Kedua, berhitung. Mungkin teman-teman heran, apa hubungannya ceroboh dan berhitung? Saya ingat strategi Ayah untuk memastikan barang-barang yang dibawanya setiap akan bepergian, yakni berhitung. Saya memang tidak mengetahui pasti perihal hitungannya seperti apa. Berdasarkan obrolan kami sewaktu saya masih kecil, gambarannya kurang lebih begini.
Beliau menyebutkan angka-angka, mulai satu hingga sekian (yang sudah ditetapkannya sejak awal pada diri sendiri). Setiap kali Ayah menyebutkan satu angka, beliau memegang bagian tubuh atau perangkat yang terpasang di badan. Misal angka satu merujuk pada rambut yang rapi, angka dua memastikan ikat pinggang sudah terpakai, angka tiga merogoh saku celana sebagai tempat menyimpan dompet, angka empat menggunakan kaos kaki dan sepatu yang mengkilat dan seterusnya.
Kalau kesiapan diri pada satu bagian belum benar-benar beres dan rapi, Ayah tidak akan beranjak ke angka berikutnya. Sementara jika penampilan pada satu angka dan bagian sudah oke, baru Ayah melanjutkan berhitung. Meski hitungan sudah berakhir, kadang Ayah mengulanginya lagi, hingga tidak ada satu pun barang atau penampilan yang terlewatkan.
Ketiga, usahakan menyimpan sejumlah uang di saku celana atau atasan, serta selipan tas. Sebenarnya kebiasaan ini juga saya lakukan. Namun lagi-lagi, apesnya, saya tidak melakukannya kali ini. Yang ada di kantong hanyalah uang untuk membayar parkir, hehehe. Maklum, saya termasuk orang yang malas membuka dompet di muka umum, termasuk tempat parkir. Makanya, saya menyisihkan uang receh di kantong celana. Sementara, uang di selipan tas juga sudah terpakai untuk ini-itu sehingga tidak terasa, habis deh, hehehe.
Hal yang saya syukuri juga malam ini adalah tidak ada polisi yang sedang beroperasi. Jadi saya aman dari denda dan sidang atas kecerobohan ini. Pun tidak terjadi hal-hal yang buruk di sepanjang perjalanan saya pulang. Saya bisa pulang ke asrama dengan tenang.
Pengalaman ini membuat saya harus lebih teliti dalam membawa barang. Masih untung, ini adalah barang saya pribadi. Jadi, kalau saya teledor, saya sendiri yang rugi. Kalau yang tertinggal atau terlupakan adalah barang milik orang lain atau berhubungan dengan kepentingan dan keselamatan banyak orang, bahaya kan?
Ada yang punya pengalaman serupa dengan saya? Atau bahkan lebih parah? Janganlah yaaaa...
Â
Bandung, 5 Desember 2016
Luana Yunaneva
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan untuk Kompasiana