Mohon tunggu...
ALIPIUS SADANIANG
ALIPIUS SADANIANG Mohon Tunggu... -

Adil Ka' Talino Ba Curamin Ka' Saruga Ba Sengat Ka' Jubata. Idup diri' nian ina baya ina diri nyujukng nyambah Jubata nang pamanya koa ina bakasatukatn.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Umat Kristen Dayak Kanayatn

12 Maret 2012   13:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:10 2857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mengikuti Agama Suku

Mengikuti Agama Suku

d. Pantang / Balala’

Mengikuti Agama Suku

Mengikuti Agama Suku

Khusus sinkritisme Agama Suku-Kristen padapoin c, dilakukan secara pribadi, sedangkan poin d, dilakukan atas prakarsa kampung atau binua, mau tidak mau harus mengikuti sebab ditetapkan pengurus kampung atau binua. Jika melanggar yang bersangkutan akan mendapatkan sanksi adat.

B. Penginjilan dan Pembinaan Umat

Penginjilan oleh misi Katolik dan Kristen kepada generasi Dayak Kanayatn pertama yang menerima Injil (Katolik 1894, Kristen-1933) menggunakan pendekatan yang bersifat “konfrontatif”. Artinya agama atau kepercayaan yang di luar Kristen dianggap kafir, dan yang disembah di luar Kristen adalah ilah-ilah. Kepercayaan suku, budaya dan adat, disudutkan sebagai bentuk penyembahan berhala, sehingga segala sesuatu yang berbau “tradisi suku” dinyatakan sebagai “animis” atau “peyembahan berhala”. Jubata sebagai padanan nama “Pencipta”atau “Yang Tertinggi” dalam kepercayaan suku Dayak Kanayatn,dikonfrontasikan dengan nama Allah atau Tuhan dalam bahasa Indonesia.

Akan tetapi setelah kurang lebih 100 tahun Katolik di Kalbar (1894-2005),dan 50 tahun Kristen (1933-2005), mayoritas Dayak Kanayatn (+ 97 %)manjadi Kristen (Katolik-Kristen), selama kurun waktu tersebut,penginjilan dan penggunaan Alkitab bahasa Indonesia dan ibadah digunakan bahasa Indonesia. Injil ternyata kurang dipahami dalam bahasa dan budaya setempat, sebab jemaat terus melakukan sinkritisme. Kekeristenan dianggap unsur asing yang menggeser adat budaya setempat.Menunjukkan kekeristenan kurang berakar dalam kehidupan masyarakat Kristen Dayak.

Juga sinkritisme timbul karena upaya masyarakat setempat untuk mempertahankan indentitasnya sebagai upaya penyelamatan budaya. Dayak adalah suatu suku bangsa yang memiliki bahasa dan budayayang khas,juga berusaha bebas dari tekanan atau dominasi dari bahasa dan budaya dari luar.Tetapi karena upaya ini tanpa filter,tidak terelakkan pemaduan antara “kepercayaan suku dengan kekeristenan”, menjadi sinkritisme, yang semakin mengkondisikan masyarakat pada hidup yang berdasarkan agama suku.

Masalah lain lagi yang menggiring umat Kristen dan Katolikmenuju sinkritisme, adalah penggunaan bahasa Indonesia secara total di gereja, yangmayoritas pemeluknya Dayak Kanayatn. Sebab dalam ibadah bahasa Indonesia yang hanya 1-2 jam, mereka mengenal nama Tuhan atau Allah, tetapi dalam kehidupan sehari-hari, lebih dari 12 jam, mereka menggunakan nama Jubata. Akibatnya Injil tidak dapat bertumbuh dan berakar dalam bahasa dan budaya masyarakat. Pertentangan sikap para tokoh adat di satu pihak dan gereja dipihak lain, adalah sisi lain yang menimbulkan sinkritis. Pihak gereja Kristen hanya menerima adat dan budayanya saja, sedangkan kepercayaan dayak dianggap penyembahan berhala. Walaupun demikian, sikap gereja yang menerima adat dan budaya Dayak, merupakan bentuk perkembangan baru, dari metode penginjilan yangkonservatif, menjadi lebih toleran. Hal ini telah dilakukan oleh para pastor, pendeta atau penginjil lokal yang lebih memahami adat.

Namun sikap ini lebih rentan terhadap sinkritisme, adat dan budaya tersebut tetap kental dengan nuansa ‘kepercayaan suku”, sebab adat dan budaya itu sendiri pada mulanya bersumber pada kepercayaan suku. Mendoakanperaga adat secara gereja tidak serta-merta dapat dijadikan pembenaran untuk merima adat maupun budaya tersebut dalam gereja, sebab sumbernya (kepercayaan suku) tetap dinyatakan sebagai penyembahan berhala.

Karena itu beberapa tokoh Katolik dan Kristen mulai mengkhawatirkan dominasi atas nama “kebudayaan dan adat Dayak” dalam gereja, menjadi semacam pembenaran atas eksistensi kepercayaan suku yang tanfa filter, berusaha dimasukkan dalam gereja menjadi nilai-nilai yang dianggap sah oleh gereja.

