Dear diary, Â lama... sekali kita tidak bercengkrama dan berbagi cerita. Â
Masih ingatkah kamu Diary, saat dulu kita selalu bersama-sama dalam suka dan duka, saat kamu selalu menampung segala keluh kesahku. Waktu itu aku masih ingat, masa dimana aku hanya berteman denganmu, kamu teman setiaki untuk berbagi cerita. .Â
Kamu selalu setia di sisiku, kita saling melengkapi hari saat melalui hari duka dan bahagia, resah juga galau  dalam mengarungi higup ini.
Dear Diary, lama sekali aku tidak menemuimu,  tidak saling bercengkerama dalam canda, lama aku tidak mencurahkan segala  keluh kesah. Dan isi hati serta permasalahan hidupku padamu.
Dear Diaryku,  kalau harus jujur, sebetulnya aku ini tak lagi begitu membutuhkanmu,  karena di zaman yang sudah serba modern seperti sekarang ini, sudah  begitu banyak sarana untuk menumpahkan segala keluh kesahku.
Diary, tahukah kamu bahwa aku kini bisa mencurahkan segala perasaanki melalui banyak teman seperti media online, media sosial atau blog pribadi maupun blog kroyokan di dunia maya.Â
Tapi entah kenapa  saat ini aku begitu... merindukanmu.  Aku sangat ingin... mencurahkan segala keresahan hatiku hanya sama kamu.Â
Tahukah kamu Diaryku,  akhir-akhir ini aku sedang sangat sedih, galau dan risau dalam menyikapi hidup ini. Begitu banyak peristiwa yang membuatku terluka,  risau dan buntu  tanpa solusiÂ
Dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan bahkan hingga puluhan tahun, aku harus terus menyaksikan drama pembantaian kaum sodara seimanku.
Aku tidak mengerti Kenapa harus selalu bangsa dan negara muslim yang harus selalu terkoyak, Â teraniaya bahkan terus digempur seolah keyakinan harus dimusnahkan dari muka bumi ini.Â
Kenapa negara-negara penguasa dunia di luar sana seakan gerah dan antipati kepada kaumku, mereka terlihat jelas sangat membenci orang-orang yang berkeyakinan sama denganku.
Dear Diaryku, sejak aku teralahir ke dunia ini dan sejak aku bisa mengingat semua peristiwa, semenjak usia balita hingga kini hampir menua, memory ingatanku terus dipenuhi oleh berbagai peristiwa perang dan pertikaian, pembantaian negara dan umat muslim. Â
Sejak aku balita telinga dan mata ini sudah sangat akrab dengan adanya  peritiwa perang di bumi belahan timur tengah sana, dari mulai Palestina yang perjuangannya tak berujung usai, penggempuran warga Afganistan dan Palestina yang entah sampai kapan bisa mereda.
Palestina yang selalu merana, disusul oleh perang Iran-Irak, Iran -Quait. Â Lalu Irak-Amerika, Libya, Â pembatalan warga sipil muslim Bosnia, Mesir yang kini mencekam, Â warga Rohingan di Mianmar yang terkapar. Bahkan yang lebih meluluh lantakkan perasaanku saat ini, musnahnya negara Suriah dan warga yang ada di dalamnya.
Dear Diary, kenapa ini semua bisa terus terjadi? Â Kenapa kaum muslim harus terus terkoyak? muslim seolah keyakinan yang sangat menakutkan hingga usaha untuk membinasakan tanpa tersisa dari muka bumi ini kian masif dan brutal.
Sementara kaum muslim sendiri selalu mengulang riwayat yang sama, bermulut arogan bisanya sesumbar menantang dan mengutuk atau mengancam tanpa modal kekuatan teknologi tinggi, tak jua ada rasa kebersamaan sebagainya sesama muslim satu dengan yang lainnya  . Â
Dear Diary, salahkah aku yang terlahir dan mendapat didikan muslim sejak mengenal dunia ini, Â jika kini aku merasa prustasi?
Salahkah bila aku merasa tak lagi memiliki iman, merasa menjadi pengecut dan kerdil, malu luar biasa pada keimananku karena tidak bisa berbuat apa-apa dan tak jua memiliki kekuatan saat menyaksikan  semua peritiwa pemusnahan kaum dan golonganku, sodaraku yang jauh di sana sebagsi sesama muslim.Â
Aku merasa sangat hina dan tak berguna, saat menyaksikan negara-negara  muslim dan warga yang ada di dalamnya  satu persatu dibantai, hancur lebur sementara aku hanya bisa menahan napas yang kian terasa sesak, menahan rasa duka karena tidak mampu berbuat apa-apa.
Jiwaku memberontak tak terima, ingin membela  dan melindungi mereka,  tapi rasa ini harus terkerdilkan oleh kenyataan bahwa aku ini hanyalah sebutir pasir di lautan yang tak memiliki kekuatan bila harus berjalan seorang diri.
Dear Diaryku, setiap saat selalu  terselip tanya yang terus menggangguku, kenapa negara-negara muslim yang berada di belahan timur tengah sana, selalu bertikai dan gampang sekali dipancing amarahnya hingga mudah diprovokasi hingga ujungnya menghancurkan negara dan kaum mereka sendiri.Â
Kenapa pula mereka sebagai bangsa-bangsa yang sama muslimnya dan berdekatan secara geografis, selalu berjalan sendiri-sendiri, bahkan cenderung bermusuhan tak memiliki jiwa kesatuan sedikitpun di diantara mereka .
Kenapa mereka tidak memiliki niat apalagi cara atau upaya, untuk bersatu dan memperkuat kemusliman mereka. Tidak adakah dalam benak mereka untuk mendirikan organisasi  yang dilandasi oleh satu ideologi dan kayakinan yang sama, agar mereka bisa bersatu dan bisa saling menguatkan satu dengan yang lainnya.  Â
Diary, yang aku lihat malah sebaliknya. Sebagai bangsa sesama muslim yang bertetangga malah terus saling bersetru dan tak ada yang mampu menahan diri.
Sebagian negara muslim yang kaya raya  hidup dalam kemewahan luar biasa, sementara tetangga negara muslim lainnya hidup  dalam suasana perang  dan ketakutan, juga rasa lapar teeus membayangi mereka, negaranya hancur digempuran bom karena mereka dalam situasi perang untuk dimusnahkan.Â
Tak ada aksi galang persatuan, organisasi atas nama senasib sepenanggungan sebagai sesama muslim, Â tak jua membuat mereka bersatu membentuk kekuatan bersama.Â
Mereka hanya mengutamakan kepentingan sendiri-sendiri, Â mengumbar amarah masing-masing dan saling menjatuhkan satu dan lainnya, memudahkan bangsa yang membenci kaum muslim untuk menghancurkannya satu demi satu.
Diary,sangat menyesalkan sekali dengan karakter dan budaya bangsa muslim di sana, kenapa mereka tidak bisa bijak dalam berbuat, arif dalam berpikir dan diplomatis dalam mengutarakan setiap stetmen
Bahkan para pemimpin mereka hobi sekali menggunakan kata jihad atau bunuh, koar-koar bisa menghancurkan musuh dalam setiap orasinya, Â padahal akhirnya mereka sendirian yang terbunuh dan gugur sanak cucunya bahkan rakyat dan negaranya jadi korban.
Negara mereka hancur, keluarga mereka habis dibunuh tak tersisa
Ada lagi cerita dari negara muslim terbesar dan tertoleransi di dunia, kini juga sedang resah. Negara tempatku berasal, juga kini sedang dilanda prahara.Â
Seorang pemimpin minoritas yang berprestasi sedang ditolak dan dimaki, karena dianggap menistakan agama.
Diaryiku,  kenapa di negara-negara  yang  dianggap kapir, selalu memiliki kekuatan besar dan kerjasama yang solid antara satu dan lainnya.  Mereka tak ragu dan terus membangun kekuatan bersama, baik dalam hal ekonom terutama kekuatan  militer.Â
Diaryku, sekarang aku tinggal di negara yang orang seimanku menyebutnya negara kapir. Â Negara yang mayoritas warganya tidak memiliki keyakinan jelas dan kuat meski kiblat mereka tetap pada agama nasrani dan isme anti muslimpun mulau tumbuh di sini.Â
Kalau harus jujur, hidup di sini hingga saat ini terasa lebih tentram dan nyaman, Â di negara yang mayoritas warganya hampir tidak beragama dan tidak pula mengaitkan segala urusan kehidupan ini dengan unsur agama, hanya berdasarkan kemanusiaan.Tapi entah kenapa, bagiku terasa lebih tentram dan damai.Â
Diaryku, Â meski aku hidup di negara kapir kata mereka, Â tapi hingga saat ini aku masih bisa aman dalam mejalankan ritual ibadahku sebagai seorang muslim.Â
Aku di sini sebagai orang muslim yang minoritas ini, tidak merasa terancam meski keistimewaan dalam merayakan hari -hari besar muslim tak bisa akudapatkan.
Diaryku, katanya negara ini negara kapir,  tapi semua  makhluk hidup dan bernyawa  di negeri ini diperlukan dengan bai, sesuai dengan aturan yang ada dalam ajaran keyakinanku sebagai seorang muslim.Â
Dear Diaryku, Â aku hidup di negara yang kata mereka negara kapir, tapi burung-burungpun di sini bisa bebas hidup dan bertebangan dimana-mana, bahkan kucing hingga anjing diperlakukan dengan baik, diberikan kesempatan hidup yang layak. Apalagi manusia, makhluk yangi jelas lebih diutama agar layak kehidupannya.
Fiary, Â tidak ada program ekspor pembantu di sini, Â tidak ada jasa wanita untuk dinikahi secara kontrak saat musim libur tiba oleh para pelancong dari negara muslim yang berlindung dalam kedok gama untuk mengikuti aturan agamanya.
Dear Diary di sini wanita yang bercerai apalagi yang membawa anak-anak harus dijamin hidupnya oleh mantan suaminya, mengikuti aturan pemerintah agar wanita itu tidak menjadi objek penderita habis manis sepah dibuang ketika bercerai. Â
Diary, Â di sini tidak ada gelombang protes anti pemimpin minoritas. Semua orang yang mampu dan memiliki dedikasi tinggi bagi bangsa di mana dia berada akan diberikan tempat sebebas- bebasnya untuk membangun, tapi bukan berati diberi keleluasaan dan kesempatan sedikitpun untuk melecehkan apalagi berkhianat pada negaranya.Â
Diary, Â di sini orang minoritss boleh menjadi pejabat, tapi kontrol kepadanya tetap berjalan ketat tidak ada rongga sedikitpun untuk mengulung dalam lipatan, Â membangun kekuatan hanya karena ia jadi pejabat.Â
Semua kontrol dan kekuasaan sepenuhnya warga pribumi yang atur dan berkuasa, Â pejabat daerah hanya bertugas memajukan daerahnya tapi tak akan pernah bisa dikuasai olehnya hanya karena ia pejabat.Â
Negara ini benar-benar sudah kokoh dalam segalanya,  warga pribumi tidak perlu resah dan merasa terancam,  karena pemerintah mereka  tetap akan mengutamakan warganya sendiri dalam kesempatan apapun.
Dalam pekerjaan dan fasilitas lainnya, Â tentu warga pribumi akan menjadi prioritas utama bagi pemerintah yang dianggap kapir ini.
Dear Diary, Â saya mengerti sekali tentang perasaan terancam mereka, warga pribumi di negeriku.Â
Penyebabnya memang sudah sejak lama negeriku bukan lagi milik pribumi, karena telah digadaikan bahkan dijual oleh para koruptor, pejabat terdahulu yang warga pribumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H