Yang menjadi istimewa dari pasar TU ini, cuma satu sih...berbelanja di pasar TU kita akan mendapatkan harga jauh lebih murah dibandingkan belanja di pasar lainnya apalagi di warung biasa, apalagi di supermarket. Beda harga dari pasar TU sama pasar Bojong gede aja bisa sampai 5ribu selisih harga. Di pasar ini juga ada musolahnya, ada kantin, dan aktifitas pasar di mulai pada sore sampai malam. Paginya malah sepi aktifitas sama sekali.
Langkah kelima, menciptakan pasar tematik untuk kembali menghidupkan pasar? Buat saya, kalau tujuannya untuk menarik minat pengunjung demi datang ke pasar, yah sah-sah saja. Mungkin bisa berhasil. Mungkin juga hanya membuang-buang anggaran dana karena pada akhirnya pasar dengan konsep tematik pasti akan berberbeda "kebutuhan" psikologisnya terhadap pengunjung/pembeli. Orang hanya akan sekali atau beberapakali datang untuk melihat apa yang berbeda dari pasat tersebut. Habis itu? yasudah di tinggalkan. Jadi niatnya bukan belanja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang HARUSNYA darisanalah sebenarnya tujuan pasar itu tercipta. Pasar beda dengan mall atau swalayan, di mall orang ngak punya duit bisa datang dengan motto belanja CLBK "Cuma Liat Beli Kaga". Tapi, kebanyakan orang yang datang ke pasar pasti orang-orang yang memiliki kebutuhan dasar mendesak yang harus segera di penuhi (gari bawahi) dan memang niat ingin berbelanja. Bukan cuma liat cabe, nanya harga cabe ke pedagang, kalau cabe mahal ngak jadi beli?
Kalaupun segala kebutuhan pangan yang primer di pasar naik harganya, jangan ragu untuk curhat. Ngeluarin unek-unek yang ada di hati itu sehat. Karena pasar rakyat bisa berfungsi sebagai ruang kritik publik terbuka. Pembeli bisa mendengar keluh kesah kehidupan si penjuan dan sebaliknya. Tanpa kita sadari hal ini, termasuk menjadi point penting bagi keberadaan pasar rakyat yang tidak bisa di gantikan oleh keberadaan minimarket, pasar modern, swalayan apalagi mall besar. Maka dari itu kita sering melihat kan, kalau lagi musim kampaye. Calon pemimpin menarin simpati publik dengan mendatangi pasar rakyat. Karena bagi mereka pasar rakyat tetep dibutuhkan sebagai komuditas kepentingan politik demi membangun opini publik.
Jadi, fungsi pasar berkonsep tematik kedepannya bisa kita nilai sendiri gunanya buat apa. Fungsi pasar itu pasti akan mengalami pergeseran identitas sebagai pasar rakyat yang tidak lagi di kenali.
Ibaratnya begini, kita jangan pura-pura buta, tidak melihat. Bahwa pasar rakyat yang dipaksakan di bangun menjadi lebih modern hanya akan menimbulkan kerugian dan kerusakan psikologis terhadap masyarakat pasar itu sendiri kalau masyarakat pasar tersebut tidak siap. Sewa lapak pasar jadi mahal, harga komuditas barang yang di jual jadi terpaksa harus dinaikkan. Penjual bukan tidak mungkin kehilangan pembeli yang akan pindah ke pasar lain yang lebih murah meskipun letaknya lebih jauh dari rumahnya. Maksud saya, kalau ingin membangun atau membuat trobosan pasar tematik lihat-lihat dulu kondisi lingkungan di pasar tersebut. Matanya di fungsikan, hatinya di pakai. Sewaktu saya, tinggal di perumnas 2 Tangerang. Tujuan pasar kami hanya ada dua yaitu; pasar Malabar dan Pasar Bayem. Lalu di bangunlah pasar rakyat bertema modern di sekitar Mitra dekat Harkit, namanya Pasar MM 2000 yang di bangun pada tahun yang sama, maksudnya akan menggantikan Pasar Bayem yang ingin dibuat perumahan. Tapi, kalau kalian berada di Perumnas Tangerang kalian bisa lihat sendiri kondisinya sekarang. Pasar MM 2000 menjadi bangunan yang masih menyisakan ke kokohannya tapi tanpa penghuni. Pasar MM 2000 hanya mampu bertahan kurang dari 2 tahun. Tidak ada yang salah dengan niatan untuk membangun pasar rakyat menjadi modern, yang salah adalah sebelum pembangunan terjadi tidak melihat kondisi lingkungan dan kultur di masyarakat tersebut.
Kompasianer pernah mengunjungi kota wisata Cibubur? pernah melihat pasar rakyat yang berkonsep modern disana? Kalau saya melihat bangunannya hampir sama persis dengan bangunan yang ada di Pasar MM 2000. Mewah dan modern, barang dagangan yang dijual setara kualitasnya dgn swalayan Tapi, kenapa pasar MM 2000 bangkrut dan pasar rakyat di Perumahan kota wisata Cibubur itu selalu sesak pengunjung? Saya pernah magang jualan tempe disana, jadi saya paham kondisinya. Jual tempe di lapak sahabat saya, yang berani melepas kerjaan di sebuah bank untuk menjadi penjual tempe di pasar. Tapi, berbuah manis. Pasar cibubur selalu ramai dan usahanya kian sukses. Pasar cibubur sama seperti pasar modern yang lain, beralas lantai keramik, meski tetep menyisakan kondisi becek tapi toh beberapa artis tetep turjun sendiri ke pasar ditemani dengan pembantunya. Salah satu yang menjadi pelanggan adalah vokalis band She.
Itu sebagai gambaran saja. Kalau disebutkan pasar merupakan cerminan jiwa dan karakter masyarakat sebuah kota adalah benar. Pasar modern MM 2000 tidak cocok di lingkungan perumnas Tangerang karena rata-rata yang datang berbelanja disana adalah pembeli dengan kondisi keuangan menengah, masih mencari harga murah di bandingkan tingkat kenyamanan berbelanja. Berbeda dengan pasar di Perumahan Kota Wisata Cibubur. Dimana konsep modernitas yang disajikan pasar tersebut berhasil menarik banyak pengunjung karena menawarkan kenyamanan meskipun harga sayur dan bahan pokok sembako lainnya diatas harga rata-rata pasar lainnya.
Membangun pasar tematik pun rasionya harus ditimbang-timbang. Pasar gaul seperti yang di pasar Santa mungkin cocok karena lingkungan masyarakat yang tinggal disana menengah ke atas. Ada coffe bar dan segala macam yang lebih banyak di kunjungi anak muda. Sebaiknya kalau ingin memajukan pasar, buat saya lebih bagus ke dukungan fasilitas teknologi yang bisa menjadikan solusi atas permasalahan pasar selama ini, misalnya itu tadi: adanya unit pengelolahan limbah sampah, adanya alat untuk mendeteksi kualitas daging yang dapat pembeli gunakan gratis, alat timbang ulang 'kejujuran'. Karena kalau pasar rakyat di tambahkan unsur 'gaul' atau unsur 'panggung' berlebihan, yang tidak pada tempatnya. Saya jujur saja sebagai pembeli pasti akan terganggu bila lagi belanja kelapa parut tiba-tiba ada suara dramband, atau suara dalang dan instrumennya karena lagi menggelar pertunjukan di pasar.
Denyut jantung pasar rakyat tanggungjawab sosial semua pihak.
Rada sedih sebenarnya, bahwa kita masing-masing harus mempertanyakan kembali pada diri sendiri. Benarkah kita bangsa yang berbudaya? Bangsa yang memegang erat apa yang pernah di perjuangkan para leluhur, untuk kita pertahankan keberadaannya. Budaya gotong royong. Dalam hal menghadapi permasalahan bangsa, berat sama di pikul, ringan sama di jinjing. Pada saat ini, pasar rakyat sedang membutuhkan semangat untuk tetep hidup di antara arus globalisasi dan moderenitas. Saingan pasar rakyat sesungguhnya, bukanlah pasar modern atau pasar ritail yang serba ada. Tapi, saingan pasar rakyat terberat adalah pola pikir dari sebuah masyarakat itu sendiri.