Bukan Sekadar Ucapan Selamat Natal
Sejak ramai percakapan tentang larangan mengucapkan selamat Natal beberapa tahun lalu, saya tak terlalu pusing memikirkan apalagi mengharapkan ucapan selamat Natal dari sahabat atau kerabat yang beragama non Kristen.Â
Saya belajar menerima perubahan di lingkungan di mana saya tinggal. Saat tetangga tidak lagi berkunjung ke rumah saat Natal seperti dulu. Menyaksikan video viral atau membaca berita tentang larangan ibadah Natal pun tak terlalu mengagetkan buat saya. Bisanya cuma bergumam "lagi?"sambil ngurut dada. Terpaksa menerima ini kondisi bangsaku. Sepertinya tak ada harapan akan keadaan yang lebih baik.
Namun di tengah krisis toleransi di negeri ini, saya merasakan sukacita luar biasa ketika menghadiri ibadah Natal tanggal 25 Desember 2022 di satu gereja di bilangan Jakarta Timur. Ada yang menarik di sana. Di awal ibadah, ketua RT di wilayah di mana gereja ini berdiri menyampaikan ucapan Selamat Natal. Pak RT seorang Muslim.Â
Ia berdiri di atas mimbar dan berucap, "jangan kuatir, di sini Bapak-Ibu bisa beribadah dengan nyaman". Lalu di akhir ibadah ucapan Selamat Natal datang dari Gus Aan Anshori, Gusdurian Jombang, melalui video.Â
Soal Gus Aan, tahun 2021 saya pernah menerima video ucapan Selamat Natal yang dibuatnya untuk Warga Binaan Lapas Perempuan Kelas III Palu. Waktu itu saya melayani warga binaan Kristen di sana. Dalam dua video yang berbeda itu, saya melihat Gus Aan menyapa penerima ucapan Selamat Natal itu. Saya tak bisa membayangkan berapa banyak video yang harus dibuat oleh Gus Aan. Apa yang dilakukan Pak RT dan Gus Aan bagaikan siraman air sejuk di tengah panasnya kondisi bangsa ini apalagi jelang tahun politik 2024.
Saya merenung, mengapa mereka sibuk-sibuk melakukan hal itu? Pak RT bisa menitipkan saja pesannya kepada pengurus gereja. Toh ia tak punya keharusan untuk menjumpai umat kristen dan mengucapkan selamat Natal. Atau Gus Aan bisa membuat saja satu video yang bisa dikirim ke semua tempat. Mengapa harus menyapa umat secara spesifik melalui video itu? Berapa banyak waktu yang harus terbuang karena urusan video ucapan Selamat Natal itu. Belum lagi bagaimana mereka menghadapi pandangan orang lain?
Menurut hemat saya Pak RT dan Gus Aan, dua di antara banyak orang lain yang juga melakukan hal senada, sedang mengambil jalan lain bagi Indonesia yang damai. Mereka sedang berjuang melawan intoleransi. Mereka sedang mengulurkan tangan persahabatan dan persaudaraan. Merajut kerukunan. Beranikah kita menyambut uluran tangan dan berjalan bersama menciptakan Indonesia yang damai? Atau mau sibuk menghabiskan energi memikirkan para pembenci dan cara untuk membenci?
Lalu berdasarkan tema Natal tahun ini, beranikah kita yang berjumpa dengan Yesus mengambil jalan lain untuk membangun Indonesia yang damai? Beranikah kita melalui jalan lain untuk menebar cinta? Beranikah kita mengambil jalan untuk merobohkan tembok pemisah dan mengulurkan tangan persahabatan dan persaudaraan? Jalan itu mungkin terjal. Jalan itu mungkin sepi, tak banyak peminat. Tapi Tuhan menghendaki kita melalui jalan lain itu.
Bukankah Natal mengingatkan kita bahwa jalan yang ditempuh Tuhan untuk menyelamatkan manusia adalah jalan yang berbeda dari yang dipikirkan dan dilakukan manusia? Ia tidak hadir sebagai raja yang memimpin dengan tangan besi.Â
Ia tidak hadir sebagai petinggi yang mengorbankan kaum rendahan. Ia hadir dalam kerendahan dan kelemahan namun di situlah kekuasaannya dinyatakan. Agar kita pun belajar taat menempuh jalan-jalanNya dalam kehidupan bersama di tengah bangsa yang majemuk ini.