Mencegah penggunaan air yang terkontaminasi mayat hewan kecil (misalnya burung)
Menghindari penggunaan kotoran unggas sebagai bahan tempat tidur
Mencegah terjadinya konsumsi bangkai unggas oleh hewan peliharaan
Maraknya produk wetfood untuk peliharaan yang dijual dalam kaleng harus diiringi dengan kewaspadaan pemilik hewan dalam hal kelayakan kemasan maupun penyimpanan makanan tersebut. Menurut Seafood Inspection Laboratory, kondisi makanan dalam kaleng perlu diperhatikan keadaan segelnya, tanda kebocoran, bau makanan, bahkan apabila makanan mengeluarkan cairan atau busa saat dibuka. Apabila tanda-tanda tersebut ditemukan, maka lebih baik tidak membiarkan hewan kesayangan mengonsumsi makanan tersebut. Penting diingat bahwa makanan kaleng yang sudah terbuka sebaiknya langsung dihabiskan dan tidak dibiarkan untuk konsumsi selanjutnya.
Antisipasi dengan Meningkatkan Angka Dokter Hewan
Mengingat bahwa botulisme merupakan penyakit dengan penyelesaian yang kompleks, kolaborasi antara dokter hewan dengan spesialisasi yang berbeda dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas penanganan botulisme. Kebutuhan akan dokter hewan dari berbagai ranah keahlian menjadi titik mula angka permintaan lulusan dokter hewan dengan minat serta dedikasi dalam meningkatkan kualitas kesejahteraan fauna di Indonesia. Ketua PB PDHI, Dr. drh. Muhammad Munawaroh., MM. menyatakan bahwa jumlah ketersediaan dokter hewan sangat jauh dari angka ideal, yakni 50.000 orang. Saat ini, jumlah dokter hewan hanya sebanyak 13.500 orang dengan komposisi profesi dimana 50% bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), 40% pada sektor swasta, serta 10% melakukan praktisi mandiri. 1.691 unit puskeswan di Indonesia membutuhkan peningkatan untuk mencapai angka kebutuhan sebesar 3.547 unit, dimana perlu diingat bahwa prospek pekerjaan dokter hewan tidak hanya terbatas di puskeswan. Pencegahan wabah penyakit seperti botulisme juga membutuhkan tenaga dokter hewan dalam bidang keamanan pangan, laboratorium diagnostik, peternakan, konservasi satwa liar, serta bidang keamanan pangan.
Akhirnya, integrasi keahlian tetap dibutuhkan. Namun, hal ini harus didukung dengan angka lulusan dokter hewan yang berkualitas. Peningkatan edukasi masyarakat mengenai peran dokter hewan dalam bidang kesehatan perlu ditingkatkan agar meningkatkan minat cita-cita anak bangsa dalam menempuh profesi dalam bidang veteriner. Kiranya masyarakat dapat melihat ladang hijau dunia kedokteran hewan sebagai potensi yang strategis dalam meningkatkan keamanan kesehatan Indonesia.
Artikel ini ditulis oleh Louisa Charlene Budi Setiawan, mahasiswi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga
Referensi:
Anniballi, F., Fiore, A., Lfstrm, C., Skarin, H., Auricchio, B., Woudstra, C., Bano, L., Segerman, B., Koene, M.G., Bverud, V., Hansen, T.L., Fach, P., Tevell berg, A., Hedeland, M., Olsson Engvall, E., & De Medici, D. (2013). Management of animal botulism outbreaks: from clinical suspicion to practical countermeasures to prevent or minimize outbreaks. Biosecurity and bioterrorism : biodefense strategy, practice, and science, 11 Suppl 1, S191-9Â
Baliseafoodlab. (2022). Clostridium botulinum pada makanan kaleng. Diakses pada 20 Desember 2024, dari https://baliseafoodlab.com/clostridium-botulinum-pada-makanan-kaleng/