Salah satu solusi yang sangat sentral untuk pertumbuhan kekeristenan di kalangan suku Dayak Kanayatn adalah penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa daerah setempat, sehingga istilah-istilah suku (lokal) dipakai untuk pemberitaan Injil. Penerjemahan alkitab memungkinkan untuk memulai pembaharuan atau reformasi dengan menyentuh esensi yang paling mendasar dalam “kepercayaan, adat dan budaya,” Dayak. Sebab hanya terang firman Allah, yang dapat memberikan jiwa baru baginya.

C. Penerjemahan Alkitab

Penerjemahan Alkitab ke dalam berbagai bahasa suku bangsa adalah mandat dalam Alkitab sendiri, (Kis 2:7-11). Alkitab memberi pengharapan bahwa segala bangsa akan memuji dan memuliakan Allah dalam bahasanya sendiri.Di samping itu ada beberapa alasan penting lainnya. Pertama, banyak orang tidak menguasai bahasa asli Alkitab (Aram, Ibrani dan Yunani).[3]

Kedua,dasar penerjemahan Alkitab adalah penjelmaan Sang Firman, yaitubagaimana Firman menjadi manusia (Yoh 1:14), Sang Firman telah datang dan menyatakan diri secara total yaitu ke dalam bahasa dan kebudayaan orang-orang yang dikunjungi-Nya. Ketiga, pada hari pentakosta (Kis 2:1-13), kabar keselamatan disampaikan dalam berbagai bahasa dan budaya. Kabar baik diberitakan kepada semua orang sesuai dengan bahasa yang mereka pakai di tempat asal masing-masing. Berdasarkan kesadaran itulah lembaga Alkitab pertama di dunia yang didirikan tanggal 17 Maret 1804, The Bible Society of Britain and Forigen Parts, (sekarang The Britis and Foregn Bible Society), disusul dengan berdirinya Lembaga Alkitab Belanda (Het Netherlandsch Bijbelgenootschap) pada tahun 1814 Lembaga Alkitab Amerika (The American Bible Society) tahun 1816,bertekad untuk mengadakan percetakan Alkitab ke dalam berbagai bahasa. Di Indonesia menurut catatan terakhir Lembaga Alkitab Indonesia, per 31 Desember 1997 dari 701 bahasa di Indonesia yang dilaporkan dalam buku Ethnologue, baru 142 bahasa yang telah memiliki terjemahan Alkitab, hanya 16 bahasa etnis terjemahan PL+ PB lengkap, 30 bahasa dalam PB, 90 bahasa satu buku, PB+ 40% PL 6 bahasa.[4]

Belum adanya Alkitab bahasa Dayak Kanayatn menjadi salah satu bukti kekurangan gereja. Karena itu alkitab perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Kanayatn sebab dengan terjemahan Alkitab bahasa Kanayatn, bahasa dan istilah-istilah sukumenjadi unsur-unsur yang menegakkan berita Injil dan Alkitab. Di samping itu untuk menjadi dasar pengajaran yang tetap bagi penerjemahan Elohim ke dalam bahasa daerah, agar kontekstualisasi tersebut dapat diluruskan sesuai dengan ajaran Alkitab.

Seperti yang pernah terjadi di Guatemala, kekeristenan di sana pada awalnya sulit berkembang karena Alkitab yang dipakai berbahasa Spanyol sedangkan masyarakatnya kebanyakan berbahasa Cakchiquel.Seorang kepala suku bertanya kepada Cameron Towsen : “Kalau Tuhan mengasihi kami dan kalau memang Ia Tuhan yang pandai, mengapa Dia tidak dapat berbicara kedalam bahasa kami ? Mengapa kami harusberbahasa Spanyol untuk dapat membaca firman-Nya ?” Kekeristenan segera bertumbuh dengan pesat, setelah Alkitab dicetak ke dalam bahasa Cakchiquel oleh Cameron Towsend.[5]

Bahasa Kanayatn adalah bahasa sehari-hari, yang paling banyak dipakai dalam pergaulan suku dayak di 4 kabupaten dan Kota Madya Pontianak yakni; Kabupatan Sambas, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Landak, dan Kabupaten Bengkayang, menjadi semacam bahasa persatuan Dayak[6] di Pontianak.

Kedua,belum ada upaya-upaya untuk menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Dayak Kanayatn, padahal dari segi jumlah penutur, bahasa Kanayatn terbesar kedua di Kalimantan Barat setelah bahasa Indonesia (Melayu). Jumlah penuturnya lebih dari 500.000 jiwa, menurut ukuran Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), seharusnya sudah ada terjemahan Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam bahasa suku tersebut.[7]

Ketiga, untuk menjaga keutuhan berita firman Allah yang disampaikan secara lisan, supaya sesuai dengan yang sudah tertulis dalam Alkitab, yang akan mencegah dualisme kepercayaan, seperti yang dikhawatirkan beberapa tokoh gereja. Dan Tujuannya yang terpenting adalah untuk meluruskan konsep pada jemaat yang sinkritisme, disesuaikan dengan kitab yang tertulis, agar mereka percaya dan dapat lebih bersungguh-sungguh bersekutu dengan Kristus (Yoh 20:31; 21:25).

