"Kamu ngapain belajar bahasa Perancis, Lu? Memangnya kamu pernah ke sana? Lagian bahasa Perancis kan jarang dipakai. Mendingan belajar bahasa Inggris," begitulah pertanyaan yang terlontar dari beberapa teman, tak lama setelah saya posting status di media sosial menggunakan bahasa Perancis.
Sambil tersenyum, saya pun menjawab kalau saya belum pernah mengunjungi Perancis dan berharap suatu saat nanti bisa pergi ke sana (amin). Kemudian saya menjelaskan kalau saya senang mempelajari hal baru, termasuk bahasa.
Kalau bahasa Inggris, menurut saya, sudah terlalu mainstream karena bahasa Inggris memang sudah menjadi bahasa internasional sehingga bisa dikatakan, setiap orang wajib memiliki kemampuan tersebut. Lagipula saya sudah pernah mengikuti kursus intensifnya sejak kelas dua sekolah menengah pertama (SMP) hingga lulus sekolah menengah atas (SMA).
Menyoal, kenapa bahasa Perancis yang saya pilih, kok bukan bahasa lain seperti Spanyol, Italia, Arab, Jepang, Mandarin bahkan Korea yang banyak digandrungi kaum hawa dalam beberapa tahun terakhir, alasannya juga sederhana.Â
Sejak kecil saya senang menyanyi, terutama lagu-lagu Anggun C. Sasmi. Namun saya kerap kesulitan saat ingin membawakan lagu-lagu berbahasa Perancis milik lady rocker itu. Kebetulan lagu yang saya gandrungi saat itu adalah Etre Une Femme.
"Lagu apaan ini? Bahasa apa ini kok tulisan dan cara membacanya beda banget!" kurang lebih begitulah gerutu saya acapkali mendengarkan lagu tersebut. Sebenarnya Anggun juga menyanyikan lagu itu dalam bahasa Inggris, yakni In Your Mind namun entah mengapa, saya merasa kalau lagu ini kedengaran lebih seksi dan lebih ngeh dengan versi bahasa Perancis. Jadi, jalan satu-satunya supaya saya bisa menyanyikannya dengan baik dan benar adalah mempelajari bahasanya, meski hanya landasan dasarnya.
"Cuma karena itu?" tanya teman lagi setelah saya memberikan penjelasan.
"Yups!" jawab saya dengan mantap.
Singkat cerita, pastinya saya tidak mungkin mempelajarinya sendiri, meskipun sebenarnya bisa saja dengan membeli buku. Alhasil, saya pun mengambil kursus bahasa Perancis pada Desember 2013.Â
Dengan intensitas pertemuan seminggu dua kali, cukuplah untuk sekadar mengenal salah satu bahasa yang wajib dikuasai di lingkup Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut. Mempelajari bahasa baru ternyata membuat saya refresh setelah bekerja seharian di salah satu radio di Kota Surabaya saat itu, meski ada banyak sekali kosakata baru yang kedengaran aneh bagi orang Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, kelas pemula untuk bahasa Perancis pun berakhir. Beberapa teman memilih untuk beristirahat dulu. Ada juga yang merasa tak sanggup untuk melanjutkan ke kelas berikutnya. Yang tersisa hanya dua-tiga orang yang ingin meneruskan ke level selanjutnya, termasuk saya. Ternyata membangun semangat untuk belajar hal yang "tak wajar" itu membutuhkan energi yang cukup besar.