Mohon tunggu...
LUCKY NUGROHO
LUCKY NUGROHO Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Mercu Buana

Filateli dan Berenang

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ekonomi Indonesia Tahun 2025: Antara Pelambatan Tahun Politik dan Potensi Pemulihan

9 Januari 2025   13:48 Diperbarui: 9 Januari 2025   14:47 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Shutterstock via KOMPAS.com

Ketidakpastian politik menjelang Pemilu tidak hanya memengaruhi iklim sosial, tetapi juga menimbulkan dampak signifikan pada keputusan ekonomi. Fenomena sikap 'wait and see' menjadi respons utama pelaku usaha terhadap situasi ini, yang berdampak langsung pada berbagai aspek perekonomian.

Tahun politik di Indonesia, seperti Pemilihan Umum (Pemilu) presiden dan kepala daerah, selalu membawa dinamika yang signifikan terhadap perekonomian nasional. Sebagai salah satu ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia memerlukan stabilitas politik untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

Namun, ketidakpastian yang sering muncul menjelang Pemilu mempengaruhi keputusan pelaku ekonomi, seperti pengusaha, yang mengambil sikap "wait and see." Fenomena ini berdampak pada perlambatan aktivitas ekonomi, terutama pada penyaluran kredit, investasi, dan konsumsi domestik.

Dengan menggunakan teori prospek sebagai kerangka analisis, artikel ini akan membahas tantangan pelambatan ekonomi di tahun politik dan bagaimana harapan pemulihan muncul setelah stabilitas politik tercapai. Ketidakpastian politik menjelang Pemilu sering kali membuat pelaku usaha mengambil sikap "wait and see."

Mereka menunda ekspansi usaha, investasi, atau pengajuan kredit hingga hasil Pemilu memberikan kejelasan mengenai arah kebijakan ekonomi pemerintah yang baru. Fenomena ini mencerminkan penghindaran risiko yang menjadi salah satu konsep inti dalam teori prospek.

Teori prospek, yang diperkenalkan oleh Kahneman dan Tversky du tahun 1979 dengan artikel berjudul "Prospect Theory: An Analysis of Decision Under Risk", menjelaskan bahwa individu lebih cenderung menghindari kerugian daripada mengejar keuntungan.

Dalam konteks tahun politik, ketidakpastian politik membuat pengusaha lebih fokus pada potensi kerugian akibat perubahan kebijakan daripada peluang keuntungan yang mungkin diperoleh. Akibatnya, banyak keputusan strategis yang tertunda, sehingga memperlambat aktivitas ekonomi.

Beberapa Data dan Indikator Pelambatan Ekonomi di Tahun Politik

Perekonomian Indonesia pada tahun politik sering mengalami pelambatan. Salah satu indikator yang menunjukkan hal ini adalah pertumbuhan ekonomi yang cenderung lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2024 tercatat hanya 4,97%, turun dari kuartal IV 2023 yang mencapai 5,17%.

Perlambatan ini terutama dipengaruhi oleh melemahnya konsumsi rumah tangga dan investasi domestik, yang merupakan dua kontributor utama terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Ketidakpastian politik yang berlangsung menjelang Pemilu membuat para pelaku ekonomi, baik itu pengusaha maupun masyarakat, lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan.

Dalam banyak kasus, keputusan strategis yang seharusnya dibuat, seperti ekspansi usaha, investasi baru, atau pengajuan kredit, justru tertunda. Hal ini menyebabkan penurunan signifikan dalam sejumlah sektor perekonomian.

Misalnya, penurunan penyaluran kredit perbankan pada Februari 2024 yang hanya tumbuh sebesar 11,28% dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai 11,83%.

Penurunan ini lebih terlihat pada kredit investasi, di mana pelaku usaha cenderung menunda ekspansi dan investasi akibat ketidakpastian politik. Selain itu, indikator lain yang mencerminkan pelambatan ekonomi adalah berkurangnya likuiditas yang beredar.

Pada Agustus 2024, data menunjukkan bahwa angka uang beredar (M2) hanya mengalami pertumbuhan 7,2%, yang jauh lebih rendah dari angka sebelumnya pada Januari 2024 yang tercatat 5,4%.

Angka ini menunjukkan adanya penurunan aktivitas ekonomi yang cukup signifikan, yang dapat memengaruhi daya beli masyarakat serta konsumsi domestik.

Dampak Pelambatan Ekonomi di Tahun Politik

Data dan indikator tersebut memberikan gambaran yang jelas tentang perlambatan ekonomi yang terjadi selama tahun politik. Namun, dampak nyata dari perlambatan ini lebih jauh terlihat pada investasi, konsumsi, dan sektor perbankan yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi yang antara lain:

  • Penurunan Investasi: Perlambatan investasi domestik menjadi salah satu dampak paling mencolok dari sikap "wait and see." Data menunjukkan bahwa investasi langsung dari dalam negeri (PMDN) pada kuartal I 2024 turun sebesar 8,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini menghambat penciptaan lapangan kerja baru dan pertumbuhan sektor riil.
  • Pelemahan Daya Beli Masyarakat: Konsumsi rumah tangga, yang menyumbang lebih dari 50% terhadap PDB, mencatatkan pertumbuhan yang lebih lambat akibat penurunan daya beli masyarakat. Ketatnya likuiditas dan ketidakpastian ekonomi turut memperburuk situasi ini, sehingga konsumsi domestik melemah.
  • Stagnasi di Sektor Perbankan: Perlambatan penyaluran kredit berdampak pada pendapatan sektor perbankan. Laporan keuangan beberapa bank besar menunjukkan penurunan pendapatan bunga bersih (Net Interest Income) sebesar 4% pada kuartal I 2024 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Stagnasi ini menunjukkan perlunya kebijakan yang mendorong peningkatan permintaan kredit.

Respons Pemerintah dan Bank Sentral (Bank Indonesia)

Melihat dampak signifikan dari perlambatan ini, pemerintah dan Bank Indonesia telah mengambil berbagai langkah strategis untuk memitigasi risiko dan mendorong pemulihan ekonomi di tengah tantangan tahun politik yang antara lain:

  • Stimulus Fiskal: Pemerintah mempercepat realisasi belanja modal untuk proyek infrastruktur dan bantuan sosial guna mendorong konsumsi domestik. Pada kuartal I 2024, belanja infrastruktur meningkat sebesar 12% dibandingkan tahun sebelumnya. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang aktivitas ekonomi.
  • Kebijakan Moneter yang Akomodatif: Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,25% untuk meningkatkan likuiditas dan mendorong penyaluran kredit ke sektor produktif, seperti UMKM dan infrastruktur.
  • Insentif Investasi: Pemerintah memberikan insentif pajak kepada sektor strategis seperti manufaktur dan energi terbarukan untuk menarik investasi baru. Insentif ini diharapkan dapat mengatasi perlambatan investasi yang disebabkan oleh ketidakpastian politik.
  • Peningkatan Komunikasi Kebijakan: Komunikasi yang jelas dan transparan dari pemerintah terkait arah kebijakan ekonomi pasca Pemilu bertujuan untuk mengurangi kekhawatiran pelaku usaha. Hal ini penting untuk memulihkan kepercayaan pelaku usaha dan mendorong investasi yang sebelumnya tertunda.

Potensi Korupsi Pasca Pemilu

Salah satu dampak yang sering kali muncul setelah tahun politik adalah potensi terjadinya peningkatan korupsi. Korupsi seringkali meningkat baik menjelang maupun setelah pemilu atau Pilkada, terutama di tingkat pemerintahan daerah.

Praktik korupsi yang terjadi pasca Pemilu atau Pilkada merugikan perekonomian daerah dan memperlambat pembangunan yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kemajuan ekonomi. Fenomena ini seringkali dipicu oleh persaingan ketat dalam pemilu dan Pilkada.

Untuk memenangkan pemilu, calon pemimpin atau tim pemenangan sering kali membutuhkan dana kampanye yang besar, yang tidak jarang melibatkan praktik korupsi, seperti suap atau penggelapan dana. Setelah pemilu selesai, politisi yang terpilih juga sering kali memiliki ambisi untuk menguasai sumber daya daerah untuk kepentingan pribadi.

Ini sering mengarah pada pengalokasian anggaran yang tidak efisien dan penyalahgunaan wewenang yang berimbas pada menurunnya kualitas pembangunan di daerah.

Dampak dari korupsi ini sangat nyata dalam penurunan kualitas infrastruktur dan layanan publik. Dana yang seharusnya dialokasikan untuk proyek pembangunan atau peningkatan kualitas pelayanan publik sering kali diselewengkan untuk kepentingan pribadi.

Akibatnya, proyek-proyek yang direncanakan tidak dapat diselesaikan dengan baik, dan infrastruktur yang ada menjadi tidak memadai untuk mendukung perkembangan ekonomi daerah. Selain itu, korupsi juga mengurangi kepercayaan investor, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi.

Investor cenderung menghindari daerah yang memiliki tingkat korupsi tinggi karena ketidakpastian dan ketidakefisienan dalam pengelolaan anggaran daerah. Ini pada akhirnya menyebabkan daerah tersebut kesulitan untuk menarik investasi yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan sektor riil.

Harapan Pasca Tahun Politik

Setelah berakhirnya tahun politik dan terwujudnya stabilitas politik, banyak pihak yang berharap bahwa perekonomian Indonesia akan segera pulih dan bahkan tumbuh lebih kuat.

Dalam pengalaman sebelumnya, Indonesia memiliki rekam jejak pemulihan ekonomi yang baik setelah tahun politik. Sebagai contoh, pasca Pemilu 2019, ekonomi Indonesia mampu rebound dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dari 5,02% pada kuartal II menjadi 5,17% pada kuartal III di tahun yang sama.

Dalam konteks ini, stabilitas politik pasca Pemilu diharapkan akan membawa kejelasan tentang arah kebijakan ekonomi pemerintah. Pelaku ekonomi, baik itu pengusaha, investor, maupun masyarakat, akan lebih percaya diri untuk kembali melakukan ekspansi usaha, investasi, dan peningkatan konsumsi. Selain itu, pengaliran kredit perbankan yang tertunda selama tahun politik diprediksi akan kembali lancar, mendorong pertumbuhan sektor riil, dan menciptakan lapangan kerja yang dibutuhkan.

Keberhasilan kebijakan fiskal dan moneter yang diambil oleh pemerintah dan Bank Indonesia juga akan menjadi penentu utama dalam pemulihan ekonomi. Sinergi antara kebijakan fiskal yang mempercepat belanja infrastruktur dan kebijakan moneter yang mendukung penyaluran kredit ke sektor produktif diharapkan akan membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia di tahun 2025. Indonesia memiliki potensi besar untuk bangkit kembali dan mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat setelah tahun politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun