Seperti itulah fenomena kehidupan ini. Seorang ahli pernah mengatakan bahwa Anda bergerak atau Anda tidak bergerak, Anda akan dikritik. Oleh karena itu lakukan saja sesuatu yang menurut Anda benar. Ketika sudah menetapkan hati untuk melakukan sesuatu yang itu insyaAllah baik dan benar, maka apa kata orang yang bersifat cemeeh tidak usah dipedulikan, namun ketika ada kritik yang membangun maka tanggapilah secara positif.
Semasa SMA, saya pernah masuk berbagai organisasi yang menekankan disiplin setengah militer. Nah, pada saat test (kawan-kawan menyebutnya itu tes mental) saya disuruh untuk melakukan sesuatu. Saat itu saya bertanya terlebih dahulu “Apa tujuan dari ini?” namun alih-alih dijawab, saya justru dibentak sambil disiram air. Akhirnya dengan terpaksa saya penuhi semua keinginan dari instruktur saya itu. Diakhir tes itu saya dibilang sebagai orang yang “sok” dan sombong. Kemudian kira-kira seminggu kemudian saya tidak hadir saat latihan dan saat itu juga saya dibilang sebagai orang yang egois.
Dalam hati tentu saya bertanya, darimana sombong saya dan darimana egois saya? Sombong dari yang saya pelajari adalah menolak kebenaran dan membanggakan apa yang dimilikinya, seperti kisah Qarun, Fir’aun dan lain-lain. Egois itu adalah mementingkan kepentingan sendiri tanpa memperhatikan kepentingan orang lain. Contohnya adalah orang yang merokok disamping ibu hamil atau anak-anak.
Saya terus instropeksi diri dan waktu itu memang segala yang disebut oleh instruktur tadi tidak bisa saya pahami dan saya cocokkan pada diri saya. Ternyata setelah saya konsultasikan pada dua orang yang saya anggap mentor menyatakan bahwa saya memang bukan seperti yang mereka lontarkan. Dari sana saya dapat pelajaran untuk tetap bertahan pada prinsip yang telah diyakini kebenarannya dan menganggap olokan itu sebagai bentuk perhatian seseorang karena telah memperhatikan kita. Kisah ini saya angkat bukan untuk membanggakan diri, bukan untuk menjelekkan orang lain, melainkan untuk berbagi pelajaran kepada kita semua.
Semoga bermanfaat