D. Pembentukan Tim Penerjemah Alkitab

Menurut Wykllife Internasional yang berpusat di Amerika Serikat, sekarang ini alkitab telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 1000 bahasa suku bangsa, dari sekitar 6000 bahasa masyarakat di seluruh dunia. Ini berarti di seluruh dunia masih ada sekitar 5000 bahasa yang belum memiliki terjemahan alkitab. Menurut Wyklife untuk memenuhi kebutuhan penerjemahan kedalam seluruh bahasa suku bangsa diperlukan waktu sekitar 150 tahun.Dari sekitar 5000 bahasa dunia, di Indonesia ada sekitar700 bahasa etnis, dan sekitar 80 bahasa suku berada di Kalimantan Barat.

Di Kalimantan Barat belum ada satupun penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa daerah, menunjukkan kurang pekanya gereja-gereja di Kalimantan Barat, karena tidak memperhatikan kebutuhan mendasar dari umat Kristen yang mayoritas suku Dayak, sebab mereka menjadi umat Kristen yang sinkritis. Menurut pengamatan tokoh-tokoh gereja di kalangan suku Dayak Kanayatn, sinkritisme semakin , menguat sejak tahun 1980. Orang-orang Dayak Kristen semakin khawatir tercabut dari akar budayanya akibat dominasi bahasa Indonesia dalam Gereja atau sekolah dan banyak terjadi sengketa adat antara “orang Kristen panatik” dan “ masyarakat serta tokoh-tokoh adat”, terutama dalam hal adat pernikahan, balala’ (pantang) dan lain-lain. Sehingga tokoh-tokoh gereja yang mengerti adat membuatsuatu patokan baru dalam tata kehidupan bergereja dan bermasyarakat, sehingga sengketa-sengketa bisa dihindari.

Akan tetapi hal tersebut tidak menyelesaikan persolan mendasar dalam kehidupan rohani umat Kristen, sebab dari data penelitian di atas (hlm 2-3), dari 96 % Dayak Kristen (sample 17 kampung di Binua Ipuh) hanya 18 % yang tidak sinkritis. Karena itu menurut hemat kami, kebutuhan mendasar supaya kerohanian umat dapat bertumbuh dengan sehat adalah penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa daerah. Di samping itu adanya kebutuhan dan kerinduan banyak pihak untuk memiliki Alkitab dalam Bahasa Kanayatn, dan banyak pula yang bertanya mengapa Alkitab BahasaKanayatn belum ada ?

Berdasarkan kebutuhan tersebut maka kami telah mengadakan penelitian terhadap Agama Suku Dayak Kanayatn sejak tahun 1998-2004.Tujuannya adalah untuk memperjelas pemahaman konsep-konsep dasar dalam agama suku, terutama untuk mengidentifikasi konsep tentang “dewa tertinggi” atau “sang pencipta” dalam istilah Dayak Kanayatn. Penelitian tersebut sangat penting untuk menerjemahkan kata kunci “Tuhan” dan “Allah” dalam bahasa daerah. Karena podasi penerjemahan alkitab dan kontekstualisasi justru sangat bergantung pada penerjemahan kata kunci tersebut.

Penerjemahan Alkitab dalam bahasa Kanayatnrupanya telah menjadi beban banyak orang. Pada suatu kesempatan kemudian menyatakan diri bergabung jika Alkitab diterjemahkan dalam bahasa Kanayatn. Didorong oleh beban dan semangat kami untuk menerjemahkan alkitab ke dalam bahasa Kanayatn, maka kami membentuk tim penerjemahan alkitab, yang bersifat oikumene (gabungan Katolik-Kristen) yang dinamakan Tim Melkisedek. Tujuannya adalah supaya umat Kristen yang sinkritis dapat benar-benar bertumbuh dengan sehat dalam terang firman Allah yang diterjemahkan ke dalam bahasa ibu masyarakat Dayak Kanayatn (Mat 28:18-20).

[1]Surat Keputusan (SK) Mentri Agama, No.08. Th 2000, Tentang Sebutan “Kristen”untuk segala denominasi Kristen non Katolik.

[2]Binua, suatu wilayah adat yang dikepalai seorang Timanggong (temenggung), sebagai kepala pemerintahan.Merupakan bentuk pemerintahan tertinggi pada masyarakat Dayak Kanayatn zaman kesultanan Melayu. Sekarang merupakan pemerintahan non formal yang masih diakui masyarakat.

[3]Daud H. Susilo,Mengenal Visi dan Misi Lembaga Alkitab Indonesia, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia 1998), hlm. 9.

[4]Ibid, hlm. 12.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun