan istri adalah indikator kesuksesan atau kegagalan suami dalam memimpin rumah tangganya. Jangan sampai ketika selangkah kaki kita menuju pintu surga harus tertahan karena kezaliman yang pernah kita perbuat. Selagi nafas masih dalam raga, semua belum terlambat. Segeralah taubati, Tuhan Maha Pengasih.

4. Saling mengapresiasi satu sama lain. Hal ini dapat membantu meringankan beban psikis pasangan suami istri. Jadwalkan makan malam di luar, berekreasi, atau sekadar olah raga bersama. Sederhana, namun akan menimbulkan kebahagiaan. Dengan begitu, masing-masing merasa dihargai keberadaannya. Sebab tidak dimungkiri baik suami maupun istri pasti memiliki kesibukan tersendiri, jangan meremehkan peran/pekerjaan istri. Justru mereka bekerja lebih keras dan lebih banyak dari suami. 

Bagi seorang istri/ibu bekerja sungguh tidak mudah karena harus bergelut dan mengatur kesibukan di dua tempat yang berbeda --rumah dan pekerjaan-- potensi stres mereka lebih besar, belum lagi apabila sudah memiliki anak. Sungguh kompleks. Saling menghargai dan mengapresiasi akan menciptakan hormon Bahagia (endorphin), sehingga dapat survive menjalani kehidupan.

5. Tetap berdaya secara pendidikan, ekonomi, dan sosial. Pendidikan di sini bersifat luas. Ilmu dapat diperoleh dari mana saja. Era digital saat ini sangat memudahkan kita untuk mendapatkan informasi, misalnya dari layar HP dan media sosial. Bukan hanya terpaku dari buku atau lembaga formal. Jika kita sibuk, segalanya dapat dipelajari secara online, asalkan ada kemauan. Bahkan jika kesibukan menghampiri, hanya duduk manis makanan ataupun keperluan yang dipesan akan siap diantar kurir. Kini pun banyak seminar yang diadakan secara daring.

Dalam hal ekonomi, tidak ada salahnya perempuan berinisiatif membangun kemandirian dengan memiliki usaha dan menyalurkan bakat-minat terpendam. Bagi yang sudah bekerja dapat menyimpan sebagian penghasilannya untuk ditabung, sehingga dapat digunakan untuk kebutuhan pribadinya. Ini akan sangat membantu meringankan beban suami dan biasanya akan memiliki kebahagiaan tersendiri nantinya. Banyak pula bunda-bunda zaman now yang memanfaatkan media sosial, menjadi youtuber, selebgram, tiktokers sebagai media promosi usaha mereka. Kreativitas berkolaborasi dengan hobi yang dapat menghasilkan itu sangat luar biasa.

Secara sosial, kita pun tetap harus bersikap empati, santun, rukun dalam bertetangga, saling membantu, dan tidak bersikap eksklusif. Kita sebagai makhluk sosial akan membutuhkan satu sama lain di kemudian hari. Oleh karena itu, kita harus tetap menjaga kerukunan bermasyarakat.

6. Niatkan apapun sebagai ibadah mengharapkan keridhaan-Nya agar menjadi pahala dan kebaikan bagi kita. Dalam perjalanan hidup, sejatinya tidak akan luput dari tantangan dan masalah. Apabila segala sesuatunya kita niatkan ibadah, kebaikan dan pahala  akan kita petik di kehidupan yang akan datang. Janji-Nya mahabenar, jangan pernah menaruh harap kepada makhluk. Ikhlaskan segala yang terjadi maka akan timbul kelapangan hati dan rezki yang menghampiri. Itulah sikap sabar dan tawakal. Sebab dalam sabda-Nya, Allah bersama dengan orang yang sabar. Dan surga-lah tempat kembalinya. Apapun yang terjadi utamakan dan sertakan Tuhan didalamnya.

7. Anak sebagai generasi penerus dan investasi dunia-akhirat. Buah hati adalah dambaan setiap pasangan. Tidak sedikit dalam kasus KDRT anak sebagai korban atau pelampiasan. Pada akhirnya penyesalan yang akan kita dapatkan. Kembali niatkanlah apa yang kita berikan sebagai manifestasi ibadah. Tanpa sadar, segala kebaikan yang telah kita berikan suatu masa akan kembali kepada kita jua. Percayalah, baik dalam bentuk materi maupun nonmateri. 

Saya sedih, sedang trend saat ini beberapa pasangan milenial memutuskan untuk mengambil langkah freechild. Padahal Allah dan semesta sendiri mempercayai kita untuk menerima keberkahan didalamnya. Sayang seribu sayang, mereka belum memahaminya. Sedangkan, di luar sana tidak sedikit suami-istri yang amat merindukan keturunan dikarenakan faktor kesehatan.

Jangan bersedih, Allah Mahaadil, salah satu firman-Nya tentang amal yang tidak akan terputus hingga kita meninggal adalah doa anak yang soleh, bukan mutlak diperuntukan bagi anak secara biologis. Ayat tersebut bermakna umum, artinya sesiapa makhluk Tuhan yang berakhlak baik (shalih) akan sampai doanya kepada Allah SWT apalagi jika mendoakan orang tuanya. Banyak pula yang mengadopsi anak angkat. 

Tapi kembali luruskan niat kita, rawat seperti halnya anak kandung sendiri tampa pamrih dan tanpa tujuan timbal balik kedepannya. Berbagai kemungkinan bisa terjadi, anak yang salih pasti akan berusaha membalas kebaikan orangtua yang telah membesarkannya. Jagalah kemurnian hati kita dalam mengangkat anak semata karena Allah.  Allah Mahatahu, dibalik keterbatasan kita, akan ada hikmah yang tersimpan. Selalu berpositif-thinking kepada-Nya.

8. Pupuk terus spiritualitas dalam hidup kita. Jangan mengesampingkan norma agama. Tetaplah berpedoman kepada nilai-nilai didalamnya. Hidup akan bahagia jika berusaha menjalaninya dengan seimbang.

Kiranya sekian refleksi yang saya dapat dari kasus yang sedang hangat kali ini di masyarakat, mohon maaf atas segala kekurangan dan khilaf, semoga dapat diambil pelajaran/hikmahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun