Pernyataan seniman asal Perancis, Henri Matisse bahwa kreativitas itu memerlukan usaha, memang benar adanya. Kalau biasanya mengerjakan sesuatu dengan biasa saja dan asal selesai saja bisa, kali ini kreativitas menuntut seseorang untuk berpikir lebih. Memberikan sedikit sentuhan untuk menciptakan suasana yang berbeda dari biasanya. Tak jarang, membuat otak sedikit terperas demi mencapai suatu tujuan yang baik.
Contoh sepele dalam kehidupan sehari-hari, biasanya kita pergi kuliah atau bekerja hanya memakai kemeja dan celana panjang. Yang penting sopan dan enak dipandang. Namun sesekali, bolehlah kita sedikit berkreasi dengan memberikan sentuhan, seperti gel rambut supaya kaum pria lebih terlihat fresh dan kaum hawa bisa mengenakan rok selutut supaya tampak lebih anggun. Siapapun yang melihatnya tentu tercengang karena ada sesuatu yang berbeda dan ternyata oke juga ya.
Begitu juga ketika mendengar kata “pohon Natal”, kebanyakan orang tentu akan langsung memikirkan pohon cemara, baik asli maupun yang terbuat dari plastik alias palsu, yang dihias aneka gantungan menarik dan lampu berwarna-warni. Tetapi pernahkah Anda membayangkan pohon Natal yang dibuat dari janggel?
Janggel adalah jagung yang bijinya sudah diambil (dalam bahasa Jawa biasa disebut “dipipili”). Jadi, janggel yang tersisa tampak rapi. Batangnya tidak berantakan seperti ketika kita selesai makan jagung bakar pada malam tahun baru.
“Sebagian adalah janggel dari Bu Lee (nama salah satu jemaat yang tinggal di kawasan tersebut), sisanya kita beli dari warga sekitarnya,” tukasnya.
Awalnya, wanita yang akrab disapa Anna itu menghitung janggel yang dihimpunnya sebanyak sembilan karung yang berukuran 25 kilogram. Meski diakuinya, tidak semua karung berisi jumlah janggel yang sama. Dari sembilan karung, yang berhasil terpakai hanya enam karung.
“Prosesnya nggak bisa langsung. Kita sempat coba-coba sendiri. Ada trial and error.”
Ibu dua anak itu menjelaskan, awalnya, janggel dibersihkan dan direndam dengan cat berwarna hijau, lalu diwarnai ulang menggunakan cat semprot warna hijau. Hal ini dilakukan supaya warnanya kuat dan hasilnya bagus. Sesudahnya, ada bagian tertentu pada janggel yang dibor untuk memasukkan kawat yang menghubungkannya satu sama lain, sekaligus membentuk pola pohon Natal.
“Proses pewarnaan dan pengeboran ini yang awalnya sering gagal. Tadinya, kami tidak menggunakan cara itu. Makanya ada jagung yang terbuang untuk trial and error.”
“Proses pengerjaan semua ini dilakukan sejak November 2016. Sekitar 30 jemaat ikut membantu. Kami bekerja sama membuatnya. Waktunya tidak tentu, selonggarnya saja. Misal, sesudah ibadah Minggu sore, setelah jam doa Rabu malam, atau hari lain pada malam hari. Progress-nya di-update di grup WhatsApp gereja. Jadi jemaat bisa tahu.”
Voilà, inilah kreasi pohon Natal janggel ala GBI Karunia Kediri! Lengkap dengan photo booth yang dipasang di halaman gereja.
Berhubung sementara ini saya berdomisili di Bandung, akhirnya saya kebagian mencicipi photo booth kekinian bersama pohon Natal janggel ini saat perayaan Natal dan tahun baru 2017. Ini dia tampilannya saat pagi dan malam hari. Bersama saya, tentu saja. Narsis sedikit bolehlah yaaaa, hehehe.
Bandung, 8 Januari 2017
Luana Yunaneva
Sebelumnya tulisan ini sudah dipublikasikan di blog pribadi penulis, dengan sedikit perubahan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H