"Sekarang aku sudah punya handphone, jadi kalau mau cari Tubang tak perlu pakai perantara kawan lagi. Aku hubungi sendiri saja atau aku cari sendiri saja," bilangnya.
"Kalau jam pulang sekolah, banyak Tubang yang lewat di depan sekolah aku. Perhatikan saja, yang jalannya lamban, terus buka kaca jendela mobil. Kalau dia senyum sama kita, itu berarti Tubang," bebernya.
Bahkan, menurut Nayla, food court di pusat-pusat perbelanjaan, Mall maupun Plaza kerap dijadikan tempat kongkow (tongkrongan) para Tubang.
Kenapa suka main Tubang?
"Dapat uang," jawabnya pendek.
Lagi-lagi ekonomi menjadi kambing hitam fakta klasik ini. Putri pasangan dari Aga yang bekerja di salah satu pabrik sepatu di daerah Tanjung Morawa, dan Lia yang hanya ibu rumah tangga ini mengaku kedua orang tuanya hanya mampu memberikan Rp3 ribu saja untuk uang jajannya. Itu pun tidak setiap hari.
"Saya pengin punya handphone, kayak teman-teman lain, pengen punya baju-baju seperti yang di majalah-majalah remaja itu, pengen punya sepatu tinggi kayak yang dipakai artis di televisi, saya pengin jadi cantik, dengan Rp3 ribu, mana mungkin semuanya tercapai," ujarnya.
Demi memenuhi semua kebutuhan itu, remaja yang rambutnya panjang ini pun merelakan tubuhnya untuk ditiduri banyak Tubang.
"Tapi, saya selalu pakai pengaman kok," ungkapnya.
Kalin: Om Pitt Bukan Cuma Tubang tapi Pacar Sekaligus Ayah
Lain Nayla, lain pula Kalin. Siswi SMA kelas I ini mengaku sudah dua tahun bermain Tubang, sejak ia kelas III SMP.