Mirip dengan penyebab pertama, hal ini juga berperan menyebabkan trauma/ fobia, apalagi jika dialami pada saat berusia kurang dari 8 tahun. Usia 0 hingga 8 tahun sangat rentan dalam menerima informasi apapun. Pasalnya, otaknya dominan beroperasi di gelombang alpha dan theta. Dengan demikian, pikirannya menjadi sangat terbuka dengan adanya informasi baru dan perubahan. Semua informasi diserap begitu saja, layaknya spons.
Pengalaman ini pernah dirasakan salah seorang klien saya. Dia terlahir dari keluarga yang utuh. Namun saat dewasa, ia memiliki kecemasan berlebih, yang berimbas pada relasinya dengan suami dan anak. Setelah dilakukan terapi, ternyata akar masalahnya adalah saat usia 7 tahun, klien pernah melihat kedua orang tuanya bertengkar, bahkan ayahnya menondongkan pisau kepada ibunya.
Ketiga, adanya pertentangan dalam diri klien atau konflik batin
Jadi, ada bagian dalam diri klien yang ingin memiliki keturunan, dengan alasan tertentu. Sementara, ada bagian lain juga dalam dirinya yang menolaknya, dengan alasan yang lain pula. Alhasil, minimal ada dua bagian dalam dirinya yang "ribut sendiri". Pertentangan tersebut membuat klien memutuskan, ya udahlah, gak usah punyaa anak saja dulu.
Siapa yang paling dominan ? Ya bagian dalam diri klien yang punya motivasi kuat. Namun ingat, bagian lain yang bertentangan cenderung tidak diam begitu saja. Sisi yang bertolak belakang itu akan berusaha mencapai tujuannya pula. Apa pun dan bagaimana pun caranya.
Solusinya bagaimana? Ya damaikan kedua bagian yang berkonflik tersebut. Bisa dilakukan secara mandiri, yaitu dengan berkesadaran maupun meminta bantuan kepada profesional. Salah satunya dengan metode hipnoterapi.
Keempat, menghukum diri sendiri
Tentu janggal kedengarannya, karena yang umum kita pahami adalah hukuman biasanya ditujukan kepada orang lain. Namun, ini bisa terjadi pada diri seseorang, ketika ada yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama atau pun pribadi.
Terkait childfree, saya rasa, agama-agama yang ada di Indonesia mendukung umatnya untuk melanjutkan garis keturunan. Kecuali bagi mereka yang mampu dan memiliki tujuan hidup khusus, justru disarankan untuk tidak menikah sekalian. Selanjutnya, adalah kemungkinan kedua, di mana memiliki anak tidak sesuai dengan nilai pribadi yang dianutnya. Nilai-nilai pribadi yang seperti apa? Saat memiliki anak, tentu seorang wanita tidak sebebas saat masih bujang maupun istri tanpa anak.Â
Dari segi pekerjaan pun, kariernya kurang bisa maksimal, karena harus mengatur waktu untuk suami, anak, pekerjaan rumah, pekerjaan kantor atau pun freelance. Dari segi keuangan, akan ada satu perut lagi untuk diisi makanan dan dibekali pendidikan yang biayanya tidak sedikit. Urusan jalan-jalan dan bersenang-senang, nanti dulu.
Kelima, membandingkan diri sendiri sendiri sosok idola