Mohon tunggu...
Louis Pariama
Louis Pariama Mohon Tunggu... Lainnya - Pendeta

suka baca dan jalan-jalan, menaruh perhatian pada persoalan-persoalan sosial, isu perempuan dan anak serta masyarakat dan budaya lokal

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selamat Natal: Jalan Lain Merajut Kerukunan

27 Desember 2022   17:59 Diperbarui: 27 Desember 2022   18:18 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Natal selalu diidentikkan dengan sukacita dan kedamaian. Ya, perayaan kelahiran Yesus, Sang Juruselamat itu mengingatkan umat Kristen pada cinta Allah yang besar. Cinta yang membuatNya mau datang ke dalam dunia untuk menyelamatkan manusia yang berdosa. kedatanganNya disambut dengan sukacita. Alkitab mengisahkan bagaimana berita kelahiran Yesus itu disambut oleh manusia.

Salah satu kisah yang cukup populer dalam perayaan Natal adalah kisah Orang Majus. Orang Bijak dari Timur itu menempuh perjalanan jauh dan sulit untuk menjumpai Sang Raja yang baru dilahirkan (Matius 2:1-12). Matius mengisahkan bagaimana mereka mengikuti petunjuk bintang hingga sampai ke Betlehem, di mana Yesus dilahirkan. 

Perjumpaan dengan Yesus ibarat sebuah pencarian yang berbuah manis dan menggembirakan. Sehingga mereka kemudian mempersembahkan apa yang ada dalam tempat harta benda mereka: emas, kemenyan dan mur. Persembahan bagi sang Raja, Mesias yang dinantikan. Sesudah itu mereka kembali pulang ke negeri mereka melalui jalan lain.

Catatan bahwa mereka pulang melalui jalan lain dijadikan tema Natal 2022 oleh Peresekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Ya, perayaan Natal umat Kristen dan Katolik di tahun ini didasarkan pada tema "pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain" (Matius 2:12).

Mengapa harus melalui jalan lain? Di ayat 12 ini Matius mencatat orang-orang Majus itu diingatkan dalam mimpi untuk tidak kembali kepada Herodes. 

Padahal Herodes yang telah memberitahu mereka di mana sang Mesias akan lahir seperti yang dinubuatkan para Nabi. Herodes telah menyuruh orang Majus itu untuk kembali kepadanya dan memberitahukan tempat sang Mesias. Bayangkan betapa repotnya mereka. Untuk bisa berjumpa dengan Yesus, mereka mengikuti petunjuk. Mereka tidak tahu di mana persisnya Yesus berada. 

Kini mereka tahu jalan itu. Bukankah lebih mudah kembali lagi melalui jalan itu? Tapi mereka begitu taat pada petunjuk dalam mimpi. Seperti mereka taat mengikuti petunjuk melalui bintang. Melalui jalan lain berarti mereka mencari kembali. Bisa jadi jalannya memutar. Bisa jadi lebih sulit. Bisa jadi tantangan lebih banyak dan berat. Tapi orang Majus tetap mengambil resiko itu. Mereka mendengarkan petunjuk Tuhan melalui mimpi.

Kisah orang Majus ini memberi pesan kepada setiap orang yang merayakan Natal. Perayaan Natal mestinya membawa kita berjumpa dengan Yesus. Perjumpaan dengan Yesus mesti diikuti oleh ketaatan padaNya. Ketaatan kepada Yesus seringkali menuntut keberanian untuk mengambil jalan lain. Jalan-jalan yang mungkin lebih sulit, penuh tantangan namun membawa kebaikan.

Dalam konteks Indonesia, kita hidup di tengah bangsa yang majemuk. Kemajemukan yang menjadi kekayaan bangsa ini beberapa waktu terakhir seringkali dijadikan alasan untuk saling membenci. Kita mengalami krisis toleransi. Orang membangun tembok untuk memisahkan dirinya dari saudara-saudara yang berbeda. Orang sibuk mencari yang sama dengannya dan menyingkirkan yang berbeda. 

Menghakimi dan menyakiti. Paling mudah adalah ikut terbawa pada jalan itu. Melakukan hal yang sama. Membenci para pembenci.

 

Bukan Sekadar Ucapan Selamat Natal

Sejak ramai percakapan tentang larangan mengucapkan selamat Natal beberapa tahun lalu, saya tak terlalu pusing memikirkan apalagi mengharapkan ucapan selamat Natal dari sahabat atau kerabat yang beragama non Kristen. 

Saya belajar menerima perubahan di lingkungan di mana saya tinggal. Saat tetangga tidak lagi berkunjung ke rumah saat Natal seperti dulu. Menyaksikan video viral atau membaca berita tentang larangan ibadah Natal pun tak terlalu mengagetkan buat saya. Bisanya cuma bergumam "lagi?"sambil ngurut dada. Terpaksa menerima ini kondisi bangsaku. Sepertinya tak ada harapan akan keadaan yang lebih baik.

Namun di tengah krisis toleransi di negeri ini, saya merasakan sukacita luar biasa ketika menghadiri ibadah Natal tanggal 25 Desember 2022 di satu gereja di bilangan Jakarta Timur. Ada yang menarik di sana. Di awal ibadah, ketua RT di wilayah di mana gereja ini berdiri menyampaikan ucapan Selamat Natal. Pak RT seorang Muslim. 

Ia berdiri di atas mimbar dan berucap, "jangan kuatir, di sini Bapak-Ibu bisa beribadah dengan nyaman". Lalu di akhir ibadah ucapan Selamat Natal datang dari Gus Aan Anshori, Gusdurian Jombang, melalui video. 

Soal Gus Aan, tahun 2021 saya pernah menerima video ucapan Selamat Natal yang dibuatnya untuk Warga Binaan Lapas Perempuan Kelas III Palu. Waktu itu saya melayani warga binaan Kristen di sana. Dalam dua video yang berbeda itu, saya melihat Gus Aan menyapa penerima ucapan Selamat Natal itu. Saya tak bisa membayangkan berapa banyak video yang harus dibuat oleh Gus Aan. Apa yang dilakukan Pak RT dan Gus Aan bagaikan siraman air sejuk di tengah panasnya kondisi bangsa ini apalagi jelang tahun politik 2024.

Saya merenung, mengapa mereka sibuk-sibuk melakukan hal itu? Pak RT bisa menitipkan saja pesannya kepada pengurus gereja. Toh ia tak punya keharusan untuk menjumpai umat kristen dan mengucapkan selamat Natal. Atau Gus Aan bisa membuat saja satu video yang bisa dikirim ke semua tempat. Mengapa harus menyapa umat secara spesifik melalui video itu? Berapa banyak waktu yang harus terbuang karena urusan video ucapan Selamat Natal itu. Belum lagi bagaimana mereka menghadapi pandangan orang lain?

Menurut hemat saya Pak RT dan Gus Aan, dua di antara banyak orang lain yang juga melakukan hal senada, sedang mengambil jalan lain bagi Indonesia yang damai. Mereka sedang berjuang melawan intoleransi. Mereka sedang mengulurkan tangan persahabatan dan persaudaraan. Merajut kerukunan. Beranikah kita menyambut uluran tangan dan berjalan bersama menciptakan Indonesia yang damai? Atau mau sibuk menghabiskan energi memikirkan para pembenci dan cara untuk membenci?

Lalu berdasarkan tema Natal tahun ini, beranikah kita yang berjumpa dengan Yesus mengambil jalan lain untuk membangun Indonesia yang damai? Beranikah kita melalui jalan lain untuk menebar cinta? Beranikah kita mengambil jalan untuk merobohkan tembok pemisah dan mengulurkan tangan persahabatan dan persaudaraan? Jalan itu mungkin terjal. Jalan itu mungkin sepi, tak banyak peminat. Tapi Tuhan menghendaki kita melalui jalan lain itu.

Bukankah Natal mengingatkan kita bahwa jalan yang ditempuh Tuhan untuk menyelamatkan manusia adalah jalan yang berbeda dari yang dipikirkan dan dilakukan manusia? Ia tidak hadir sebagai raja yang memimpin dengan tangan besi. 

Ia tidak hadir sebagai petinggi yang mengorbankan kaum rendahan. Ia hadir dalam kerendahan dan kelemahan namun di situlah kekuasaannya dinyatakan. Agar kita pun belajar taat menempuh jalan-jalanNya dalam kehidupan bersama di tengah bangsa yang majemuk ini.

Selamat Natal! Selamat melalui jalan lain bagi Indonesia yang rukun dan damai!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun