Mendampingi Remaja Bangkit
"Didiklah anak-anak kita sesuai zamannya, karena mereka hidup bukan di zaman orang tuanya".
Di era digital saat ini, guru dituntut untuk memiliki kompetensi yang baik dalam penguasaan IPTEK. Sebenarnya bisa saja kita mengajar menggunakan metode lama, namun cenderung akan membosankan dan menjadi kurang diterima oleh siswa atau anak kita. Maka dari itu, kita harus mendidik mengikuti perkembangan zaman. Begitupun sebagai orang tua, hal ini juga berlaku dalam menerapkan pola asuh.
Di tengah banyaknya inovasi, pengetahuan, dan hal baru, posisikan diri kita agar tidak tertinggal. Untuk mengejar semua ketertinggalan, janganlah dinanti-nanti dan ubahlah mindset kita. Ciptakan pembiasaan untuk merubah diri dan memposisikan dengan perkembangan zaman. "Bisa ala biasa" kita akan bisa karena terbiasa.
Tidak semua remaja sulit bangkit, sebagian dari mereka ada yang melek teknologi. Dan kita berharap semakin bertambah. Namun tentunya bukan ke arah westernisasi, atau gaya hidup kebarat-baratan. Peran kita sangatlah besar untuk membantu para remaja agar bangkit dari kererpurukan, malas, maupun penyimpangannya.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja adalah faktor ekosistem dan faktor internal. Ekosistem belajar siswa diantaranya; orang tua (keluarga), guru (sekolah), dan lingkungannya. Ketiga hal tersebut sekitar 90% dapat mempengaruhi perilaku remaja baik kesuksesan maupun kegagalannya.
Seandainya kita berasal dari keluarga yang kurang mampu, maka tanamkanlah keyakinan untuk menjadi manusia 'mampu'. Itu dapat menjadi motivasi untuk terus melangkah dan hidup lebih baik. Yakinkan kita bisa, apalagi Tuhan telah memberikan segala potensi dalam diri kita, sebagai bekal untuk  hidup di dunia ini. Jangan berfokus pada kekurangan.
Pahamilah anak-anak dari berbagai kondisi dan situasinya. Seyogyanya kita sebagai orang tua atau orang dewasa hadir di tengah-tengah mereka. Karena, tanpa terasa beberapa generasi telah tercipta begitu cepat. Dengan sekelumit tantangan di dalamnya. Beberapa diantaranya yaitu generasi Alfa, generasi Z, generasi milenial. Semuanya memiliki karakteristik tersendiri. Dan tentu penanganan yang berbeda.
Dalam pendidikan, kurikulum memegang peranan penting dan senantiasa mengalami perubahan sesuai zaman. Di Indonesia sudah lumrah setiap lima tahun mengalami perubahan. Seiring dengan pergantian menterinya. Padahal menurut penelitian, hal tersebut kurang efektif. Implementasi kurikulum akan efektif minimal dalam kurun waktu sepuluh tahun pelaksanaannya. Tetapi biarlah sistem tetap berjalan. Para pemimpin kita tentu telah memperhitungkannya dengan baik. Tugas kita harus menjalankannya dengan baik pula.
Saat ini, pemerintah tengah melaksanakan program Kurmer (Kurikulum Merdeka) bertujuan agar para siswa memiliki kemerdekaan untuk belajar. Baik secara konten (materi pembelajaran), penyesuaian dengan gaya belajar, dan pemilihan projek lingkungan siswa berasal. Siswa harus mengenal karakteristik potensi lingkungannya. Hal tersebut diharapkan agar karya yang mereka hasilkan dapat bermanfaat untuk dirinya dan lingkungannya kelak. Dengan dipandu penguatan profil pelajar Pancasila yang mencetak siswa beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, mandiri, kreatif, dan kesadaran kebhinekaan global. Hal tersebut  bertujuan agar para siswa kita dapat satu visi, dapat bersaing, dan berdiri sama tinggi dengan negara-negara lain. Serta dapat terus survive. Bahkan memberi manfaat untuk bangsanya.
Menurut pengalaman seorang 'mantan' remaja, Eddrian adalah lulusan SMA BPK Penabur di Bandung. Yang kini tengah kuliah jurusan kedokteran di salah satu universitas ternama di Indonesia. Pada sebuah workshop yang diadakan oleh Langkah Guru pada 27 November 2022. Â Eddrian menuturkan kendala maupun harapan yang pernah dialami saat itu, diantaranya:
1. Tekanan orang tua yang selalu menuntut dirinya agar selalu berprestasi dan mendapatkan nilai pelajaran yang sempurna (100). Karena nilai berkaitan dengan sekolah favorit yang harus ia masuki.
2. Ia menghendaki bahwa orang tua harus memahami isi hati anaknya.
3. Orang tua dan anak memiliki komunikasi yang kuat agar satu jalan.
4. Memiliki gaya belajar.
5. Menurutnya guru adalah 'pahlawan'. Bahkan perannya lebih dari sekadar pahlawan. Karena guru bisa menjadi teman dan membantu  ia bangkit lebih cepat.
6. 'Melepas' pacar yang mengganggu belajar adalah tantangan yang dirasa cukup berat. Namun menurut Eddrian, seiring menjalani proses kehidupan, kita akan menjumpai orang yang lebih baik.
7. Support dari teman dekat. Karena nasihat-nasihat yang diberikan, sharing ilmu dan pengalaman.
8. Sikap orang tua yang baik.
9. Â Lingkungan yang baik
10. Mindset yang sehat, sehingga bisa melalui kehidupan yang sulit.
Itu merupakan pengalaman dari Eddrian seorang 'mantan' remaja yang telah menjalankan setiap fase perkembangannya. Ia mampu melewati setiap tantangan dalam kehidupan remajanya dengan baik. Meskipun ia menyadari pernah ada keterbatasan yang sulit, tetapi ia terus melangkah bahkan mendekati frakuensi yang dapat membantunya pulih, dan tidak terlena/ fokus terhadap setiap masalahnya.
Menurut penelitian seorang dokter spesialis kejiwaan. Beliau pada saat ini, banyak menangani gejala-gejala dari para pasien remaja seperti depresi, trauma, korban kekerasan fisik maupun seksual, dan keinginan bunuh diri yang sangat kuat. Semua itu disebabkan karena pola asuh yang sama pada beberapa orang tua. Seperti perceraian orang tua, pengabaian orang tua, dan tuntutan besar dari orang tua. Sehingga  mereka tidak memiliki berkembang emosi/psikis yang baik.
Permasalahan-permasalahan tersebut adalah akibat dari terganggunya fase perkembangan. Terutama di fase remaja, yaitu fase pencarian identitas. Pada fase ini adalah penentu. Karena mulai menyenangi hal-hal baru.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan anak yaitu faktor internal dan sosial. Faktor internal merupakan hal yang bersifat genetik/keturunan, sedangkan faktor sosial dipengaruhi oleh orang tua, guru, lingkungan, dan teman sebaya. Setiap anak memiliki fase tersendiri yang harus diperhatikan dalam setiap perkembangannya. Karena apabila fase-fase perkembangan tersebut ada yang terlewat, maka akan berpengaruh terhadap perilakunya di masa mendatang. Seperti kesulitan meminimasisasi trauma, pemecahan masalah, kekerasan, dan penyimpangan lainnya.
Adapun fase-fase perkembangan tersebut diantaranya:
- Fase 1: anak usia 0-1 tahun merupakan fase basic trust. Dimana anak harus diberikan 'hope' (harapan).
- Fase 2: anak usia 2-3 tahun. Pada fase ini anak ditanamkan tekad untuk melakukan sesuatu.
- Fase 3: anak usia 3-4 tahun orang tua harus menanamkan kepada anak agar mempunyai tujuan dalam hidup.
- Fase 4: anak usia 5-7 tahun (SD). Orang tua memberikan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi, bakat, prestasi, dan diberikan apresiasi.
- Fase 5: remaja: masa di mana anak mengalami transisi dari fase anak-anak. Masa pencarian hal yang baru, jati diri, dan rasa ingin tau/mencoba segala hal, termasuk teknologi.
- Fase Dewasa: pada fase ini, anak sudah memiliki tekad, tujuan yang matang, dan harapan yang kuat.
Pada fase 1-4 anak berada dalam 'genggaman' orang tua. Sedangkan pada fase remaja dan dewasa, peran orang tua sudah longgar.
Masa perkembangan pada intinya adalah MENDIDIK. Contoh yang paling bijak adalah kita sendiri menjadi model yang baik untuk anak kita. Baik kita sebagai orang tua atau sebagai orang dewasa yang mendampingi. Misalnya sikap religius, sopan, dan keterampilan yang baik adalah beberapa contoh aksi kita sebagai orang tua.
Sedangkan sebagai guru. Hal yang harus kita miliki diantaranya sikap religius, kepribadian sosial yang baik, pedagogik, dan profesionalitas tentunya. Dengan begitu, guru menjadi model yang bagus untuk para siswanya. Kepribadian yang bagus di dalam islam disebut uswatun hasanah. Menjadi "pembelajar seumur hidup" rasanya layak kita tanamkan sebagai motto hidup kita. Karena belajar yang paling baik adalah menjadi 'pembelajar'.
Adapun hal-hal yang dapat membantu remaja kita untuk bangkit diantaranya:
- Senantiasa menjadi contoh/ teladan yang baik
- Sebagai pendekatan, memberikan sikap simpati dan empati bahwa kita ada untuk membantu
- Contohkan kepribadian sosial yang bagus
- Pemberian reward (penghargaan)
- Pemberian magic word
- Pembiasaan pada hal-hal yang baik
- Nasihat
- Hukuman mendidik
- Mengikuti seminar parenting guru dan siswa
- Memiliki koneksi yang baik dengan ahli jiwa
- Menjadi hal yang sangat penting juga bahwa harus memiliki teman sefrekuensi. Orang tua dan guru harus memberikan kenyamanan. Pendekatan merupakan  hal yang utama. Orang tua menjadi agen kontrol yang paling utama untuk anak-anaknya.  Dan seorang ibu, menjadi 'madrasah' sehingga menjadi tempat anak-anak kembali ketika mereka terpuruk. Setidaknya itu adalah langkah kecil kita untuk membantu remaja bangkit. Sehingga mereka percaya diri dan mampu melangkah menaklukan tantangan zaman dan siap menyonsong masa depan gemilang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H