Ketiga menyajikan rekam gerak melalu lensa fotografer. Sesuatu yang bersifat humanis; syarat dengan kemanusiawian. Faktor lain yang mendukung adalah dibutuhkannya kreativitas seorang layouter untuk membingkainya sebagai wajah koran esok hari.
Namun apa daya wacana tetaplah wacana. Sampai saat ini nyatanya masih banyak awak media massa cetak harian yang tidak melek dengan perubahan yang terjadi. Apalagi media massa cetak harian yang berbasis di daerah. Di kota yang saya tinggali ini, masih ada media massa cetak harian yang mempertahankan prinsip koran jadul sembilan kolom, ketika semua koran telah beralih menjadi tujuh kolom.
Masih ada juga perusahaan koran yang memberi gaji para jurnalisnya di bawah UMR. Padahal wartawannya ditugasi meliput berita tentang aksi demo para buruh yang memohon agar buruh digaji sesuai UMR di kantor gubernur. Lalu berita itu menjadi berita utama (headline) di koran yang sebagian karyawannya belum digaji sesuai UMR itu.
Entahlah, saya pikir masih ada kesempatan mengubah mind set, mengubah sistem, memilih awak pers yang berkualitas untuk membangun sebuah jurnalisme baru persis yang disebut Tom Wolfe. Ya paling tidak peluang itu ada.
Dan terpenting jikalaupun media massa cetak harian telah sampai di ujung ceritanya, bukankah sebaiknya para awak pers memulainya dengan membuat kenangan-kenangan manis melalui sajian produk-produk jurnalistik yang tak terlupakan.
Jika wacana yang mengatakan bahwa media massa cetak sedang menuju kematian ini kelak menjadi kenyataan. Paling tidak para insan pers telah melakukan sesuatu untuk tetap mempertahankannya. Tapi sudahlah, wacana tetap saja wacana kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H