[caption caption="pangeran salman...foto: tagesschau.de"][/caption]
Rupanya bukan hanya terjadi pada kasus "Papa Minta Saham" saja soal catut-mencatut nama dan bikin heboh. Nama negara pun bisa dicatut berdasarkan klaim sepihak untuk kepentingan negara lain. Ini terjadi ketika Indonesia dikatakan telah mendukung aliansi buatan Saudi Arab yang katanya akan memerangi terorisme.
Pada tanggal 16 desember kemarin, putra raja dan merangkap Menteri Pertahanan Saudi Arab, Muhammad bin Salmam, telah mengumumkan terbentuknya aliansi gabungan dari negara mayoritas berpenduduk islam guna memerangi terorisme. Disebutkan dalam daftar ada 34 negara yang telah diklaim ikut bergabung. Namun beberapa negara seperti Malaysia dan Pakistan sempat terkejut dengan klaim sepihak ini. Bahkan Pakistan melalui duta besarnya di Riyadh diperintahkan untuk meminta klarifikasi pada pemerintah Saudi Arab.
Indonesia melalui Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, juga telah membantah klaim sepihak Riyadh ini. Dikatakan bahwa Indonesia tidak akan pernah terlibat aliansi militer dengan negara manapun. Hal yang sesuai dengan prinsip non blok.
Pangeran Salman sendiri belum merinci dan bicara jujur tujuan dibentuknya aliansi ini, hanya mengatakan akan memerangi terorisme yang terjadi di Suriah, Mesir, Irak, Libya dan Afghanistan. Namun ada keanehan ketika tidak memasukkan nama negara Iran yang berbasis syiah, juga Irak dan Suriah dalam koalisi tersebut. Disini terlihat Saudi Arab hanya ingin merangkul negara-negara islam beraliran suni yang dipandang masih satu faham dengan wahabi yang menjadi aliran negara monarkhi tersebut.
Seperti diketahui bahwa Saudi Arab saat ini juga sedang gencar masuk dalam konflik yang terjadi di Yaman menyangkut pengambil alihan kekuasan yang dilakukan oleh kelompok Syiah. Apakah koalisi ini nantinya juga akan dialihkan untuk mendukung agresi militer Saudi Arab terhadap Yaman? Bukan hal yang tidak mungkin ada agenda dibelakangnya selain juga untuk memerangi Asaad di Suriah dan juga kelompok-kelompok syiah lainnya.
Apakah koalisi yang dibentuk oleh Saudi Arab ini benar-benar ingin memerangi terorisme? Dari beberapa media bahkan telah diberitakan bahwa Saudi Arab dituding sebagai salah satu penyandang dana terbesar pada kelompok-kelompok yang dikatakan sebagai teroris, seperti Al Qaeda, Al Nusra dan ISIS. Bukan hanya bentuk finansial saja tapi juga termasuk pemasok senjata bagi mereka.
Ini ibarat jeruk makan jeruk, apabila organisasi yang didanai akan diperangi sendiri. Mengingatkan akan hal ketika Al Qaeda yang konon dikabarkan sebagai bentukan Amerika dengan CIA nya dan juga diperangi sendiri oleh Obama. Apakah taktik sama yang digunakan oleh Saudi ini meniru Amerika sebagai mitra akrabnya?!
Selain itu ketika agresi militer Rusia di Suriah dilakukan, fatwa perang jihad pun muncul dari beberapa ulama Saudi Arab untuk melawan pasukan Putin. Ada kontradiksi terjadi disini, Rusia yang jelas melawan organisasi ISIS yang dianggap kelompok teroris bahkan malah dianggap musuh oleh Saudi Arab. Koalisi aneh dan diduga ada agenda terselubung dan berkedok memerangi terorisme.
Badan inteligent Jerman (BND) telah memberi masukan pada pemerintahnya akan agresifitas Saudi Arab untuk mempengaruhi dan menguasai daratan semenanjung Arab. Hal yang akan menyebabkan instabilitas pada wilayah tersebut. Pemerintah Jerman diharapkan untuk menimbang ulang menyangkut hubungan bilateral kedua negara terutama berkaitan dengan politik luar negerinya.
Indonesia sendiri sudah melakukan langkah tepat untuk tidak bergabung didalamya. Komitmen memerangi terorisme telah dilakukan negara kita sebelum terbentuknya koalisi tidak jelas yang diprakarsai Saudi Arab tersebut. Apalagi sebagai negara non blok dan berprinsip politik bebas aktif yang memang seharusnya tidak berpihak pada satu kelompok dengan aksi militer didalamnya.
Seandainya dukungan Indonesia tidak diberikan pada koalisi Saudi Arab ini dan menyebabkan kerajaan tersebut tersinggung lalu dikhawatirkan investasi yang sebelumnya telah disepakati (belum ada realisasinya) kemudian dibatalkan, ini tidak perlu ditakutkan. Semua negara yang menginvestasikan uangnya ke negara kita, bukanlah Sinterklas yang tidak ingin memperoleh kembali uang yang ditanamkan beserta hasil keuntungannya. Jika dibatalkan, walaupun tidak juga gampang untuk mendapatkan penggantinya, tapi dipastikan akan ada negara lain yang juga berminat. Tentunya sebuah bisnis yang lebih fair tanpa harus mengikuti politik yang menjadi orientasi penanam modalnya. Bisa membedakan kerjasama antara urusan ekonomi dan perpolitikan.
Apabila suatu negara terlalu besar menanamkan investasinya, ini juga tidak baik bagi negara penerima. Dipastikan pemerintahnya akan dipengaruhi secara politik dan mudah dikendalikan oleh negara investor, karena sedikit banyak akan membuat ketergantungan ekonomi negara penerima. Indonesia sudah melakukan langkah tepat dengan mengajak beberapa negara lain berinvestasi dan tidak hanya tergantung pada satu negara tertentu saja.
Tidak beda yang terjadi di Amerika sekarang ini. Begitu banyaknya uang dari negara petro dollar yang mengalir hampir di segala bidang investasi yang ada di Amerika. Apabila suatu saat berselisih dan investasi ini dihentikan, perekonomian Amerika pun bisa mengalami sedikit guncangan. Oleh sebab itu hubungan antara mereka pun selalu dijaga dengan baik karena sebagai mitra bisnis yang memiliki tujuan sama.
Â
 Artikel terkait,
http://www.kompasiana.com/lovelydarsem/fakta-di-balik-kemegahan-arab-saudi_564f20608e7e61cc08e88f1e
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H