"Cia, barangkali judul yang ini perlu diganti. Nanti kasih sama saya lagi." Katanya sembari memegang lembaran kertas skripsiku.
"Iya pak. Nanti kuganti lagi." Jawabku dengan nada memelas. Aku memang sudah merasa lelah dengan semua ini. Untungnya ia sabar mengajariku.
"Cia, kita makan dulu yuk!" ajaknya sembari menarik tanganku ke arah sebuah cafe tree. Perasaan gugup dan senang bercampur aduk di dadaku.
"Tetap semangat ya, kamu pasti bisa menyelesaikannya. Saya dulu juga seperti kamu. Tapi akhirnya bisa kan?" nasihatnya sambil mengaduk jus dengan sedotan di tangannya.
"Makasih pak. Terima kasih selama ini selalu sabar mengajariku." Jawabku lalu menyeruput jus orange di depanku.
"Panggil Erik saja. Rasanya terlalu kaku dan terdengar tua jika kamu panggil aku Bapak terus."
"Iya, E..Erik." kataku dengan nada terputus-putus.
"Ada sesuatu buatmu. Tapi dibuka kalau kita udah pulang ya," Katanya tersenyum lalu menyodorkan kotak berwarna coklat padaku.
"Ini apa? Kenapa?" tanyaku heran.
"Cia, aku pasti merindukanmu. Kau gadis yang baik. Terima kasih telah membuatku lebih lega dan takut kehilanganmu." Katanya dengan nada serius memegang tanganku.
"Ma..maksudmu apa Erik?" tanyaku penasaran. Apa itu artinya ia menyukaiku? Ia tidak ngomong hanya senyuman dan kecupan hangat melintas di dahiku.