Mohon tunggu...
Lusia Lorinanto
Lusia Lorinanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa yang sedang belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sosial Media sebagai Ajang Dunia Pamer

19 November 2022   23:33 Diperbarui: 19 November 2022   23:46 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkembangan teknologi sekarang ini tidak bisa kita hindari banyak hal yang ditawarkan dengan mudah. Namun, perkembangan teknologi tidak selalu memberikan dampak positif, seperti di era yang berkembang saat ini banyak dipenuhi dengan budaya pamer atau flexing harta kekayaan dalam hal apa pun.

Flexing adalah kebiasaan seseorang yang ingin menunjukkan segalanya di media sosial, baik itu harta benda, barang koleksi, atau penampilan. Bedanya dengan tindakan pamer lainnya, flexing lebih sering dilakukan di media sosial. Flexing juga bisa menjadi cara cepat terkenal di media sosial. Sebagian orang berpendapat bahwa kata flexing adalah orang yang memalsukan atau memaksakan gaya agar diterima dalam pergaulan. 

Padahal biasanya orang makin kaya akan menjaga privasi dan menghindari media sosial sehingga flexing bukanlah gambaran orang kaya yang sesungguhnya. Sikap flexing juga tidak hanya untuk sebagai pencitraan diri, tetapi juga sebagai alat marketing dalam perusahaan.

Fenomena flexing ini makin sering terjadi dengan adanya sosial media, orang-orang berlomba-lomba untuk pamer harta kekayaan mereka. Hal-hal yang di pamerkan, seperti rumah, perhiasan, uang, mobil mewah, jet pribadi, dan barang mewah lainnya yang diunggah di media sosial mereka. Hal itu tentu saja membuat menarik banyak perhatian dari orang lain dan juga membuat orang-orang mengikuti apa yang dilakukan dari mereka. 

Sosiolog Universitas Padjajaran, Yusar Muljadji menilai fenomena itu wajar. Apa yang terjadi itu merupakan sisi lain manusia yang ingin mendapatkan pengakuan dari manusia lain. 

Zaman sekarang memang penting untuk mencari perhatian terutama bagi para vlogger atau content creator agar content yang mereka produksi dilihat oleh banyak orang. Dengan begitu mereka pasti akan mendapatkan page views yang pastinya memengaruhi pendapatan mereka.

Mungkin kalian pernah dengar kata "wahh murah banget" yang di mana kata itu sering disebut oleh Indra Kenz. Dia dikenal kerap kali memamerkan harta kekayaannya di media sosial dan dari perilakunya itu membuat para netizen menjadi kesal terhadap perilakunya. 

Namun, sekarang dia ditahan karena adanya sejumlah laporan dari pihak-pihak yang mengaku menjadi korban penipuan investasi bodong yang dia sempat promosikan. Dari kasus tersebut kita jadi tahu bahwa tindakan flexing memiliki dampak buruk bagi pelaku maupun orang yang hanya ikut melihat tindakan flexing tersebut.

 

Menurut Teori Filsafat

Menurut teori Soren Kierkegaard, pada fenomena tersebut tergolong pada eksistensi manusia. Di tahap eksistensi manusia ada tiga tahap perkembangan yang sesuai dengan kehendak dirinya sendiri, sesuai dengan fenomena ini ada di tahap estetis yang di mana manusia digambarkan dengan cara mendapatkan kesenangan dan kenikmatan. 

Tahap estetis, yakni berasal dari bahasa Yunani aisthesis yang bermakna sensasi. Di tahap ini manusia mengambarkan kehidupannya hanya untuk kesenangan, penuh nafsu dan keinginan, hanya sebagai acuan pola hidupnya sesuai trend zaman. Ketika manusia bertindak mereka sering tidak mempertimbangkan apakah perilaku yang mereka lakukan itu baik atau salah bagi orang lain.

Menurut Kierkegaard, tahapan tersebut berhubungan dengan keinginan spontan dan keinginan manusia yang berada pada tahap estetis yang di mana di tahap ini manusia akan menunjukkan dirinya bagaimana mendapatkan kesenangan dan kenikmatan yang didapatkan. 

Di tahap estetis sendiri manusia juga akan lebih memilih menikmati kesenangan dan menolak akan hal yang membuat dirinya tidak bahagia yang didasari oleh suasana hati sendiri. 

Apabila manusia tidak melakukan hal tersebut dengan keinginannya, dirinya akan merasa ada yang hampa atau ada yang kurang dalam diri dan hidupnya. Hal ini akan berdampak pada tindakan fatal apabila manusia merasa dirinya tidak memiliki kesenangan, dapat menimbulkan rasa ingin bunuh diri untuk kabur dari kehampaan yang mereka alami.

Dilansir dari urban dictionary, Flexing adalah tindakan membual tentang hal-hal yang berhubungan dengan uang, seperti tentang berapa banyak uang yang dimiliki atau tentang barang-barang mahal yang mereka miliki. Tindakan tersebut biasanya dilakukan oleh anak-anak muda di media sosial. Dapat dikatakan juga mereka berlomba-lomba memamerkan kekayaan untuk mendapatkan pujian bahwa dirinya itu sangat sempurna.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan Flexing diantaranya, yaitu adanya faktor tekanan sosial, tekanan sosial yang dimaksud ini seperti tuntutan gaya hidup atau pengaruh dalam lingkungan selain itu juga adanya faktor masalah kepribadian, faktor ini menyebabkan seseorang suka mencari perhatian, hal tersebutlah yang membuat dia merasa ingin mendapatkan pengakuan lebih hebat dari orang lain dan juga masih banyak faktor-faktor lainnya.

Flexing ini juga sebenarnya merupakan perilaku yang normal jika tidak dilakukan secara berlebihan namun, pada masa sekarang ini lebih banyak memberikan dampak negatif karena dilakukan dengan kesengajaan untuk menarik perhatian dari orang lain dan publik. 

Sebagai contoh perilaku flexing yang buruk dapat kita jumpai di salah satu Influencer yang bernama Indra Kenz. Dia sering kali memamerkan harta kekayaannya dengan tujuan untuk memengaruhi orang-orang agar memiliki keinginan untuk menjadi seperti dia dan hal itu juga memicu orang-orang untuk menjadi percaya akan usaha apa yang digeluti sehingga menjadi kaya raya seperti itu.

Fenomena tersebut sama dengan teori dari Kierkegaard yang berisi tentang eksistensi manusia yang di mana eksistensi manusia sendiri memiliki tiga tahap perkembangan, yaitu tahap estetis, etis, dan religius. 

Namun, untuk fenomena ini lebih mengarah ke tahap estetis yang di mana di tahap ini manusia mengambarkan kehidupannya hanya untuk kesenangan, penuh nafsu dan keinginan, hanya sebagai acuan pola hidupnya sesuai dengan trend di zamannya. 

Oleh karena itu, kita harus pandai dalam menilai dan juga harus berhati-hati dengan orang-orang yang muncul di media sosial kemudian langsung memamerkan harta kekayaan mereka yang begitu mewah itu. Di sisi lain, globalisasi juga membawa pengaruh perubahan perkembangan teknologi informasi dan perilaku sekaligus perubahan sosial budaya pada masyarakat saat ini.

Dari fenomena flexing ini dapat disimpulkan bahwa masih banyak orang-orang yang ingin menunjukkan kebahagiaan yang mereka rasakan kedalam bentuk tanda-tanda yang memiliki arti atau makna. 

Arti atau makna itulah yang kemudian diperlihatkan kepada orang lain atau publik dan hampir tidak ada satu momen kebahagiaan yang terlewatkan dalam aktivitas sosial mereka yang tidak dipamerkan ke orang lain, dengan tujuan selain ingin berbagi informasi, mereka juga ingin pamer dan memperlihatkan eksistensi dan keberadaan mereka lewat cara seperti itu di lingkungan sosial mereka.

Selain itu, fenomena flexing dalam media sosial ini dapat berujung pada penindakan hukum apabila dalam hal yang tertera pada hukum pidana. Aksi tersebut akan berdampak fatal apabila tidak dipikirkan sebab akibatnya terlebih dahulu hal yang menurut kita berjalan baik-baik saja belum tentu akan mendapatkan respon yang baik juga dari orang lain.

Dari kasus yang sudah terjadi di kalangan selebgram ini tentunya memberikan beberapa pembelajaran kepada masyarakat untuk pentingnya mengambil sebuah keputusan yang matang-matang dahulu terhadap lingkungan masyarakat di media sosial. Di dalam kehidupan ini tentunya memiliki pro dan kontra oleh karena, itu pentingnya menjadi diri sendiri bukan malah melebih-lebihkannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun