Pengenalan Media Sosial Lintas Generasi
Perlahan, saya mulai mengenalkan smartphonekepada orang tua. Menjadi tantangan tersendiri ketika saya mengajarkan pengoperasian Android kepada mereka, terutama Mama. Mulai dari menggunakan kamera ponsel, menulis pesan melalui WhatsApp (WA) dan BlackBerry Messenger (BBM), mengakses Facebook, hingga menggunakan video call melalui Line. Saat di perantauan pun, Mama masih sering menggunakan telepon dan mengirimkan SMS biasa, bukan media sosial kepada kami sekeluarga. Alasannya sederhana, Mama tidak mau ribet.
Namun pengenalan jejaring-jejaring sosial yang terus saya lakukan bersama adik kepada orang tua, membuat mereka mau belajar teknologi sedikit demi sedikit. Beruntungnya, teman-teman kedua orang tua juga menggunakan media sosial. Jadi mau tidak mau, akhirnya keduanya mulai mau belajar. Sesekali mereka bertanya dengan gaya penyampaian yang unik kepada saya dan adik, seperti "Ini apa to, Lu, Dek?" pasti ada. Sambil terkekeh, saya dan adik pun menjelaskan dengaan gaya yang tak kalah konyol, hihihi.
 Membiasakan yang Benar, Bukan Membenarkan yang Biasa
Sapaan kepada keluarga melalui WA seakan menjadi kewajiban bagi keluarga kami setiap pagi, sejak menjalani LDR. Celetukan maupun candaan kerap dilontarkan melalui grup keluarga, tak hanya informasi penting.
Namun grup keluarga ini akan sepi seketika ketika kami sekeluarga mudik. Jangankan meramaikan chatdi grup WA keluarga, menyentuh gawai pun jarang kami lakukan saat berada di rumah.Â
Sewaktu mudik Lebaran, misalnya. Celotehan yang biasanya hanya bisa meramaikan grup WA, saatnya disampaikan secara langsung kepada sosok yang dituju sehingga kebersamaan menjadi benar-benar terasa. Sesekali kami juga menyempatkan diri untuk foto bersama maupun selfie untuk mengabadikan kenangan.
Namun dalam beberapa kali mudik bersama ini, kami sudah jarang berfoto bersama dan bepergian ke tempat wisata. Kami malah lebih sering beraktivitas di dalam rumah, entah itu membersihkan dan mengecat rumah, memasak dan menyantap hidangannya bersama, bahkan tidur berdesakan di ruang keluarga sambil menonton televisi.Â
Tak ada gambar yang diabadikan. Yang ada hanya kebersamaan yang bisa dinikmati dan dirasakan bersama. Hal ini kami lakukan karena kami ingin membiasakan diri untuk menghargai sedikit waktu yang ada untuk menikmati waktu bersama keluarga, bukan sekadar mengabadikan gambar seperti orang-orang kebanyakan.
Tetaplah Bersemangat, Keluarga Pejuang LDR
Setelah waktu untuk berkumpul dengan keluarga habis, saatnya kembali ke "kehidupan yang sebenarnya" yaitu berkarya di perantauan dalam bidang masing-masing. Rasanya tak enak, memang! But, life must go on.