Fenomena alam Supermoon memang menarik untuk diamati sekaligus menjadi kesempatan untuk mengedukasi para siswa dari sudut pandang astronomi.
Supermoon itu sendiri terjadi saat bulan purnama berada pada jarak terdekat dengan Bumi dalam orbitnya. Tak heran, bulan tampak sekali terang dan lebih dekat dengan Bumi sehingga Bulan kelihatan sangat besar dilihat dari Bumi.
NASA (Badan Antariksa Amerika) sejak 1979 menyebut fenomena supermoon ini dengan istilah bulan purnama perigee. Namun demikian, kesejajaran geometris Matahari-Bulan-Bumi-Bulan inilah yang menyebabkan perigee.
Dari sisi waktu kejadian, Supermoon tidak setiap hari terjadi. Para ahli astronomi mengatakan bahwa Supermoon akan terjadi tiga kali dalam tahun 2023 ini.
Pada 3 Juli 2023 yang lalu terjadi supermoon. Namun, dikenal sebagai "Buck Moon" dengan jarak Bulan ke Bumi sejauh 361.934 km.
Supermoon kedua terjadi pada 1 Agustus 2023 dan disebut dengan "Sturgeon Moon" dengan jarak Bulan ke Bumi sejauh 357.530 km. Dan, terjadi tadi malam 31 Agustus 2023 yang dikenal sebagai "Full Blue Moon". Jarak Bulan ke Bumi sejauh 357.344 km.
Para ahli astronomi, menengarai Supermoon ketiga terjadi pada 29 September 2023 yang dikenal dengan nama "Harvest Moon". Saat itu, jarak Bulan ke Bumi sejauh 361.552 km.
Pengamatan Supermoon
Setelah makan malam, jam 19.00 Waktu Indonesia bagian Tengah (WITA), (31/08/2023) sekitar 30 siswa SMA Lokon (berasrama) peminat astronomi, bergerak menuju ke kubah Mt. Lokon Observatory yang berlokasi di lantai atas gedung sekolah.
Mt. Lokon Observatory berada di lantai tiga di rooftop. Mario K, guru astronomi SMA Lokon, sudah memasang dua teleskop "Sky-Watcher" dan "Star-Watcher" di sekitar kubah. Tak hanya itu, ujung dua teleskop sudah mengarah ke Tenggara, di mana Bulan mulai mengorbit.
Pengamatan menggunakan teleskop hanya bisa dilakukan satu per satu melalui lubang alatnya. Namun, Mario K memberikan penjelasan tentang fenomena terjadinya Supermoon.
"Supermoon dalam tahun ini terjadi beberapa kali. Juli, Agustus dan September. Malam ini, Supermoon dinamakan Full Blue Moon". Mengapa dinamakan seperti itu?Â
Ini bukan karena bulannya berwarna biru. Tetapi, sebutan untuk bulan purnama yang muncul kedua dalam satu bulan kalender (Agustus) yang memiliki dua bulan purnama. Jelas ya?" kata Mario K kepada para siswa.
Super Full Moon sebutan lain dari Supermoon karena bulan berada di titik terdekatnya dengan bumi dan tampak lebih besar dan lebih terang dari biasanya, imbuh Mario K.
Maria Laude, Ketua Jurnal Losnito, mendekati teleskop "skywatcher" untuk mencoba "mengeker" bulan dari lubang. Namun, Maria tidak puas melihat dari lubang itu, cahaya Bulan terlihat terang. Kemudian, Maria bergeser ke teleskop "starwatcher" yang sudah dipasangi HP untuk melihat bulan.
Hanya dengan merekayasa agar HP auto fokus, Maria bisa melihat Bulan lebih detil. Tampak jelas permukaan Bulan, lubang kawah-kawah dan garis-garisnya mirip buah melon.
"Kawah-kawah yang ada di bulan itu, sudah ada namanya. Kawah Copernicus berdiameter 93 kilometer, kawah Tycho berdiameter 85 kilometer, kawah Plato berdiameter sekitar 101 kilometer, dan kawah South Pole-Aitken Basin, punya cekungan yang lebarnya 2.500 kilometer dan tidak mudah dilihat dari Bumi" tambah Mario menjelaskan kepada para siswa.
Dampak Supermoon
"Apa dampak terjadinya Supermoon?" Tanya Jonard Wemben, di sela-sela pengamatan Supermoon tadi malam.
"Supermoon tidak menimbukan efek berbahaya bagi Bumi dan manusia. Namun demikian, cahaya terang Bulan bisa mempengaruhi siklus tidur dan aktivitas hewan-hewan noctural yang sensitif dengan cahaya, ya sedikit terganggu. Selain itu, menyebabkan laut pasang hingga di daerah pesisir terjadi banjir rob" jelas Mario.
Sebagian siswa mempelajari bagaimana cara memotret fenomena alam Supermoon melalui handphonenya. Tentu saja menggunakan handphone yang sudah dipasang di lubang teleskop.
"Menjaga stabilitas kamera dari getaran, itu penting. Gunakan model kamera manual atau Pro Model untuk mendapatkan hasil yang terbaik dengan mengatur fokus, kecepatan rana atau speed, dan ISO. Kalau ingin mendapatkan warna bulan biru, WB (White Balance)nya diarahkan ke lebih kecil sekitar 2300K. Sebaliknya jika digeser ke ukuran 10000K warna bulan bisa jadi coklat," jelas saya kepada mereka.
Warna bulan yang paling natural atau merah asli terjadi saat Super Blood Moon. Saya pernah menulis tentang bulan merah dengan judul "Mengejar Gerhana Bulan dan Menatap Super Blood Moon".
Setelah pengamatan, para siswa kembali ke asrama dengan perasaan lega dan jam 20.00 mereka melanjutkan studi mandiri. Saya dengan Mario masih melanjutkan kegiatan untuk merekam gerakan Supermoon dengan menggunakan Hape yang dipasang di lubang teleskop.
Keseruan pengamatan fenomena alam Supermoon tadi malam itu, bisa dilihat di video di bawah ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H