Mohon tunggu...
Lucky Maulana Azhari
Lucky Maulana Azhari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menyukai bola dan film

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mari Bersepakat Untuk Tidak Lagi Berdebat Soal Privilese

1 Maret 2022   03:56 Diperbarui: 1 Maret 2022   03:57 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau kita tarik dengan pendapat Indra Kenz soal privilese, kok agaknya malah kontra dari gambaran sederhana privilese itu sendiri. Semacam logika yang cacat, terbalik-balik pula.

Lha, kok jadi ikutan berdebat soal privilese? Enggak, saya hanya sedang membenahi persepsi tentang apa itu privilese dari kekeliruan cara berpikir seorang Indra Kenz.

Sejalan dengan judul, saya ingin mengajak pembaca untuk menyudahi perdebatan soal privilese, lebih-lebih di media sosial. Berikut saya rangkum alasannya :

#1 Apapun topiknya debat di dunia maya sangat sulit mencapai tujuan. Sebab, debat di dunia maya tidak ada aturan seperti diskusi ilmiah. Pembahasan bisa saja loncat-loncat karena tidak adanya patokan ilmiah.

#2 Khusus tema privilese, dalam konteks Indonesia perdebatannya sangat mungkin melebar ke mana-mana. Karena, konsep privilese mendapatkan korelasi kompleks antara identitas sosial seseorang yang saling berhubungan (ras, kelas, jenis kelamin, usia, kemampuan fisik dll.)

#3 Harus dipahami bahwa memiliki privilese tidak mutlak berarti bahwa seseorang kebal terhadap kesulitan hidup, hanya saja ia lebih beruntung dari orang lain dalam suatu hal, dan dalam hal lain belum tentu. Artinya posisi seseorang bisa sangat bersinggungan, seseorang bisa tertindas dan diistimewakan pada saat yang bersamaan.

#4 Sedikit sekali orang yang berani mengakui kepemilikan privilese. Bukan tanpa alasan, dalam khazanah berpikir masyarakat yang kompetitif seperti sekarang, pengakuan atas privilese itu kerap dianggap cara berpikir primitif. Padahal faktanya, sedikit banyak privilese turut mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan seseorang.

Saya kira empat alasan di atas, cukup untuk kita segera menyudahi perdebatan soal privilese. Ya, karena privilese tidak sesempit miskin dan kaya, apalagi sampai membedakan manusia cuma berdasarkan dua hal tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun