Bagi sebagian orang, memiliki pekerjaan yang bergengsi dan bisa menghasilkan banyak uang itu namanya rezeki. Namun bagi saya, bekerja sesuai passion adalah sebuah anugerah. Mengapa bisa saya katakan demikian?
Ya, dengan bekerja sesuai passion, saya melakukan suatu kegiatan yang benar-benar saya sukai dan cintai dengan tulus dan sukacita. Tanpa ada paksaan sedikit pun.
Ibaratnya kalau sedang memasak, kata orang-orang dulu, "Memasaklah dengan hati." Benar saja, ketika memasak "dengan hati", rasanya pun menjadi sangat enak dan lezat.
Passion dalam bidang public speaking, saya sadari sejak duduk di bangku sekolah, di mana saat itu public speaking belum menjadi tren seperti sekarang. Proses bermain dengan kata-kata tersebut saya awali dari hobi menulis cerita pendek dan novel sejak duduk di kelas 5 sekolah dasar (SD).
Saya juga selalu mempersiapkan materi dengan baik ketika ada tugas presentasi dan pidato di dalam kelas. Tidak heran jika saya selalu "klik" dengan guru-guru bahasa, baik bahasa Indonesia maupun Inggris.
Menyadari kecintaan saya bermain kata-kata, akhirnya saya memutuskan untuk berkuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi, Peminatan Komunikasi Massa di Universitas Brawijaya Malang. Alasan saya mengambil jurusan ini adalah keinginan saya untuk berkarya dan bekerja dengan #BebaskanLangkah sesuai minat dan bakat.
Keinginan untuk menjalani passion tersebut tentu bukan tanpa perjuangan. Ada hal-hal yang harus diperjuangkan, terutama di awal.
Pertama, mempelajari hal baru di luar kebiasaan semula. Saya yang merupakan siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) harus rela "banting setir" mempelajari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) saat kelas 3 sekolah menengah atas (SMA).
Pasalnya, jurusan ilmu komunikasi mewajibkan para pelamarnya mengikuti seleksi masuk dari jurusan yang sama, yakni IPS.
Kedua, siap menanggung konsekuensi. Kesiapan ini harus saya miliki sejak pertama kali menyatakan kepada kedua orang tua, "Pa, Ma, mulai semester depan, saya tetap belajar IPA untuk ujian nasional.
Tapi saya juga mau memperdalam IPS dengan membeli buku, mempelajari sendiri, dan mengikuti try out di sekolah-sekolah dan bimbingan belajar lain." Orang tua terkejut? Pasti.
Mereka mempertanyakan alasan saya dan menjelaskan kekhawatiran mereka jika saya banting setir. Namun, saya berusaha menunjukkan keseriusan saya dengan menunjukkan prestasi yang tetap baik dalam bidang eksak, meski tengah nyambi bidang sosial.
Ketiga, konsisten. Saya sangat bersyukur kepada Tuhan ketik nama saya tercantum sebagai salah satu peserta yang lolos seleksi. Artinya, perjuangan saya tidak sia-sia.
Namun saya menyadari, ini bukanlah akhir melainkan awal proses yang harus saya jalani di mana saya harus mempertanggungjawabkan dan menunjukkan kepada orang tua bahwa pilihan yang saya ambil ini benar.Â
Tak cukup saya kuliah dengan baik dan menunjukkan indeks prestasi kumulatif (IPK) yang bagus, tetapi juga mengembangkan potensi diri sehubungan passion yang dimiliki. Saat kuliah, saya mengikuti sejumlah kegiatan, seperti paduan suara mahasiswa, klub sinematografi dan radio.
Tak disangka, meski berlabel radio komunitas, siapapun yang bergabung di dalamnya dididik secara profesional oleh para konsultannya. Mulai dari nol, saya belajar banyak hal di sana.Â
Mulai dari cara membuat naskah radio, bersiaran menggunakan bahasa tutur dan beragam ekspresi, menjalin relasi dengan orang lain, mengurus administrasi radio, menjadi event organizer (EO), dan masih banyak lagi. Proses demi proses yang saya lalui, membuat saya yang awalnya pendiam -- menurut teman-teman di radio -- menjadi lebih banyak berbicara.
Ya, ketika orang-orang dengan bahagia mudik ke kampung halaman, saya harus bersiaran, melaporkan berita terkini seputar Idul Fitri dan arus lalu lintas.
Passion dalam public speaking juga tidak hanya terasah saat siaran tetapi juga sewaktu meliput ke lapangan dan mewawancarai narasumber. Berkat menjalani hidup sesuai passion, saya bersyukur dapat bertemu dan berbincang langsung dengan para petinggi instansi maupun musisi yang selama ini saya idolakan.
Pun saya mendapatkan kesempatan untuk mengajar public speaking di salah satu perguruan tinggi di kota kembang itu. Sungguh, ini merupakan anugerah yang tak ternilai!
Beberapa pelatihan atau training public speaking dari sejumlah instansi seperti kantor imigrasi, kantor pemerintahan dan komunitas, sudah dipercayakan kepada saya. Jadi, bagi Anda yang ingin mengadakan pelatihan public speaking maupun hipnoterapi, saya siap membantu.
Kalau tidak mau ribet, langsung saja cek aplikasi FWD MAX. Aplikasi one stop solution ini bisa diakses langsung lewat ponsel Anda kapan pun dan di mana pun. Jadi nasabah dapat berasuransi sembari menikmati hidup tanpa batas, sesuai passion yang dimiliki, cukup dengan sekali klik.
Sudahkah Anda menjalani passion dengan aman dan nyaman? Percayakan saja pada #FWDBebasBerbagi!
Kediri, 31 Desember 2019
Luana Yunaneva, CPS, CH., CHt.
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan untuk Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H