Sore ini aku duduk di jendela sama, gedung sastra dan sinema
Namun takutku perlahan berlalu bersama angin sepoi sudut kota
Aku mengerti engkau mencari tahu, gerangan apa berdiam di sana?
Setuju aku perkataanmu, tiap sudut punya cerita
Gadis, biarkan aku temani resahmu
Melihat puncak atap gerimis syahdu
Kuceritakan soreku di rumah Tionghoa penghafal kata
Apakah pernah kautemukan mutiara?
Naiklah ke lantai tiga, kuharap kau tidak lupa
Masih pukul lima, temaniku menanti senja
Lama tak bersua, kunanti mutiara dari seorang pujangga
Diiringi lantunan kisah, pun permainan kata
Lantaiku berubin sederhana
Bertembok asa
Bisa kudengar deru air
Nyanyian perjuangan lukisan kegelapan
Dengarkan suara jangkrik berlomba
Katak berteduh menambah nada
Rangkaian hari bertampang nyengir
Atau kembali berjalan menutup pekan
Gedung sastra menyimpan banyak misteri
Telinga-telinga mendengar, dinding-dinding berbisik
Bisa jadi atap pun diam-diam mengulik
Dalam hening, memasang telinga 'tuk sanubari
Hembuskan kesejukan di tengah terik
Jika tak ingin bungah ini diculik
Ruang sinema tak begitu, gadisku
Bahagia pilihanmu
Diam jadi mantramu
Bersajak sabda batinmu
Angin masa akan membawamu
Dengan bayang-bayang
Ia bukan sosok abadi berucap kurang
Waktu terkenang
Bersamaku dalam terang
Akan tayang
Jumat, 5 Agustus 2016
Angin Masa merupakan Sekuel “Angin” bagian kedua, proyek kolaborasi puisi Luana Yunaneva dan Muhammad Taufan Ika Sakti.
Tulisan ini pertama kali diposting untuk Kompasiana
Sekuel "Angin" bagian pertama: Angin Lalu
Sekuel "Angin" bagian kedua: Angin Masa
Sekuel "Angin" bagian ketiga: Angin Esok
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H