Jan Bierhoff dan Martha Stone dalam Deuze (2004, h.143) meringkas beberapa karakteristik institusional konvergensi media, yakni:
Adanya kerjasama antar organisasi media lainnya baik ranah jurnalistik maupun non-jurnalistik untuk menyediakan, mempromosikan, memperbaharui, atau bertukar berita.
Pemasaran terpadu dan manajemen proyek yang dilakukan secara lintas media.
Pengembangan strategi penelitian dan pengembangan.
Adanya faktor kontekstual terkait dengan undang-undang lokal maupun industri, dan peraturan serikat pekerja.
Selain itu, Deuze juga memaparkan elemen-elemen utama dari konvergensi yang dirangkum dari online report American Press Institute dan Mudia Report, yakni:
Terpadunya level-level manajemen secara tetap.
Sudah ditetapkannya anggaran, strategi, dan jadwal.
Terjaminnya peluang untuk melakukan pelatihan ulang,
Adanya integrasi secara fisik antara ruang wartawan yang berbeda.
Adanya kesinambungan antara departemen yang berbeda. Departemen tersebut meliputi pemasaran, penjualan, irama, level-level manajerial, teknik, dan administratif.
Selain Mark Deuze, Multimedia juga didefinisikan oleh Davis Campbell. Campbell dalam artikelnya yang berjudul “Multimedia, photojournalism, and visual storytelling” mengatakan bahwa multimedia merupakan proses kombinasi antara gambar, suara, grafik, dan teks guna memproduksi suatu cerita. Konsep “multimedia” mulai marak saat terjadinya revolusi digital yang berkembang pesat hingga mampu mengurangi perbedaan yang mencolok antara gambar yang diam dan bergerak. Campbell mengatakan bahwa akar dari Multimedia sebenarnya berangkat dari Fotografi. Perkembangan fotografi yang berkembang secara sinkron dengan teknologi menyebabkan munculnya “Visual Storytelling”. Konvergensi multimedia yang ada menyebabkan terbukanya kesempatan bagi komunitas lain yang sama-sama memiliki tujuan untuk menggunakan format lain untuk mendukung konten gambar mereka. Berangkat dari situlah, muncul beberapa produk hasil konvergensi multimedia, seperti Photojournalism, Video Journalism, Dokumenter, dan Sinema.
Meskipun tidak membuat genre visual baru, Multimedia membuka peluang wartawan-wartawan yang sekaligus merangkap menjadi fotografer maupun videografer untuk menunjukkan kemampuan menciptakan nilai estetika dalam produk jurnalistik mereka, dan komitmen mereka dalam menulis naskah berita sehingga mereka dapat terbiasa melakukan jurnalisme multimedia.
Campbell mengatakan konvergensi tidak hanya berarti “semuanya bergabung menjadi satu” saja. Inti dari Konvergensi adalah bahwa format “gambar” menjadi format paling utama dalam “storytelling”, dan untuk menceritakan sebuah berita jurnalistik, diperlukan format-format lain untuk mendukung cerita tersebut.
Sumber:
Deuze, Mark. (2004). What is Multimedia Journalism?. Amsterdam: Jurnal Akademik University of Amsterdam, Netherlands, Volume 5.
“Multimedia, photojournalism and visual storytelling”, ditulis 29 April 2013 oleh David Campbell. Diakses melalui https://www.david-campbell.org/2013/04/29/multimedia-photojournalism-and-visual-storytelling pada 8 Februari 2020.