"Apa dia lebih pintar dariku? Bisa membantumu mengerjakan tugas?"
Sang kekasih menjawab, "Tidak tentu saja, aku bahkan yang harus membantunya dan membimbingnya membuat rancangan skripsi? Aku yang ia andalkan, tidak lebih mandiri darimu."
Narasumber kaget tentu saja, lantas apa yang menjadi alasan kekasihnya selingkuh?
"Lalu apa alasanmu? Dia bisa membantu pekerjaanmu?"
Kekasihnya menjawab, "Tidak."
"Lalu apakah dia lebih sabar dariku? Atau punya pola pikir yang lebih bagus?"
Kekasihnya menjawab, "Tidak, dibeberapa perdebatan aku yang harus mengalah dan meminta maaf, pola pikirnya pun tak lebih baik darimu."
Jawaban sang kekasih membuat narasumber tercengang, lantas apa alasannya? Bahkan semua kepribadian selingkuhannya itu tak lebih baik dari narasumber. Â Lalu pada akhirnya sang kekasih menjawab,
"Alasannya karena aku butuh pelarian, ia sedikit mirip denganmu, dan bisa bermain gitar, hanya itu. Aku bahkan tak suka padanya, hanya dilandasi rasa iba karena mendengar cerita sedihnya, rasa iba awal dari semua ini." Ucapnya.
Narasumber sangat trauma atas kejadian ini, bahkan ia beberapa menemui psikiater karena hal ini adalah luka yang mendalam yang membuatnya sakit hati.
Isu perselingkuhan dalam hubungan yang tampaknya baik-baik saja sering kali menimbulkan kebingungan dan trauma bagi pihak yang dikhianati. Dalam kasus ini, narasumber yang merasa telah memberikan segalanya untuk pasangannya, termasuk bantuan finansial, emosional, dan akademis, tetap menjadi korban perselingkuhan. Ternyata, alasan perselingkuhan bukan selalu tentang ketidakpuasan fisik atau intelektual, melainkan bisa berasal dari kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi dan keinginan untuk mencari pelarian. Dalam hubungan ini, meskipun pasangan narasumber menyatakan tidak ada yang kurang dari dirinya, rasa iba dan kebutuhan untuk keluar dari situasi stres menyebabkan perselingkuhan terjadi.
Kisah ini mengajarkan bahwa perselingkuhan bisa terjadi karena berbagai alasan kompleks yang tidak selalu berkaitan dengan kekurangan pada pasangan yang dikhianati. Pemahaman, komunikasi, dan kepercayaan yang mendalam sangat penting dalam menjaga keutuhan hubungan. Narasumber, meskipun terluka, memiliki kesempatan untuk belajar dari pengalaman ini dan membangun diri serta masa depannya dengan lebih kuat dan bijaksana.