Pendahuluan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memainkan peran penting dalam perekonomian Indonesia, baik sebagai penyedia lapangan kerja maupun sebagai penggerak ekonomi lokal. Namun, salah satu tantangan utama yang dihadapi UMKM adalah akses ke pendanaan. Masalah ini dapat dipahami lebih baik melalui pendekatan teoritis, salah satunya adalah Pecking Order Theory yang dikemukakan oleh Myers dan Majluf. Teori ini memberikan wawasan tentang bagaimana perusahaan, termasuk UMKM, memprioritaskan sumber pendanaan mereka berdasarkan biaya dan risiko.
Pecking Order Theory: Sebuah Tinjauan
Pecking Order Theory pertama kali diperkenalkan oleh Donaldson pada tahun 1961 dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Myers dan Majluf pada tahun 1984. Teori ini menyatakan bahwa perusahaan memiliki urutan preferensi dalam memilih sumber pendanaan, yang didasarkan pada minimisasi biaya dan risiko. Urutan ini biasanya adalah:
- Pendanaan Internal (Retained Earnings): Menggunakan keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan sendiri.
- Utang (Debt Financing): Meminjam dana dari pihak ketiga, seperti bank atau lembaga keuangan lainnya.
- Ekuitas (Equity Financing): Mengeluarkan saham baru untuk mendapatkan dana.
Menurut teori ini, perusahaan akan cenderung menggunakan dana internal terlebih dahulu sebelum beralih ke utang, dan hanya akan menerbitkan ekuitas sebagai pilihan terakhir. Hal ini karena pendanaan internal tidak menimbulkan biaya tambahan dan tidak mengurangi kendali pemilik atas perusahaan, sementara utang dan ekuitas memiliki biaya dan risiko yang lebih tinggi.
Implementasi Pecking Order Theory pada UMKM
Dalam konteks UMKM di Indonesia, penerapan Pecking Order Theory dapat memberikan gambaran mengenai preferensi dan tantangan pendanaan yang dihadapi oleh pelaku UMKM.
Pendanaan Internal
Bagi banyak UMKM, pendanaan internal adalah pilihan pertama karena tidak melibatkan pihak luar dan tidak ada bunga yang harus dibayar. Keuntungan dari pendanaan internal adalah fleksibilitas dan kontrol penuh oleh pemilik usaha. Namun, ketergantungan pada pendanaan internal sering kali terbatas oleh kemampuan UMKM dalam menghasilkan keuntungan yang cukup besar untuk mendukung pertumbuhan.
Tantangan:
- Keterbatasan Modal: Banyak UMKM yang memiliki margin keuntungan yang tipis, sehingga dana yang tersedia untuk reinvestasi sangat terbatas.
- Siklus Kas yang Ketat: Sering kali, keuntungan yang diperoleh harus segera digunakan untuk kebutuhan operasional sehari-hari, sehingga sulit untuk mengumpulkan dana internal yang signifikan.
Pendanaan Utang
Ketika pendanaan internal tidak mencukupi, UMKM sering kali beralih ke utang sebagai sumber pendanaan berikutnya. Utang dapat berupa pinjaman bank, kredit mikro, atau bentuk lain dari pembiayaan utang.
Keuntungan:
- Akses Cepat ke Modal: Pinjaman dapat memberikan suntikan modal yang cepat dan signifikan untuk ekspansi atau kebutuhan operasional.
- Pembayaran Terjadwal: Struktur pembayaran yang jelas dapat membantu UMKM dalam mengelola arus kas.
Tantangan:
- Persyaratan yang Ketat: Banyak lembaga keuangan menerapkan persyaratan kredit yang ketat, yang sering kali sulit dipenuhi oleh UMKM.
- Biaya Bunga: Beban bunga dapat menjadi tekanan tambahan pada arus kas UMKM, terutama jika bunga pinjaman cukup tinggi.
- Risiko Kebangkrutan: Ketidakmampuan untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang dapat berujung pada kebangkrutan.
Pendanaan Ekuitas
Pendanaan ekuitas biasanya menjadi pilihan terakhir bagi UMKM karena melibatkan pengeluaran saham baru dan potensi pengurangan kendali pemilik atas perusahaan. Di Indonesia, opsi ini sering kali kurang populer di kalangan UMKM dibandingkan dengan pendanaan internal dan utang.
Keuntungan:
- Tidak Ada Kewajiban Pembayaran Reguler: Tidak seperti utang, pendanaan ekuitas tidak memerlukan pembayaran bunga atau pokok secara berkala.
- Potensi Pertumbuhan: Dengan tambahan modal yang signifikan, UMKM dapat menginvestasikan dana tersebut dalam proyek-proyek pertumbuhan jangka panjang.
Tantangan:
- Pengurangan Kendali: Penerbitan saham baru dapat menyebabkan dilusi kepemilikan, yang dapat mengurangi kendali pemilik asli atas perusahaan.
- Biaya Transaksi yang Tinggi: Proses penerbitan ekuitas bisa mahal dan memakan waktu, terutama untuk UMKM yang mungkin tidak memiliki sumber daya atau pengetahuan untuk menavigasi pasar modal.
Studi Kasus dan Analisis
1. Studi Kasus: UMKM di Sektor Kuliner
Sebagai contoh penerapan Pecking Order Theory, mari kita lihat UMKM di sektor kuliner. Misalnya, sebuah bisnis restoran kecil yang telah beroperasi selama beberapa tahun dan ingin membuka cabang baru. Berikut adalah bagaimana mereka mungkin mengikuti urutan pendanaan sesuai dengan Pecking Order Theory:
- Pendanaan Internal: Pertama, pemilik restoran akan menggunakan keuntungan yang telah dihasilkan untuk membiayai pembukaan cabang baru. Ini mungkin termasuk menggunakan tabungan bisnis atau mengurangi distribusi keuntungan kepada pemilik.
- Pendanaan Utang: Jika dana internal tidak cukup, pemilik mungkin akan mencari pinjaman dari bank atau lembaga kredit mikro. Mereka mungkin menggunakan aset bisnis sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman.
- Pendanaan Ekuitas: Jika kedua sumber ini masih tidak mencukupi, pemilik mungkin mempertimbangkan untuk menjual sebagian saham bisnis kepada investor atau mencari mitra usaha untuk mendapatkan dana tambahan.
Analisis
Dalam analisis ini, kita melihat bahwa preferensi pertama adalah menggunakan dana internal karena tidak menimbulkan biaya tambahan dan pemilik tetap mempertahankan kendali penuh. Jika tidak cukup, utang menjadi pilihan berikutnya karena meskipun ada biaya bunga, pemilik masih bisa mempertahankan kendali. Ekuitas menjadi pilihan terakhir karena pengeluaran saham baru dapat menyebabkan pengurangan kendali atas bisnis.
Namun, penting untuk dicatat bahwa dalam praktiknya, banyak UMKM menghadapi kendala dalam mendapatkan akses ke sumber pendanaan eksternal, terutama utang. Faktor-faktor seperti kurangnya jaminan, riwayat kredit yang tidak memadai, dan ketidakpastian pendapatan membuat banyak lembaga keuangan ragu untuk memberikan pinjaman kepada UMKM. Akibatnya, banyak UMKM yang terjebak dalam lingkaran ketergantungan pada pendanaan internal yang terbatas, yang menghambat pertumbuhan mereka.
Implikasi Kebijakan
Untuk mengatasi tantangan ini, perlu adanya dukungan kebijakan yang dapat membantu UMKM dalam mendapatkan akses ke sumber pendanaan yang lebih luas. Beberapa langkah kebijakan yang dapat dipertimbangkan antara lain:
- Program Kredit Mikro: Pemerintah dan lembaga keuangan dapat memperluas program kredit mikro yang dirancang khusus untuk UMKM, dengan persyaratan yang lebih fleksibel dan bunga yang lebih rendah.
- Jaminan Kredit: Pemerintah dapat menyediakan skema jaminan kredit untuk mengurangi risiko bagi lembaga keuangan yang memberikan pinjaman kepada UMKM.
- Edukasi dan Pendampingan: Program edukasi dan pendampingan bagi UMKM untuk meningkatkan literasi keuangan dan kemampuan manajemen keuangan, sehingga mereka lebih siap untuk mengakses dan mengelola berbagai sumber pendanaan.
- Penyederhanaan Regulasi: Simplifikasi regulasi dan prosedur untuk penerbitan ekuitas, sehingga UMKM dapat lebih mudah dan murah untuk mendapatkan pendanaan melalui pasar modal.
2. UMKM Produsen Lemper
Sebagai contoh penerapan Pecking Order Theory, mari kita lihat sebuah UMKM yang memproduksi lemper. Misalnya, sebuah bisnis keluarga yang telah beroperasi selama beberapa tahun dan ingin memperluas produksinya untuk memenuhi permintaan yang meningkat. Berikut adalah bagaimana mereka mungkin mengikuti urutan pendanaan sesuai dengan Pecking Order Theory:
- Pendanaan Internal: Pertama, pemilik bisnis akan menggunakan keuntungan yang telah dihasilkan untuk meningkatkan produksi. Ini mungkin termasuk menggunakan tabungan bisnis atau mengurangi distribusi keuntungan kepada pemilik.
- Pendanaan Utang: Jika dana internal tidak cukup, pemilik mungkin akan mencari pinjaman dari bank atau lembaga kredit mikro. Mereka mungkin menggunakan aset bisnis sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman.
- Pendanaan Ekuitas: Jika kedua sumber ini masih tidak mencukupi, pemilik mungkin mempertimbangkan untuk menjual sebagian saham bisnis kepada investor atau mencari mitra usaha untuk mendapatkan dana tambahan.
Analisis
Dalam analisis ini, kita melihat bahwa preferensi pertama adalah menggunakan dana internal karena tidak menimbulkan biaya tambahan dan pemilik tetap mempertahankan kendali penuh. Jika tidak cukup, utang menjadi pilihan berikutnya karena meskipun ada biaya bunga, pemilik masih bisa mempertahankan kendali. Ekuitas menjadi pilihan terakhir karena pengeluaran saham baru dapat menyebabkan pengurangan kendali atas bisnis.
Namun, penting untuk dicatat bahwa dalam praktiknya, banyak UMKM menghadapi kendala dalam mendapatkan akses ke sumber pendanaan eksternal, terutama utang. Faktor-faktor seperti kurangnya jaminan, riwayat kredit yang tidak memadai, dan ketidakpastian pendapatan membuat banyak lembaga keuangan ragu untuk memberikan pinjaman kepada UMKM. Akibatnya, banyak UMKM yang terjebak dalam lingkaran ketergantungan pada pendanaan internal yang terbatas, yang menghambat pertumbuhan mereka.
Implikasi Kebijakan
Untuk mengatasi tantangan ini, perlu adanya dukungan kebijakan yang dapat membantu UMKM dalam mendapatkan akses ke sumber pendanaan yang lebih luas. Beberapa langkah kebijakan yang dapat dipertimbangkan antara lain:
- Program Kredit Mikro: Pemerintah dan lembaga keuangan dapat memperluas program kredit mikro yang dirancang khusus untuk UMKM, dengan persyaratan yang lebih fleksibel dan bunga yang lebih rendah.
- Jaminan Kredit: Pemerintah dapat menyediakan skema jaminan kredit untuk mengurangi risiko bagi lembaga keuangan yang memberikan pinjaman kepada UMKM.
- Edukasi dan Pendampingan: Program edukasi dan pendampingan bagi UMKM untuk meningkatkan literasi keuangan dan kemampuan manajemen keuangan, sehingga mereka lebih siap untuk mengakses dan mengelola berbagai sumber pendanaan.
- Penyederhanaan Regulasi: Simplifikasi regulasi dan prosedur untuk penerbitan ekuitas, sehingga UMKM dapat lebih mudah dan murah untuk mendapatkan pendanaan melalui pasar modal.
Kesimpulan
Pendekatan Pecking Order Theory oleh Myers dan Majluf memberikan kerangka yang berguna untuk memahami preferensi pendanaan UMKM. Meskipun pendanaan internal selalu menjadi pilihan pertama karena kemudahannya, keterbatasannya sering kali menghambat pertumbuhan UMKM. Pendanaan utang dan ekuitas, meskipun lebih kompleks dan berisiko, perlu diakses secara lebih luas oleh UMKM untuk mendukung ekspansi dan inovasi. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, UMKM dapat lebih mudah mendapatkan akses ke berbagai sumber pendanaan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kontribusi mereka terhadap perekonomian nasional. Penerapan teori ini pada kasus UMKM produsen lemper menunjukkan bagaimana prioritas pendanaan dapat disusun untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan.
Referensi
Salsabila, Karina. DETERMINAN STRUKTUR MODAL PADA UKM SEKTOR MAKANAN DAN MINUMAN YANG TERDAFTAR DI DIREKTORI KULINER MALANG FOODIES . Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB.
Shyam-Sunder, Lakshmi and Myers, Stewart C., Testing Static Trade-Off Against Pecking Order Models of Capital Structure (April 1994). NBER Working Paper No. w4722, Available at SSRN: https://ssrn.com/abstract=226998Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H