Bergabungnya format-format menjadi satu menyebabkan terjadinya fenomena "Multimedia". Multimedia memberi dampak yang besar bagi industri jurnalistik karena kemampuannya memberi kekuatan pada aspek "storytelling".
Kata "Multimedia" tentu tidak asing dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Mark Deuze (2004, h.10) dalam jurnalnya yang berjudul "What is Multimedia Journalism?" , Multimedia dapat diartikan dalam dua hal. Definisi pertama, Multimedia merupakan penyajian berita yang dibentuk dalam paket yang terdiri dari dua format atau lebih, dan diterbitkan melalui website.
Format yang dimaksud adalah audio, foto, tulisan, musik, dan animasi. Definisi kedua Multimedia menurut Mark Deuze adalah sebuah kesatuan berita yang disajikan melalui platform yang berbeda, seperti website, surel, radio, televisi, majalah, dan koran.
Meskipun berbeda, kedua definisi tersebut memiliki inti yang sama, yakni multimedia menyatukan segala format yang dulunya terpisah menjadi satu, sehingga muncul konsep "konvergensi". Konvergensi Multimedia ini tidak hanya menyatu dalam formatnya saja, namun aspek-aspek eksternalnya juga, seperti pemasaran, promosi, penjualan, distribusi, hingga aktivitas dengan masyarakat.
Karena sudah berkembang dengan pesat, multimedia yang terintegrasi sudah umum digunakan dalam industri entertainment, jurnalistik, dan penyiaran. Deuze (2004, h.141) memaparkan beberapa contoh pemanfaatan penuh konvergensi multimedia dalam dunia jurnalisme dan penyiaran:
Wartawan kini dapat mempresentasikan aspek-aspek beritanya di depan kamera yang kemudian disiarkan secara langsung dalam stasiun televisi
Live Report yang merupakan hasil dari jurnalisme multimedia. Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=_B_c-iVc_io
![Live Report yang merupakan hasil dari jurnalisme multimedia. Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=_B_c-iVc_io](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/02/09/maxresdefault-5e401c93097f3676f7233512.jpg?t=o&v=770)
2. Foto-foto yang diabadikan oleh fotografer atau jurnalis kini dapat ditayangkan melalui website perusahaan mereka daripada dicetak.
3. Ringkasan berita yang ditulis oleh wartawan kini dapat dimunculkan dalam surel ataupun sms.
4. Media-media penyiaran dan percetakan kini dapat bergabung untuk mengerjakan suatu proyek, dimana mereka dapat berkumpul untuk mengedit dan mempresentasikan berita mereka melalui berbagai format.
5. Berbagai karyawan yang bekerja dalam format cetak, penyiaran, dan online dapat bergabung untuk mengumpulkan informasi, menggali data-data, dan merencanakan penyebaran ke seluruh format media.
Meskipun konvergensi multimedia telah umum dipraktikkan dalam jurnalisme, riset-riset yang dilakukan di berbagai negara membuktikan bahwa penggunaan multimedia cenderung memproduksi ulang penerapan dan budaya jurnalistik yang telah ada. Hal tersebut dibuktikan dengan jarang digunakannya opsi-opsi interaktif dalam website media ataupun produk jurnalisme multimedia mereka. Interaktivitas Multimedia yang seharusnya terdapat dalam produk mereka seperti hyperlink malah ditemukan di luar portal media online mereka (2004:141).
Jan Bierhoff dan Martha Stone dalam Deuze (2004, h.143) meringkas beberapa karakteristik institusional konvergensi media, yakni:
Adanya kerjasama antar organisasi media lainnya baik ranah jurnalistik maupun non-jurnalistik untuk menyediakan, mempromosikan, memperbaharui, atau bertukar berita.
Pemasaran terpadu dan manajemen proyek yang dilakukan secara lintas media.
Pengembangan strategi penelitian dan pengembangan.
Adanya faktor kontekstual terkait dengan undang-undang lokal maupun industri, dan peraturan serikat pekerja.
Selain itu, Deuze juga memaparkan elemen-elemen utama dari konvergensi yang dirangkum dari online report American Press Institute dan Mudia Report, yakni:
Terpadunya level-level manajemen secara tetap.
Sudah ditetapkannya anggaran, strategi, dan jadwal.
Terjaminnya peluang untuk melakukan pelatihan ulang,
Adanya integrasi secara fisik antara ruang wartawan yang berbeda.
Adanya kesinambungan antara departemen yang berbeda. Departemen tersebut meliputi pemasaran, penjualan, irama, level-level manajerial, teknik, dan administratif.
Selain Mark Deuze, Multimedia juga didefinisikan oleh Davis Campbell. Campbell dalam artikelnya yang berjudul “Multimedia, photojournalism, and visual storytelling” mengatakan bahwa multimedia merupakan proses kombinasi antara gambar, suara, grafik, dan teks guna memproduksi suatu cerita. Konsep “multimedia” mulai marak saat terjadinya revolusi digital yang berkembang pesat hingga mampu mengurangi perbedaan yang mencolok antara gambar yang diam dan bergerak. Campbell mengatakan bahwa akar dari Multimedia sebenarnya berangkat dari Fotografi. Perkembangan fotografi yang berkembang secara sinkron dengan teknologi menyebabkan munculnya “Visual Storytelling”. Konvergensi multimedia yang ada menyebabkan terbukanya kesempatan bagi komunitas lain yang sama-sama memiliki tujuan untuk menggunakan format lain untuk mendukung konten gambar mereka. Berangkat dari situlah, muncul beberapa produk hasil konvergensi multimedia, seperti Photojournalism, Video Journalism, Dokumenter, dan Sinema.
Meskipun tidak membuat genre visual baru, Multimedia membuka peluang wartawan-wartawan yang sekaligus merangkap menjadi fotografer maupun videografer untuk menunjukkan kemampuan menciptakan nilai estetika dalam produk jurnalistik mereka, dan komitmen mereka dalam menulis naskah berita sehingga mereka dapat terbiasa melakukan jurnalisme multimedia.
Campbell mengatakan konvergensi tidak hanya berarti “semuanya bergabung menjadi satu” saja. Inti dari Konvergensi adalah bahwa format “gambar” menjadi format paling utama dalam “storytelling”, dan untuk menceritakan sebuah berita jurnalistik, diperlukan format-format lain untuk mendukung cerita tersebut.
Sumber:
Deuze, Mark. (2004). What is Multimedia Journalism?. Amsterdam: Jurnal Akademik University of Amsterdam, Netherlands, Volume 5.
“Multimedia, photojournalism and visual storytelling”, ditulis 29 April 2013 oleh David Campbell. Diakses melalui https://www.david-campbell.org/2013/04/29/multimedia-photojournalism-and-visual-storytelling pada 8 Februari 2020.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI