Mohon tunggu...
Luana Yunaneva
Luana Yunaneva Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Certified Public Speaker, Hypnotist and Hypnotherapist

Trainer BNSP RI, Public Speaker & Professional Hypnotherapist email: Luanayunaneva@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menabung Sejak Pertama Kali Bekerja, Mana Bisa?

3 September 2017   23:57 Diperbarui: 11 September 2017   10:27 1861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bekerja sesuai minat tentu menjadi harapan para mahasiswa setelah menyelesaikan pendidikannya di universitas. Tak hanya ingin lepas dari tanggungan kedua orang tua tetapi dengan bekerja, mereka bisa mengaktualisasi diri di masyarakat. Yang lebih menyenangkan lagi, dengan memiliki penghasilan sendiri, anak muda bisa membeli apapun sesuka hati, tanpa merepotkan keluarga.

Pemikiran tersebut pernah terlintas di benak saya setelah lulus kuliah beberapa tahun yang lalu. Mengantongi status diterima di salah satu radio berita swasta di Surabaya, saya bertekad untuk belajar hidup mandiri dan tak menjadi tanggungan keluarga. Menjadi anak kos pun tak menyurutkan keinginan saya untuk bekerja dan berkarya di luar kota. Padahal bisa dibayangkan, biaya hidup di kota besar tidak semurah di kota kecil seperti domisili saya, Kota Kediri.

Namun saya bersyukur, hidup di perantauan membuat saya belajar mengelola keuangan yang sebelumnya tak pernah saya lakukan ketika hidup bersama kedua orang tua. Saat itu saya memikirkan segala cara agar penghasilan rutin setiap bulan cukup untuk membayar kamar kos, listrik, air, makan, transportasi dari rumah kos menuju kantor maupun mudik ke kampung halaman, perpuluhan serta berbagi dengan keluarga. Perihal cukup tidaknya, ya harus dicukupkan menggunakan "sistem amplop", begitu pikir saya. Dengan menyediakan amplop bertuliskan alokasi dana dan penggunaannya, saya berharap tidak akan mengambil jatah milik amplop lain.

Tadinya sempat khawatir juga kalau tidak ada saldo dari gaji pertama saya bekerja selepas lulus kuliah. Namun saya cukup terkejut ketika melihat amplop bulanan tersebut yang masih menyisakan sedikit uang. Dengan adanya saldo tersebut, saya semakin yakin untuk menambahkan satu amplop bertuliskan "tabungan".

Saya pun mulai menabung dengan nominal kecil menggunakan sistem amplop bulanan, sembari menjalani kehidupan dengan segala kebutuhan anak muda. Pundi-pundi amplop tersebut saya simpan dulu di dalam lemari, kemudian saya setorkan ke rekening pribadi di bank. Anehnya, menabung ternyata tidak membuat saya mengalami kekurangan. Yang ada justru rasa aman karena saya memiliki dana cadangan kalau sewaktu-waktu saya membutuhkannya.

Saat mulai bosan menabung dengan sistem amplop yang disetorkan ke bank setiap bulannya, saya mendapatkan penawaran tabungan berjangka dari customer service dari bank tempat saya menabung. Produk perbankan tersebut menawarkan penyimpanan uang dalam durasi mulai satu tahun dengan bunga yang lebih besar dibandingkan bunga rekening biasa.

Awalnya saya sempat ragu dan khawatir dari segi keamanannya. Namun setelah memastikan bahwa bank tersebut terjamin keamanannya, akhirnya saya pun mengikuti program tabungan berjangka dalam kurun waktu setahun.

Setahun berlalu, tabungan berjangka pun cair sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Alhasil, saya pun ketagihan mengikuti program tersebut karena saya merasa terbantu dalam menabung setiap bulannya. Kondisi "terpaksa" karena terikat kontrak dengan bank-lah yang membuat saya rutin menabung setiap bulan dengan nominal pasti. Coba kalau menabung dengan sistem amplop, belum tentu saya bisa menabung rutin setiap bulan dengan nominal yang sama. Yang ada, saya bisa menoleransi diri sendiri tanpa pengawasan, "Ah, tidak apa-apa kalau saya pakai alokasi ini untuk membeli ini-itu."

Ketagihan menabung secara terikat melalui program tabungan berjangka, membuat saya akhirnya mengikuti program yang sama di dua bank yang berbeda. Tentu saja setelah memastikan keduanya aman dan tergabung dalam Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dari segi bunga, tentu lebih besar dibandingkan tabungan biasa. Namun saya lebih mengutamakan sisi keamanannya di mana tabungan saya akan cair pada waktu yang telah disepakati bersama dalam perjanjian. Selain itu dengan tabungan tersebut, saya memiliki "pegangan" jika sewaktu-waktu saya membutuhkan dana dalam jumlah besar ke depannya.

Acara Nangkring Kompasiana bertajuk "Pentingnya Mengelola Keuangan dalam Industri Kreatif" (foto: Luana Yunaneva)
Acara Nangkring Kompasiana bertajuk "Pentingnya Mengelola Keuangan dalam Industri Kreatif" (foto: Luana Yunaneva)
Ternyata pemikiran saya tersebut mendapatkan pembenaran dari Direktur Group Perbendaharaan LPS, Farid Azhar Nasution dalam acara Nangkring Kompasiana bertajuk "Pentingnya Mengelola Keuangan dalam Industri Kreatif" yang dipandu oleh moderator, Nurulloh pada Sabtu, 19 Agustus 2017 lalu. Bertempat di Santika Premiere Hotel, Malang, Farid mengatakan, menabung sebaiknya dilakukan sejak pertama kali bekerja. Lebih cepat, lebih baik. Tidak usah menunggu punya penghasilan tinggi, baru menabung.

Pernyataan di atas tentu menjadi tanda tanya bagi sebagian orang, "Baru pertama kali bekerja koklangsung menabung, mana bisa? Dinikmati dulu donk!" Namun Farid menceritakan, ada seseorang yang pernah memberinya tips menata keuangan, yaitu setiap kali seseorang mendapatkan keuntungan sebesar Rp25,00, gunakan Rp5,00 untuk makan, Rp5,00 untuk kebutuhan seperti membayar uang sekolah, dan sisanya ditabung. Jadi, menabung dan berinvestasi sudah memiliki porsi tersendiri sejak awal mengantongi uang.

"Kebiasaan orang zaman dulu adalah menyimpan uangnya di bank. Tetapi siapa yang bisa menjamin keamanannya dari pencurian, bencana alam dan kebakaran?" tukasnya.

Bank, disampaikan Farid, menjadi tempat yang aman untuk menyimpan uang. Namun bukan sembarang bank tentunya tetapi bank yang terdaftar dalam Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Lembaga ini setara dengan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan sebagai penjaga sistem keuangan negara. Namun LPS lebih fokus dalam menjamin simpanan nasabah serta memelihara dan menjaga stabilitas sistem keuangan.

Untuk mengetahui sebuah bank terdaftar dalam LPS adalah keberadaan stiker berwarna kuning dan bertuliskan "Bank Peserta Penjaminan LPS" di pintu masuk bank, baik bank konvensional maupun bank syariah. Sementara, objek penjaminannya meliputi produk-produk perbankan, seperti deposito, giro dan tabungan. Hingga Juni 2017, LPS sudah mencatat sebanyak 115 bank umum dan 1.786 bank perkreditan rakyat (BPR) yang menjadi peserta penjaminan.

Stiker bertuliskan
Stiker bertuliskan
Farid menyampaikan dua tips menabung yang aman di bank. Pertama, lakukan rekonsilasi setiap periode. Kedua,ikuti 3T yaitu Tercatat dalam pembukuan bank, Tingkat bunga simpanan tidak melebihi tingkat bunga penjaminan dan Tidak melakukan tindakan yang merugikan bank. Untuk periode 16 Mei 2017 hingga 14 September 2017, tingkat bunga penjaminan adalah 6,25 persen untuk bank umum dan 8,7 persen untuk BPR.

Perihal lebih baik mana antara menyimpan uang di satu bank atau beberapa bank yang berbeda, Farid memilih opsi yang kedua, yakni beberapa bank yang berbeda. Dicontohkannya, jika salah satu bank tempat nasabah menabung mengalami kolaps, dana nasabah akan diganti oleh LPS maksimal sebesar Rp2.000.000.000,00 pernasabah perbank. Itu artinya, nasabah masih memiliki simpanan di bank lainnya yang tetap aman.

Kembali lagi ke persoalan mengenai cara menabung bahkan sejak awal bekerja. Farid menegaskan, pentingnya membuat budget plan agar pengeluaran dapat terkontrol dengan baik. Perencanaan keuangan ini akan mejadi panduan kita dalam membeli barang-barang yang diperlukan, bukan yang diinginkan. Tentu saja sesuai kemampuan karena pada dasarnya, saat kita menaikkan budget dari yang sebagaimana mestinya, kita harus membayar gaya hidup yang mahal.

Dengan budget plan juga, kita akan terbantu dalam menyisihkan uang setiap bulannya untuk menabung maupun berinvestasi. Hal ini dikarenakan menabung sangat tak hanya berjaga-jaga demi masa depan diri sendiri tetapi juga menolong orang lain.

Foto bersama Kompasianers setelah acara Nangkring, Sabtu 19 Agustus 2017 (foto: akun Kompasiana Hery Supriyanto)
Foto bersama Kompasianers setelah acara Nangkring, Sabtu 19 Agustus 2017 (foto: akun Kompasiana Hery Supriyanto)
Tak Hanya Orang Awam, Pebisnis Juga Manfaatkan Fasilitas Bank

Peranan bank dalam menyimpan uang tak hanya dirasakan oleh masyarakat tetapi juga pebisnis. Salah satunya adalah Owner Kane Food, Dyah Purana. Ia mengaku sangat tertolong dengan keberadaan bank yang memiliki fasilitas internet banking sehingga ia dapat mengecek dana yang masuk dari pelanggan cukup dari genggaman tangan. Apalagi sebagai pelaku usaha online, dirinya dituntut untuk melayani pesanan oleh-oleh khas Malang dari konsumen dengan cepat.

"Selain itu saya senang dengan adanya pencatatan mutasi oleh bank karena saya juga dimudahkan dalam mencatat pembukuan setiap bulannya," paparnya. "Oya,sebaiknya pisahkan antara rekening pribadi dan bisnis sejak memulai usaha supaya pembukuan lebih jelas. Jadi saya bisa tahu, kapan harus "memutar uang" agar bisnis ini tetap terjaga kelangsungannya."

Tak jauh berbeda dengan pengusaha lainnya, opsi berhutang terkadang muncul di benak founder aremafood.com ini. Dyah juga bukan termasuk orang yang anti berhutang tetapi ada sebuah prinsip yang dipegangnya, yaitu tak ada masalah dengan hutang asal digunakan dengan produktif, seperti meningkatkan omzet penjualan atau berinvetasi. Itu pun dalam kondisi margin yang prosentasenya lebih besar dibandingkan hutang.

"Bagi saya, hutang adalah pilihan paling akhir. Kalau pun saya memilih berhutang, itu karena tidak ada sarana lain untuk mempertahankan hidup."

Daripada Berhutang, Yuk Berinvestasi!

Beberapa sahabat dulu kerap menanyakan hal yang sama kepada saya, "Mbak Lu, gimana sih caranya kok kamu bisa tetap belanja dan menabung? Kita sama-sama kos tapi kok aku boros ya, nggak bisa seperti kamu." Kali ini saya akan bagikan tipsnya!

  • Sebelum menerima gaji, buat perencanaan keuangan yang berisi daftar kebutuhan dan dana maksimal yang dianggarkan selama sebulan, seperti makan, transportasi, entertainment,zakat atau perpuluhan dan sebagainya. Pastikan ada dana lebih yang disisihkan untuk tabungan.
  • Setelah menerima gaji, langsung taruh uang sesuai posnya. Untuk memudahkannya, saya biasa menggunakan sistem amplop.
  • Khusus untuk pos tabungan atau investasi, sebaiknya tidak diutak-atik. Nominal kecil di awal menabung tak ada masalah. Yang terpenting adalah konsistensi menabung setiap bulannya.
  • Jika nilai tabungan atau investasi sudah mulai rutin setiap bulannya, sebaiknya mulai pelajari dan ambil produk investasi perbankan karena berinvestasi secara teratur dapat memungkinkan nasabah mendapatkan return maksimal.

Mudah kan cara berinvestasi sejak dini? Siapa bilang anak muda yang baru lulus dan bekerja tak bisa menabung? Kalau saya bisa, kamu juga pasti bisa.

Kediri, 3 September 2017

Luana Yunaneva

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun