Seperti yang telah banyak diduga oleh sebagian pendukung Jokowi bahwa pencalonan Kapolri Budi Gunawan tidak murni atas kehendak presiden. Kekuatan besar yang menyebabkan Jokowi tidak bisa menolaknya. Dari awal tanpa melibatkan KPK dan PPATK untuk menyeleksinya, selain itu waktu pengajuan yang begitu cepat dan hanya mengajukan calon tunggal, sudah terlihat keanehan. Akhirnya fakta sedikit mulai menemukan titik terang mengarah pada "dalang" pencalonan ini setelah terbentuknya Tim Independen yang diketuai oleh Syafii Maarif, mantan ketua Muhammadiyah.
Seperti yang diberitakan oleh Kompas.com, pencalonan Kapolri Budi Gunawan bukan inisiatif dari Jokowi.
"Jujur, itu sebetulnya pengajuan BG bukan inisiatif Presiden," kata Syafii seusai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Rabu (28/1/2015).
Mantan Ketua PP Muhammadiyah itu menyatakan, informasi yang didapatnya ini cukup valid. Namun, saat didesak untuk mengungkap siapa yang mengusulkan nama Budi, pria yang akrab disapa "Buya" itu mengelak.
"Saya tak mau menyebut nama. Itu sudah rahasia umum, Anda harus tahu itu. Saya harus jaga hubungan baik dengan orang-orang itu," kata Syafii.
Sebagai awam pun seharusnya juga menyadari bahwa pencalonan BG ini sudah kontroversial dari awalnya. Jokowi pastinya tidak begitu bodoh mencalonkan seseorang yang sewaktu diadakan penjaringan pemilihan kabinet telah mencoretnya. Pencoretan berdasarkan rekomendasi dari KPK yang memberikan stabilo merah pada BG. Ketika diajukan sebagai calon Kapolri kenapa Jokowi lalu tidak menggunakan KPK dan melangkahinya. Jika kita jeli membacanya ini suatu kejanggalan besar juga. Respon dari ibu negara sekitar 2 jam dilaman facebooknya dengan menulis "tks KPK" setelah BG ditetapkan sebagai tersangka, ini membuktikan pencalonan tersebut memang tidak dikehendaki oleh Jokowi. Sebagai seorang istri dan mengetahui tekanan hebat yang dialami sang suami menuliskan suara hatinya karena ada beban berat yang plong bisa terlepaskan.
Namun pernyataan Syafii Maarif tersebut rupanya dibantah oleh wakil presiden, Jusuf Kalla. Selama adanya konflik cicak vs buaya Jk jarang sekali mengeluarkan tanggapan mengenai kasus ini, hanya terdengar ketika BG ditetapkan sebagai tersangka sempat mengeluarkan "pembelaan" dengan dalih menghormati praduga tak bersalah. Pernyataan dari tim independen disangkal oleh beliau bahwa semua pergantian pejabat penting seperti kepala Polri pasti diusulkan Presiden.
Kutipan penyangkalan juga diberitakan oleh Kompas.com,
"Saya kira tentu semua penggantian penting itu diusulkan, ditandatangani, dan direkomendasikan oleh Pak Presiden. Tidak ada orang lain yang bisa putuskan selain Pak Presiden," kata Kalla di Jakarta, Rabu (28/1/2015).
Bahkan, sebagai Wakil Presiden, Kalla pun tak punya kewenangan untuk mendesak Presiden memilih calon kepala Polri tertentu.
"Saya pun Wapres tidak bisa memutuskan itu, apalagi yang lainnya, pasti Bapak Presiden," sambung dia.
Dalam pernyataannya ada nada tidak kepastian dengan menggunakan kalimat "saya kira...." Sebagai seorang wakil presiden akan kelihatan janggal jika tidak tahu pasti mekanisme penggantian pimpinan yang dianggap penting tersebut. Jika soal penandatangan dan persetujuan memang ada di tangan presiden. Namun inisiatif yang mengajukan calon tersebut, tidak secara jelas dikatakan oleh Jusuf Kalla dengan menggunakan kalimat "saya kira".
Ketika pilpres tahun lalu kedekatan antara BG dengan JK sempat diulas oleh Tempo dengan judul sedikit nylekit Kalla-Gunakan-Jenderal-Rekening-Gendut-Dekati-Mega. Disebutkan JK menggunakan jasa BG sebagai mantan ajudan Megawati untuk mendekati ketua umum PDIP tersebut untuk mendampingi Jokowi maju dalam pilpres. Pertemuan antara BG dan JK sering dilakukan dan dibenarkan oleh Aksa Mahmud, pengusaha yang juga masih famili JK. Namun pertemuan tersebut dikatakannya bukan sebagai perantara.
Budi rutin mengunjungi rumah Kalla untuk "berkomunikasi." Aksa Mahmud, pengusaha yang juga famili Kalla, mengakui Kalla dan Budi sering bertemu. "Tapi bukan perantara," kata Aksa. Kalla juga membenarkan Budi kerap bertandang ke rumahnya. “Semua mantan ajudan saya rutin bersilaturahmi ke rumah karena sudah bersama selama lima tahun,” ujar Kalla kepada Tempo melalui pesan pendek pada Sabtu pekan lalu.
Komisaris Jenderal Budi Gunawan membantah kabar yang menyebutkan dia menyorongkan nama Jusuf Kalla kepada Megawati, sebagai cawapres Joko Widodo. “Itu rumor, itu fitnah. Saya masih polisi aktif, menghindari urusan pemilu, itu melabrak aturan,” katanya saat menghubungi Tempo, Sabtu 24 Mei 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H