Mohon tunggu...
Madahrosi
Madahrosi Mohon Tunggu... Freelancer - a stoic enthusiast

verba volant, scripta manent

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Jika Kaisar Romawi, Marcus Aurelius Jadi Gubernur Jakarta?

30 Januari 2020   15:24 Diperbarui: 3 Februari 2020   16:12 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Marcus Auerelius adalah seorang kaisar Romawi yang memimpin kekaisaran Romawi dari tahun 161 M sampai 180 M. Dia bukanlah anak biologis dari Kaisar sebelumnya yaitu Kaisar Antonius, namun karena Kaisar Antonius tidak memiliki anak laki-laki maka dia menunjuk Marcus menjadi kaisar Roma. 

Tentu, penunjukkan dia menjadi kaisar bukanlah seperti cerita terjadinya candi Prambanan yang konon dibangun oleh para jin dalam satu malam (tentu saja ini mitos). Marcus dipilih menjadi Kaisar karena keyakinan Kaisar Antonius yang sudah mengenal kepribadiannya sejak cukup lama. Hal yang menarik bagi saya adalah bahwa Marcus ini sejak masih belia sudah menyenangi filsafat khususnya filsafat aliran Stoa.

Dia merupakan praktisi filsafat Stoa sampai akhir hayatnya, meskipun dia tidak mendirikan akademi seperti Plato, Epicurus, Aristoteles, dan lain-lain. Dia juga tidak memiliki murid yang berguru padanya. Namun pengaruhnya sangat besar sampai saat ini khususnya bagi para pecinta Stoisisme yang sangat berkembang di Barat, sebagai salah satu alternatif worldview atau way of life karena Stoisisme adalah aliran Filsafat yang sangat praktis dan sangat universal. 

Kebijaksaan Marcus Aurelius diketahui oleh banyak orang sampai dewasa ini ternyata berasal dari tulisan-tulisan jurnalnya yang tidak dimaksudkan untuk diterbitkan. Namun karena orang-orang yang menemukan jurnalnya melihat bahwa tulisan tersebut adalah kekayaan intelektual yang dapat menginspirasi banyak orang untuk menjadi lebih baik maka kemudian tulisan-tulisan tersebut dikompilasi dalam sebuah buku yang berjudul Eis Heauton atau kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris yang berjudul Meditations.

Selama kepemimpinannya sebagai kaisar Romawi, kurang lebih 20 tahun lamanya, Marcus menghadapi persoalan yang begitu kompleks seperti serangan musuh-musuh kekaisaran, wabah penyakit pes yang melanda ibukota Roma, dan masalah kenegaraan lainnya. Belum lagi duka yang dialaminya karena kehilangan beberapa anaknya. 

Menghadapi masalah kenegaraan dan pribadi, Marcus lewat catatan-catatannya hariannya dalam Meditations, menunjukkan kualitasnya sebagai seorang pribadi yang memiliki keutamaan yang sangat unggul.

Saya akan mencoba menjelaskan perspektif  Sang Kaisar dalam konteks Jakarta sebagai ibukota negara tercintaku, tercintamu, tercinta kita. Jakarta memiliki masalah klasik yaitu banjir dan kemacetan. Belum lama ini, Jakarta dilanda banjir yang sangat dasyat. Banyak warga yang mengalami kerugian materi bahkan banyak yang kehilangan nyawa. 

Terhadap bencana alam, termasuk banjir, para filsuf stoik, termasuk Marcus Aurelius, berpandangan bahwa kejadian tersebut adalah kejadian yang di luar kendali gubernur dan warga Jakarta. Hal-hal eksternal adalah hal-hal yang berada di luar kendali kita misalnya alam, orang lain, cuaca, penyakit, dan lain-lain. 

Memang banjir bukanlah semata-mata kejadian alam murni seperti gempa bumi atau gunung berapi. Namun banjir dapat dipahami sebagai konsekuensi dari kedunguan (saya meminjam istilah yang sering digaungkan oleh Rocky Gerung) manusia yang merusak lingkungan seperti membuang sampah sembarangan, menebang pohon-pohon, membangun  beton-beton, dan lain-lain. 

Bagi Marcus Aurelius, manusia yang dungu merupakan hal yang berada di luar kendali kita. Mereka melakukannya karena ketidaktahuan. 

Saya berdiskusi dengan seorang teman yang mengatakan bahwa temannya pernah melakukan sebuah survei di Jakarta dan hasil surveri itu menyimpulkan bahwa kebanyakan orang tidak paham bahwa membuang sampah sembarangan dapat berakibat banjir. Oleh karena itu, sangat masuk akal jika negara seperti Singapura memberikan denda yang sangat besar bagi orang yang membuang sampah sembarangan. 

Ketidaktahuan membutuhkan pendidikan. Kesadaran dapat diusahakan lewat pendidikan termasuk pendisiplinan lewat aturan. Stoisisme atau stoikisme berpandangan bahwa yang menjadi kendali kita adalah opini, penilaian, persepsi, refleksi (faktor internal). Terhadap banjir Jakarta, kita dapat melihat dengan jelas bagaimana orang-orang saling menuding. Ada juga yang berkelik dan berteori melawan data-data yang ada. 

Bagi Marcus, kita gagal berhadapan dengan bencana. Gubernur gagal mengendalikan opininya, para pecinta gubernur gagal, dan para pengkritik gubernur pun gagal. Berhadapan dengan yang namanya bencana hanya satu yang dibutuhkan yaitu menolong para korban. 

Prinsip utama Marcus Aurelius adalah Summum Bonum, the highest good, kebaikan tertinggi. Istilah ini awalnya dari Cicero, tetapi kemudian memberikan inspirasi bagi  Marcus seperti dalam tulisannya "If it is right, do it. If it is true, say it". 

Baginya, hendaknya kita selalu dituntut untuk melakukan kebaikan dalam setiap peristiwa dengan mengontrol apa-apa yang kita bisa kita kontrol yaitu kata-kata, pikiran, hasrat, ambisi, amarah yang berasal dari dalam diri kita. Hidup sebagai pemimpin dan sebagai pribadi adalah orang yang berintegritas dan yang berkeutamaan. Summum Bonum bagi Marcus Aurelius adalah virtuous life.

Pada waktu pemerintahan Kaisar Marcus Aurelius, saya yakin belum ada kemacetan karena belum ada mobil dan motor. Namun tidak ada salahnya untuk membahas kemacetan Jakarta dengan perspektif Marcus Aurelius. Kemacetan disebabkan oleh jumlah kendaraan yang tak terkendali.Meskipun sudah ada busway, ganjil-genap, MRT, LRT, namun kemacetan tetap menjadi persoalan yang jauh dari solusi. Mudah-mudahan ide memindahkan ibu kota sedikit banyak mengurangi, meski tidak akan menghilangkan kemacetan sepenuhnya. 

Saya kira ajaran Marcus Aurelius juga tidak terlalu banyak menolong. Namun, Stoisisme sangat membantu pribadi-pribadi yang sering terjebak dalam kemacetan Jakarta. 

Dikotomi antara hal-hal yang berada di dalam kendali kita dan yang berada di luar kendali kita dapat bermanfaat bagi orang-orang yang melewati jalan-jalan Jakarta yang sering macet. Kemacetan, pengendara, situasi jalan, adalah hal-hal yang berada di luar kendali kita. 

Yang menjadi kendali kita adalah pikiran, suasana hati atau emosi, dan kesadaran kita. Dengan begitu, ketika macet kita tetap bisa memikirkan rencana kita ketika sampai di kantor atau ide-ide kreatif untuk menyenangkan pacar, anak, ataupun isteri di rumah.  

Hal yang mungkin akan menjadi sorotan Marcus Aurelius adalah penebangan pohon di sekitar Monas dengan alasan revitalisasi. Bagi Marcus Aurelius, menempatkan diri selaras dengam kosmos atau dunia menjadi sangat penting. Menebang pohon karena faktor estetika bukanlah faktor yang dianjurkan oleh Marcus Aurelius. 

Bukankah pohon adalah sumber oksigen, jadi jika ditebang bisa mempengaruhi dunia (baca butterfly effect)? Bukankah Jakarta membutuhkan ruang hijau lebih banyak? Apakah penebangan phohon adalah hal yang rasional dan urgent? Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin akan ditanyakan oleh Marcus Aurelius untuk pemerintah. Ajarannya dan para filsuf stoik lainnya menekankan optimalisasi rasio kita dengan hidup yang berkeutaman. 

Dengan optimalisasi rasio, kita menjadi manusia yang lebih rasional dan lebih fokus membenahi hal-hal yang berada dalam kendali kita. Untuk dapat melakukan itu para filsuf stoik menawarkan empat keutamaan yang perlu kita lakukan yaitu wisdom/prudence, temperance, courage/fortitude, dan justice. Sengaja saya tidak menerjemahkannya karena saya belum menemukan kata yang representatif dalam bahasa Indonesia. Rasanya jika hanya diterjemahkan sebagai kebijaksanaan, kontrol diri, keberanian, dan keadilan belum cukup menggambarkan maksud dari para filsuf stoik.  Saya akan membahasnya di lain kesempatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun