Pernah tidak merasa ada di fase ingin main, ingin cerita, tapi tidak tahu sama siapa? Ke mana-mana sendirian. Sedih, senang, kecewa, bangga, ya... cuma diri sendiri yang merasakan. Sampai asing sama kata "teman". Ini salah satu indikasi loneliness loh...
Agaknya, fenomena ini bukan cuma terjadi di negara-negara kayak Jepang, Korea Selatan, tapi sudah merambah ke negeri +62. Banyak orang curhat di sosial media X bahwa mereka merasa ada di fase loneliness (kesepian). Mereka ingin berkegiatan yang melibatkan orang lain di hidupnya, tapi mereka juga bingung mau mengajak siapa.
Fenomena loneliness ini tidak bisa dianggap remeh. WHO melaporkan bahwa 15% remaja mengalami kesepian. Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa loneliness memiliki dampak serius pada fisik dan kesehatan mental, kualitas hidup, dan umur panjang. Efek loneliness pada kematian sebanding dengan faktor risiko lain seperti merokok, obesitas, dan kurangnya aktivitas fisik. Fenomena ini semakin diakui sebagai masalah kesehatan masyarakat prioritas dan masalah kebijakan di semua kelompok umur.
What is Loneliness?
Menurut WHO, loneliness (kesepian) adalah perasaan subjektif yang terjadi ketika seseorang merasa ada jarak antara keinginan mereka untuk memiliki koneksi sosial dan kualitas atau kuantitas hubungan yang mereka miliki saat ini. Artinya terdapat kesenjangan antara hubungan yang diinginkan dengan yang sebenarnya terjadi.
Beberapa indikasi atau gejala dari loneliness, yaitu isolasi sosial, menggunakan media sosial yang berlebih, sulit membentuk/mempertahankan hubungan, merasa worthless (tidak berarti/dianggap) dan kurang percaya diri.
Causes of Loneliness
Beberapa penyebab dari loneliness, yaitu:
- Paparan teknologi dan sosial media
Dari Nationalgeographic.co.id, penelitian yang dilakukan oleh Hunt dkk., terhadap 143 mahasiswa University of Pennsylvania, penelitian ini menunjukkan bahwa intensitas penggunaan sosial media Facebook, Instagram, dan Snapchat terbukti dapat meningkatkan rasa kesepian secara signifikan.
Ada dua hal utama yang membuat media sosial dapat menimbulkan rasa depresi dan kesepian. Pertama, meskipun teknologi membantu orang untuk tetap terhubung, terlalu banyak interaksi online tanpa tatap muka bisa menimbulkan perasaan keterasingan. Kedua, media sosial juga dapat memperkuat perasaan tidak cukup baik, karena sering kali menampilkan versi ideal dari kehidupan orang lain, sehingga menciptakan perasaan tidak puas dengan diri sendiri. Sehingga lebih berhati-hati dalam berteman, kriteria makin banyak dan makin susah ketemu dengan yang sefrekuensi.
- Pandemi Covid-19
Penelitian WHO (World Health Organization) melaporkan bahwa pembatasan sosial dan isolasi selama pandemi berkontribusi pada meningkatnya perasaan kesepian. Pandemi menempatkan orang dalam situasi yang memutus hubungan sosial penting, seperti pertemuan keluarga, kegiatan komunitas, dan hubungan pekerjaan.
Generasi muda saat ini, Gen Z yang lahir 1997-2012, menghadapi berbagai tantangan dalam interaksi sosial, dengan pendidikan mereka yang terganggu oleh pandemi dan meningkatnya penggunaan media sosial yang menyebabkan berkurangnya komunikasi tatap muka.
- Individualisme dan Sudut Pandang dalam Membangun Hubungan
Individualisme telah lama dikaitkan dengan loneliness atau kesepian, terutama dalam masyarakat modern di mana fokus pada pencapaian pribadi, otonomi, dan independensi semakin kuat. Banyak penelitian menunjukkan bahwa budaya yang sangat individualistis cenderung meningkatkan perasaan kesepian karena orang lebih menekankan pada kemandirian daripada hubungan sosial yang mendalam.
Individualis membuat sudut pandang masyarakat dalam membangun hubungan atas dasar kepentingan dan materi. Ini tentu bertentangan dengan Islam di mana sudut pandang pertemanan dalam Islam adalah tolong menolong.
Effects of Loneliness
Kesehatan Mental
- Depresi dan Kecemasan: Kesepian sering dikaitkan dengan peningkatan risiko depresi dan kecemasan. Perasaan terisolasi dapat memperburuk gejala gangguan mental yang sudah ada atau memicu masalah baru.
- Stres Emosional: Orang yang merasa kesepian sering mengalami tingkat stres emosional yang lebih tinggi, karena merasa tidak memiliki dukungan sosial yang cukup. Hal ini dapat mengarah ke bahaya yang lebih besar bagi generasi, seperti melakukan self harm, narkotika hingga bunuh diri.
Fisik
- Peningkatan Tekanan Darah: Stres dan depresi dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Hal ini dapat menyebabkan munculnya berbagai penyakit yang membahayakan tubuh, seperti tingginya risiko penyakit jantung dan stroke.
- Gangguan Imun: Orang yang merasa kesepian lebih rentan terhadap penyakit karena sistem kekebalan tubuh mereka melemah. Stres kronis akibat kesepian dapat menurunkan kemampuan tubuh melawan infeksi.
- Penurunan Kualitas Tidur: Kesepian sering menyebabkan gangguan tidur, seperti insomnia atau tidur yang tidak nyenyak. Ini bisa memperburuk masalah kesehatan secara keseluruhan.
Sosial
Loneliness memiliki dua dampak dalam kehidupan sosial, yaitu apakah seseorang memilih untuk isolasi sosial atau pergaulan bebas.
- Isolasi Sosial: Kesepian yang berkepanjangan bisa menyebabkan isolasi sosial, di mana seseorang secara aktif atau pasif menghindari hubungan sosial, membuat mereka semakin terputus dari komunitas atau lingkungannya.
- Pergaulan Bebas: Generasi dapat terjerumus kepada pergaulan bebas dikarenakan mereka tidak memiliki seseorang untuk berkeluh kesah atau sekedar bercerita tentang kehidupannya sehingga keinginannya untuk berinteraksi disalurkan kepada pergaulan yang tidak seharusnya.
Loneliness? Â Let's Change that! With "Positive Religious Coping"
Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi kesepian atau terhindar dari perasaan itu adalah dengan menerapkan strategi positive religious coping.
Positive religious coping adalah strategi keagamaan yang positif untuk menghadapi tekanan dan tantangan hidup. Dengan memperdalam akidah, mengamalkan ilmu yang dipahami, dan dukungan komunitas agama untuk menemukan makna, kenyamanan, dan kekuatan di saat sulit.
Salah satu jurnal di Oxford Academic menunjukkan bahwa orang yang menggunakan pendekatan ini sering kali memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih baik, seperti berkurangnya kecemasan dan peningkatan kesejahteraan emosional.
Back to Muslim Identity
Sebagai seorang muslim yang menggunakan strategi positive religious coping, sudah semestinya kita kembali ke identitas kita sebagai seorang muslim. Di mana standar perbuatan adalah perintah dan larangan Allah dan sudut pandang pertemanan dalam Islam adalah ta'awun (tolong menolong), step by step yang bisa dilakukan yaitu:
- Mendekatkan diri kepada Allah dengan memperkuat aqidah, di mana ini merupakan pondasi sebagai seorang muslim. Cara seseorang menghadapi kehidupan atau masalah, bergantung kepada aqidahnya. Sehingga kita harus lebih mengenal Allah dan Islam dengan belajar.
- Membiasakan mengikuti kegiatan keagamaan, misal mengikuti kajian Islam, tahsin, belajar bahasa Arab dan sebagainya.
- Bergabung dalam komunitas Islam: Ini merupakan support system terkuat dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan. Di sinilah kita belajar, diskusi, curhat, mengeksplor diri dan sebagainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H